Mengenal Lebih Dekat Ibunda Nabi Muhammad
Ibunda Nabi Muhammad juga dikenal dengan penghulu wanita Bani Zuhrah.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Nama lengkap ibunda Rasulullah SAW adalah Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf yang populer dengan julukan Ibnu Zuhrah. Sayyidah Aminah juga dikenal dengan penghulu wanita Bani Zuhrah.
Adapun kakek ayahnya Sayyidah Aminah, Abdu Manaf, dikenal sebagai pemilik keagungan dari semua aspek. Imad Hilali dalam buku Ensiklopedia Wanita Alquran menyebut, nama Abdu Manaf kerap disandingkan dengan sepupunya, Abdu Manaf bin Qushay. Terkadang keduanya disapa ‘Dua Manaf’ sebagai bentuk penghormatan.
Adapun ibunda dari Sayyidah Aminah bernama Barrah binti Abdul Uzza bin Usman bin Abdu Ad-Dar bin Qushay bin Kilab. Nenek dari ibunya bernama Ummu Habib binti Asad bin Abdul Uzza bin Qushay.
Dalam kaitan ini, Ibnu Qutaibah mengatakan, “Tidak diketahui bahwa Aminah binti Wahab memiliki saudara laki-laki, sehingga menjadi paman Nabi SAW dari pihak ibu. Namun orang-orang Bani Zuhrah mengatakan, ‘Kami adalah paman Nabi SAW’. Hal itu dimaklumi karena Aminah berasal dari kalangan mereka,”.
Di tengah kaum Qushay, Sayyidah Aminah dikenal sebagai wanita terbaik dari sisi nasab, kota asal kelahiran, dan kedudukan. Berdasarkan dialek yang biasa digunakan, Sayyidah Aminah berasal dari kota Makkah. Saudara-saudaranya juga tinggal di kota tersebut.
Ibunda Rasulullah SAW ini lahir dan dibesarkan di rumah kuno Bani Zuhrah. Sayyidah Aminah tumbuh dewasa di dekat Baitul Atiq. Bersama teman-teman sebayanya, dia sering pergi ke Ka’bah untuk melihat rumah-rumah di Baitul Haram. Kebetulan rumah-rumah Bani Zuhrah dan Bani Hasyim termasuk rumah-rumah yang paling dekat dengan Baitul Atiq. Konon perkampungan Bani Zuhrah dan Bani Hasyim sendiri merupakan perkampungan Arab paling mulia kala itu.
Masa kecil Sayyidah Aminah binti Wahab tergolong sederhana. Dia kerap berdiri dekat Ka’bah menyaksikan orang-orang yang bertawaf, serta sumur Zamzam yang airnya melepas dahaga orang-orang berhaji. Demikian pula kedudukan dan kemuliaan yang diberikan Allah kepada kaum Quraisy.
Walau usia masih terbilang muda, tetapi Sayyidah Aminah bisa menyadari bahwa dirinya berasal dari keluarga kaum Quraisy yang paling mulia. Namun rupanya kesederhanaan itu belum mampu disadari sepenuhnya oleh Sayyidah Aminah.
Tak sadar jika dirinya juga berdiri di antara bukit Shafa dan Marwah. Tak sadar jika dirinya adalah wanita paling mulia yang menginjakkan kedua kakinya di atas butiran-butiran pasir yang pernah diinjak oleh seorang wanita mulia pada zamannya. Darinya akan terlahir cahaya Makkah yang kemudian memancar ke seantreo muka bumi.
Bersama teman sebayanya, Sayyidah Aminah kecil kerap menghabiskan waktu untuk masuk ke Baitul Haram, melihat maqam Ibrahim dan sumur Zamzam. Dia pergi bersama teman-teman kecilnya ke sumur itu dan meminum airnya. Setelah itu, Sayyidah Aminah kecil kembali ke Baitul Haram untu bertawaf bersama para thaifin.
Kala itu, berhala-berhala masih tegak berdiri di dalam dan di sekitaran Ka’bah. Tak sedikit para penyembah berhala yang mengatakan bahwa perbuatan nista mereka itu bertujuan mendekatkan diri kepada Allah.
Sementara itu Sayyidah Aminah hanya bisa menyaksikan pemandangan itu dengan penuh keraguan. Kendati demikian, dirinya tahu bahwa kakeknya Abu Kabasyah hanya bisa membiarkan namun mengingkari berhala-berhala tersebut.
Tak sungkan ia mengejek bahwa menyembah berhala tak bisa memberi manfaat atau pun mudharat. Walau demikian, Sayyidah Aminah tahu dari keluarganya bahwa Abu Kabasyah juga menyeru untuk menyembah bintang Al-Syar’I sebagaimana tradisi menyembah bintang-bintang yang biasa ditempuh masyarakat Arab kala itu.