AS-Rusia Bahas Pulihkan Kesepakatan Nuklir Iran
Iran akan melanjutkan pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir 2015
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan telah membahas isu pemulihan kesepakatan nuklir Iran dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov. Dia menyebut kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam masalah itu.
"AS dan Rusia, saya pikir, berbagi kepentingan untuk melihat pengembalian timbal balik guna mematuhi JCPOA. Kami memiliki kesempatan untuk membandingkan catatan di mana sikap kami, dan ke mana kami hendak melangkah,” kata Blinken dalam sebuah konferensi pers di Paris, Prancis, pada Rabu (6/10).
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengungkapkan, negaranya akan melanjutkan pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada awal November. “Pemerintah (Presiden Iran) Ebrahim Raisi telah berkuasa kurang dari 55 hari. Saya tidak berpikir bahwa (kembali ke pembicaraan) akan memakan waktu hingga 90 hari,” katanya pada Senin (4/10) lalu.
Pembicaraan pemulihan JCPOA antara Iran dan AS sudah berlangsung beberapa putaran di Wina, Austria. Namun proses tersebut terhenti ketika Ebrahim Raisi terpilih menjadi presiden baru Iran.
JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia, yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta Cina. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.
Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.