Vaksin Zifivax Berefek Samping Grade I-II

Vaksin Zifivax diberikan sebanyak tiga kali.

ANTARA/Sigid Kurniawan/aww.
BPOM baru saja terbitkan izin penggunaan Vaksin Zifivax.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 Zifivax. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, dari aspek keamanan berdasarkan uji klinis I,II, dan III efek samping vaksin Covid-19 Zifivax bisa ditoleransi dengan baik seperti sakit kepala demam.

"Efeknya paling sering nyeri tempat suntikan, dan efeknya sistematik paling sering sakit kepala, kelelahan, dan demam. Dengan tingkat keparahan grade I dan II," kata Penny dalam konferensi pers secara daring, Kamis (7/10).

Lebih lanjut ia mengatakan, vaksin ini diberikan untuk rentang usia dewasa di atas 18 tahun dan lansia di atas 60 tahun. Vaksin ini, kata Penny, diberikan sebanyak tiga kali dengan interval satu bulan dan dberikan secara intramuskular dengan 0,5 ml.

Penny mengatakan, vaksin Zifivax ini dapat disimpan dalam suhu 2-8 derajat. Sehingga, sangat cocok untuk negara tropis seperti Indonesia.

Efikasi atau kemanjuran vaksin berdasarkan uji laboratorium berdasarkan interim studi uji klinis fase tiga menunjukan hasil yang baik. Vaksin menunjukkan efikasi pada Covid-19 varian awal sebesar 92,92 persen, varian Gamma sebesar 100 persen , varian Delta sebesar 77 persen, dan varian Kappa 90 persen.

"Efikasi mencapai 81,71 persen yang dihitung setelah 7 hari secara vaksinasi lengkap dan mencapai 81,4 persen setelah 14 hari vaksinasi lengkap. Vaksin ini diberikan dalam 3 kali suntikan dalam rentan 3 bulan,," terangnya.

Sementara untuk efikasi berdasarkan kelompok umur, pada 18-59 tahun adalah 81,5 persen dan di atas 60 tahun 87,6 persen. "Populasi 18-59 tahun 81,5 persen populasi lansia di atas 60 tahun 87,6 persen. Populasi Indonesia secara keseluruhan 79,88 persen," jelas Penny.

Vaksin Zifivax dikembangkan dan diproduksi oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical dan dikembangkan di Indonesia bekerjasama dengan PT Jebio dengan platform rekombinan protein sub unit. Penny mengatakan, vaksin ini telah menjalani uji klinik yang juga dilakukan di Indonesia.

"Ini adalah uji klinik yang dilakukan bersama-sama multi center ada Indonesia, ada di China juga fase tiganya, Pakistan, Uzbekistan, dan Ekuador. Dengan jumlah subjek sekitar 28.500 dan di Indonesia sendiri ada 4.000 subjek karena ini dilakukan dari Bandung ya, di Bandung dengan FK UI, RSCM Jakarta,” jelas Penny.

Pada uji fase 3, lanjut Penny, dilaksanakan di berbagai center di RSCM Jakarta, di FK Unpad Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, juga di berbagai rumah sakit yang tersebar di Bandung dan juga berbagai Puskesmas yang tersebar di Jakarta. Uji klinik ini, sambungnya, juga meningkatkan kemampuan atau menambah pengalaman Indonesia dalam uji vaksin.

"Dan (nantinya) juga akan dilakukan transtek. Saya kira itu adalah harapan kita semua bahwa ke depan kita akan terus mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri, transfer teknologi tentunya dari produk-produk yang sudah dikembangkan di Indonesia dilakukan oleh industri farmasi BUMN maupun jaga industri Farmasi swasta dengan melakukan transfer teknologi,” ujar Penny.


Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler