Persamaan Jual Beli dan Perdamaian Menurut Imam Syafii

Ada persamaan antara prinsip jual beli dengan perdamaian

Republika/Rakhmawaty La'lang
Ada persamaan antara prinsip jual beli dengan perdamaian. Ilustrasi perdamaian melalui pengadilan
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada dasarnya sulh (perdamaian) memiliki keududukan yang sama dengan jual-beli. Benarkah demikian?

Baca Juga


Imam Syafii dalam kitab Al-Umm menjelaskan, pada dasarnya perdamaian memiliki kedudukan yang sama dengan jual-beli. 

Karena itu, semua yang dibolehkan dalam jual-beli dibolehkan pula dalam perdamaian. Dan semua yang tidak diperbolehkan dalam jual-beli maka tidak dibolehkan juga dalam perdamaian.

Tetapi dari itu kemudian muncul pencabangan, sebab perdamaian dapat dilakukan terhadap semua yang memiliki ‘harga’ seperti tindakan pelukan (jirah) yang dapat menyebabkan dijatuhkannya tebusan (arsy) dan juga antara seorang istri dengan suaminya yang harus menyerahkan mahar kepadanya. Semua itu (tebusan dan mahar) memiliki kedudukan yang sama dengan ‘harga’.

Namun demikian menurut Imam Syafii, perdamaian tidak boleh dilakukan kecuali hanya pada suatu perkara yang diketahui dengan jelas. Sebagaimana jual-beli juga tidak boleh dilakukan kecuali hanya pada suatu perkara yang diketahui dengan jelas.

Telah diriwayatkan dari Sayyidina Umar RA bahwa segala jenis perdamaian boleh dilakukan di antara kaum Muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal. 

Menurut Imam Syafii, di antara perkara haram yang terjadi pada perdamaian adalah ketika perdamaian itu dilakukan pada sesuatu yang tidak diketahui dengan jelas yang apabila sesuatu itu menjadi objek jual-beli, maka jual-beli itu menjadi haram.

Contohnya, ketika seorang laki-laki meninggal dunia lalu hartanya diwarisi seorang istri, atau anak, atau kalalah, dan kemudian sebagian ahli waris melakukan perdamaian dengan sebagian ahli waris yang lain, maka apabila perdamaian itu dilakukan di atas pengetahuan mushalih terhadap hak-hak mereka, atau dengan adanya pengakuan bahwa mereka mengetahui semua hak mereka, lalu kedua belah pihak yang melakukan aktivitas perdamaian sudah saling menguasai hak mereka sebelum mereka berpisah, maka perdamaian itu hukumnya boleh.

Namun apabila perdamaian dilakukan di atas ketidaktahuan kedua belah pihak pada besaran hak mereka masing-masing, atau hak pelaku perdamaian di antara kedua belah pihak, maka perdamaian itu hukumnya tidak boleh. Sebagaimana jual-beli harta milik seseorang yang tidak diketahui orang itu hukumnya juga tidak boleh.

Dicontohkan pula bahwa apabila terdapat dua orang yang ingin melakukan perdamaian, sementara si tertuduh tidak suka untuk melakukan pengakuan, maka dibolehkan bagi orang asing (pihak ketiga) untuk mengemukakan pengakuan yang memberatkan si tertuduh. 

Baik dengan kejahatan maupun harta (denda, utang, dan sebagainya) tertentu yang dituduhkan kepada si tertuduh. Untuk kemudian hal itu ditunaikan atas namanya sebagai perdamaian, maka itu sah.

Namun demikian Imam Syafii menjelaskan, orang yang menyerahkan sesuatu atas nama seseorang boleh melakukan penarikan balik terhadap mushalih yang merupakan tertuduh. Dan, tidak boleh pula bagi mushalah yang merupakan penuduh untuk menarik balik terhadap si tertuduh.

Sebab dia sudah mengambil pengganti dari haknya, kecuali apabila kedua belah pihak melakukan perdamaian dengan landasan yang rusah (tidak sah). Ketika itu dilakukan, mereka semua kembali ke kondisi semula pada segala dakwaan itu ketika perdamaian belum dilakukan.

 

Imam Syafii berkata, “Apabila seseorang mengajukan dakwaan terhadap seseorang berupa hak atas sebuah rumah, lalu dia sudah mengakui dakwaan itu lalu dia (tertuduh) melakukan perdamaian dengannya (penuduh) atas dakwaan itu dengan menyerahkan unta, sapi, domba, budak, gandum yang ditemukan sifatnya, uang dinar, uang dirham yang ditentukan sifatnya, atau bahan makanan yang diserahkan secara tempo, maka perdamaian itu hukumnya boleh. Sebagaimana dibolehkan pula apabila mereka berdua berbagi rumah tersebut, atau disewakan untuknya sebagian dari rumah tersebut.”   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler