Martin Ahmad Memeluk Islam karena Keramahan Muslim
Kehangatan keluarga Muslim mengetuk hati Martin untuk ikut mempelajari Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Martin Ahmad memeluk Islam karena keramahan seorang teman dan keluarganya dalam memperlakukan dirinya yang bahkan bukan seorang Muslim. Kehangatan dan keramahan itu akhirnya mengetuk hati Martin untuk ikut mempelajari Islam.
Martin kembali mengenang masa-masa sekolahnya. Ketika duduk di bangku SMA, Martin memiliki seorang teman yang mirip dengannya, selalu duduk menyendiri dan tidak banyak bicara.
"Jadi, suatu hari kami mulai berbicara saat istirahat makan siang. Sejak hari itu, kami biasanya menghabiskan istirahat makan siang bersama," kata Martin, dilansir dari About Islam.
Suatu hari di awal musim gugur, temannya tidak mau makan, tetapi hanya duduk menemani dan melihatnya makan. Martin merasa canggung dan aneh dengan temannya, tetapi ia tidak bertanya apa pun.
Ternyata, temannya tidak hanya satu dua hari menolak makan, tetapi terus seperti itu untuk minggu berikutnya. Hingga Martin memberanikan diri bertanya alasan temannya tidak pernah lagi makan siang.
"Saya awalnya berpikir dia tidak punya uang dan ingin membantunya. Tetapi dia menolak uang saya dan mengatakan kepada saya bahwa dia berpuasa. Pada hari yang sama dia mengundang saya pulang untuk makan malam bersama keluarganya," kata Martin.
Sesampainya di rumah temannya, Martin tidak pernah lupa bagaimana orang tua temannya itu menyambut dengan hangat. Itu adalah momen indah yang tidak pernah bisa ia lupakan.
"Ibunya menyambut saya seperti saya adalah anaknya sendiri. Saya merasa agak canggung pada awalnya, tetapi kemudian saya menikmati seluruh suasana," ujar Martin.
Di rumah itu, Martin juga bertemu dengan nenek dan kakek temannya, Hasan. Martin kembali takjub, setelah mengetahui nenek kakek itu tinggal bersama dalam satu rumah.
"Saya jarang bertemu kakek-nenek saya meskipun mereka tinggal hanya dua jam perjalanan dari kami," ujarnya.
Baca juga :Amalan Saat Maulid Nabi Muhammad SAW Menurut Habib Nabiel
Kemudian ibu Hasan memanggil semua orang ke meja makan. Meja itu penuh dengan manisan yang lezat dan hidangan yang berbeda.
Bagi Martin, suasana di meja makan sangat hangat dan menyenangkan. Tak terasa, Martin mulai membandingkan dengan keluarganya yang hampir tidak pernah berkumpul di meja makan.
"Semua orang hanya mengambil sesuatu dari lemari es setiap kali dia merasa lapar. Kami hampir tidak pernah menerima tamu. Dan jika saya membawa seorang teman pulang, ibu saya memastikan dia pergi sebelum waktu makan malam," kata Martin.
Martin merasa beruntung bertemu dengan keluarga Hasan yang ramah. Bahkan seminggu sekali Martin diundang ikut makan malam bersama. "Itu selalu hari terbaik dalam seminggu saya," kata Martin.
"Dan setiap kali saya mengunjungi mereka, mereka memperlakukan saya seperti seorang raja. Dan saya mulai mempertanyakan mengapa ada perbedaan besar antara keluarga saya dan keluarga Hasan," katanya.
Pada saat ini, Islam tidak menjadi isu dalam berita. Martin tidak tahu Hasan adalah Muslim.
Martin selalu bertanya-tanya mengapa ibunya mengenakan syal warna-warni di kepalanya. Tetapi ia hanya menanyakan hal ini ketika ia ingin tahu, mengapa keluarga Hasan begitu baik dan ramah kepadanya.
"Jadi, suatu hari saya bertanya kepada Hasan mengapa ibunya selalu menutupi kepalanya. Dia menjelaskannya kepada saya dengan cara yang sangat tenang dan sabar," ujar Martin.
Suatu kesempatan, Martin mengunjungi rumah Hasan dan tinggal sedikit lebih lama dari biasanya. Saat itulah ia melihat seluruh keluarga sholat bersama.
Momen itu membuatnya benar-benar berpikir. Mereka tidak hanya makan malam bersama tetapi mereka juga menghadap Tuhan bersama. Perlakuan dan kebersamaan mereka yang hangat membuat Martin jatuh hati dan ingin menjadi bagian dari mereka.
"Saya menginginkan lebih dari itu dalam hidup saya. Saya ingin menjadi seperti mereka," ujar Martin.
Keesokan harinya, ia bertemu Hasan saat istirahat makan siang. Martin mulai melancarkan beragam pertanyaan pada Hasan, termasuk tentang sholat dan apa yang harus ia lakukan untuk menjadi seorang Muslim. Mendengar itu, Hasan sedikit terkejut, tetapi sangat senang.
Sepulang sekolah, Martin pergi ke rumahnya dan menunggu sampai ayahnya pulang kerja. Lalu Hasan mengatakan kepada ayahnya bahwa Martin ingin menjadi Muslim. Ayahnya menatap dengan terkejut dan bahagia, lalu memeluk sangat erat.
"Kami duduk di atas sajadah dan dia menyuruh saya membaca syahadat, Sekarang sudah lebih dari 20 tahun saya memeluk Islam. Saya telah pindah dari kota asal saya dan memiliki keluarga sendiri," kata Martin.
"Keluarga Hasan masih sangat saya sayangi. Mereka menunjukkan kepada saya keindahan Islam. Mereka menunjukkan kepada saya cara indah Nabi Muhammad SAW, bagaimana memperlakukan tamu kami. Melalui perilaku indah mereka terhadap saya, saya menjadi tertarik pada Islam," kata Martin.
Penulis, Claudia Azizah, menceritakan kisah Martin Ahmad. Dia memeluk Islam lebih dari 20 tahun yang lalu di Jerman.
https://aboutislam.net/reading-islam/my-journey-to-islam/muslim-hospitality-made-me-embrace-islam/