Calon Jamaah Umrah RI Bisa Terganjal Syarat Booster Vaksin

Pemerintah mengisyaratkan fokus mengejar target vaksinasi dua dosis daripada booster.

EPA-EFE/SAUDI HAJJ AND UMRAH MINISTRY
Sebuah foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Haji dan Umrah Saudi menunjukkan jamaah haji mengenakan masker pelindung wajah, berputar-putar di sekitar Ka
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zahrotul Oktaviani, Imas Damayanti, Antara

Baca Juga


Meski Pemerintah Arab Saudi telah memberikan lampu hijau untuk calon jamaah dari Indonesia yang hendak menjalankan ibadah umrah, ada syarat dari pihak kerajaan yang sepertinya akan menjadi pengganjal para calon jamaah. Syarat itu adalah diwajibkannya dosis tambahan (booster) bagi calon jamaah yang sudah divaksinasi tapi di luar jenis vaksin Pfizer, Moderna, AstraZaneca, dan Johnson & Johnson.

Guna mengantisipasi aturan atau syarat yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi yang kemungkinan masih akan berubah-ubah, Kementerian Agama (Kemenag) saat ini tengah menyiapkan teknis-teknis keberangkatan umrah jamaah Indonesia. Dalam persiapannya, sebuah lini masa (timeline) telah dibuat hingga akhir bulan Oktober ini.

"Saat ini kita sedang menyiapkan teknis-teknis keberangkatan umrah. Untuk bisa berangkat umrah, pemerintah Arab Saudi membuat persyaratan harus vaksin yang diakui oleh Saudi. Di antaranya Moderna, pfizer, AstraZeneca, serta Johnson & Johnson," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Nur Arifin dalam pesan yang diterima Republika, Kamis (14/10).

Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya lansia, selama ini menggunakan vaksin merek Sinovac dan Sinopharm. Pihak Arab Saudi sudah menyatakan menerima dua jenis vaksin tersebut, namun hingga kini masih dalam tahap diplomasi apakah jamaah dari Indonesia memerlukan booster atau tidak.

Apalagi, kata Arifin, hingga kini belum ada regulasi penggunaan booster vaksin di Indonesia. Di mana, Kementerian Kesehatan sebagai penentu keputusan terkait program vaksinasi.

"Yang terjadi saat ini, Pemerintah Saudi masih menginginkan adanya booster bagi masyarakat yang menggunakan vaksin Sinovac dan Sinopharm. Tetapi, saat ini dari Kemenkes Indonesia terus melakukan bargaining kalau bisa jangan ada booster," lanjutnya.

Menurut Arifin, ada hal-hal teknis yang harus disiapkan pemerintah terkait keberangkatan jamaah umrah pada masa pandemi. Pihaknya menyiapkan rencana pemberangkatan tahap pertama agar jamaah benar-benar sehat dan tidak muncul kasus positif Covid-19 seperti yang pernah terjadi.

Atas alasan tersebut, Kemenag merencakan keberangkatan jamaah nantinya melalui satu pintu atau one gate, dari Jakarta.

"Kami sudah membuat timeline persiapan teknis. Mulai Selasa kemarin ada pembahasan tentang integrasi data antara PeduliLindungi dan Tawakkalna, dan sertifikat vaksin agar barcode-nya terbaca," ucap dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana menyebut sampai saat ini pemerintah Indonesia masih fokus pada penanganan Covid-19 di dalam negeri. Di dalamnya, pemerintah berupaya memberikan dua dosis vaksin bagi kurang lebih 208 juta penduduk, termasuk calon jamaah umrah.

"Saat ini pemerintah Indonesia fokus utamanya masih penanggulangan Covid-19. Secara simultan, kami juga menyiapkan untuk dibukanya umrah dan haji. Untuk vaksin, kami menggenjot agar 208 juta masyarakat ini tervaksinasi dulu," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (11/10).

Menurut Budi, Kerajaan Saudi telah menetapkan aturan meminta vaksin lengkap dua dosis, lalu ditambah booster bagi calon jamaah umrah. Sehingga, vaksinasi dosis lengkap harus dikejar terlebih dulu, sembari Kemenkes berupaya melakukan lobi terkait aturan booster ini.

"Kepastian terkait booster ini sedang dikejar, sembari pemerintah Indonesia mendorong agar vaksin Sinovac bisa juga digunakan oleh jamaah umrah," lanjutnya.


Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, bahwa pada intinya semua negara berusaha melindungi warganya agar terlindung dari Covid-19 dengan vaksinasi. Pada saat sekarang, kata dia,  jumlah vaksin yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan seluruh rakyat di dunia.

Terkait aturan syarat vaksin booster bagi calon jamaah umrah, Wiku tidak merespons dengan lugas. Ia hanya menegaskan, bahwa apabila fokus target vaksinasi sudah terpenuhi, maka hal-hal lainnya tentang persyaratan spesifik terkait sebuah aktivitas sosial, keagamaan, atau ekonomi dapat didiskusikan lebih jauh.

"Maka fokus vaksinasi pada saat sekarang adalah melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat di atas kepentingan lainnya," kata Wiku kepada Republika, Jumat (15/10).

Berbicara di Lebak, Banten, Kamis (14/10), Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin juga mengisyaratkan, bahwa fokus pemerintah saat ini adalah menuntaskan target vaksinasi dosis lengkap (dua), bukan booster. Budi menegaskan, stok vaksin Covid-19 di Indonesia masih sangat kurang dan cakupannya belum meluas dengan target 208 juta orang.

"Kalau kita berikan vaksin ketiga dengan jumlah terbatas, padahal 100 orang Indonesia lainnya belum divaksinasi, secara etis, kok, gitu, ya, kan?" kata Budi.

Menurut Budi, pemerintah masih melobi pihak Kerajaan Saudi terkait booster vaksin calon jamaah umrah. "Kita sedang bicara dengan Saudi, Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesehatan, agar jangan sampai vaksin itu keluar dari koridor kesehatan, apalagi politik," ujar Budi.

Sebelumnya, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah masih membahas prosedur umrah dan vaksinasi Covid-19 terkait persyaratan dari Arab Saudi bagi calon jamaah asal Indonesia.

"Akan ada persiapan teknis, baik terkait prosedur umrah, vaksinasi dan karantina," kata Nadia di Jakarta, Selasa (12/10).

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler