Jubir Jokowi Harus Bisa Ikut Rapat Kabinet, Bukan Ecek-Ecek
Fadjorel kini sudah menjadi Dubes RI untuk Kazhakstan merangkap Tajikistan.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (25/10) di Istana Negara melantik 17 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk sejumlah negara sahabat. Di antara yang dilantik pada pagi hari ini yakni Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman sebagai Dubes untuk Kazakhstan merangkap Tajikistan.
Sejak pelantikannya, maka Fadjroel pun resmi menjalankan tugasnya sebagai duta besar. Lalu siapa yang akan menggantikan jabatan Juru Bicara Presiden setelah pelantikan Fadjroel? Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin mengatakan, hingga kini Presiden belum memberikan arahan untuk mencari pengganti Fadjroel sebagai juru bicaranya.
“Sampai saat ini belum ada arahan Presiden,” ujar Bey kepada wartawan.
Seperti diketahui, Fadjroel telah menjabat sebagai Juru Bicara Presiden sejak 21 Oktober 2019. Menurut Bey, penjelasan terkait agenda dan program Kepresidenan nantinya masih dapat disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, serta Kantor Staf Kepresidenan.
“Selain itu, di Istana sudah ada Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, dan KSP,” kata dia.
Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mengusulkan agar posisi Juru Bicara Presiden yang sebelumnya diemban Fadjroel dirangkap oleh Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab), Pramono Anung.
"Menurut saya harus diperkuat ya, jadi malah saya mengharapkan Mensekab merangkap jubir itu. Karena seharusnya, juru bicara itu harus punya akses kepada rapat kabinet," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/10).
Sepengetahuan Fachri, jubir sebelumnya tak memiliki akses untuk ikut rapat kabinet. Karena itu, ke depan hal itu tidak boleh lagi terjadi.
"Yang saya tahu selama ini jubir-jubirnya nggak ada yang punya akses ke rapat kabinet. Terus dia nyari-nyari berita sendiri di internet, di apa, terus dia baru ngomong, gitu loh. Nggak boleh," ujarnya.
Dirinya meminta pemerintah mencontoh Amerika Serikat yang memposisikan jubir setingkat menteri. Ia juga berharap jubir diisi oleh figur yang solid.
"Jangan taruh figur yang ecek-ecek juga harus betul-betul solid, supaya Presiden terbantu di dalam mensosialisasikan ide-ide pemerintah," ungkapnya.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyarankan Presiden Jokowi mencontoh Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid dan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam memilih jubir.
"Saya berharap Pak Jokowi itu kemudian menunjuk jubir apakah satu atau dua tentu berpulang menurut kebutuhan beliau kira-kira yang sosoknya itu paling tidak seperti Pak Wimar atau Pak Julian Aldrin itulah," ungkap Arsul, Senin (25/10).
"Jadi memang jubirnya itu jubir yang memang jagoan berkomunikasi, bukan jagoan miskomunikasi," imbuhnya.
Menurutnya, sosok Wimar Witoelar dan Julian Aldrin Pasha merupakan contoh jubir yang dinilai baik. Selain itu, ia juga menilai seorang jubir presiden harus sosok yang miliki kapasitas.
"Yang punya kapasitas itu yang seperti apa? Pertama, tentu kemampuan komunikasi publiknya bagus, yang kedua tentu orang yang punya daya koordinasi yang tinggi dengan jajaran pemerintahan lainnya, dan yang ketiga saya kira adalah orang yang memang tiap saat itu bisa gampang untuk dihubungi dikomunikasi," ujarnya.
Baca juga : Luhut Ungkap Modus Pelanggaran PeduliLindungi
Terkait adanya usulan agar jubir dirangkap oleh Sesmenkab, ia menyerahkan keputusan tersebut kepada presiden. Menurutnya sosok Sesmenkab, Pramono Anung, merupakan sosok yang dinilai memiliki kapabilitas.
"Tetapi apakah beliau yang nanti akan merangkap karena tugasnya sebagai menseskab itu juga cukup berat, ya biar Pak Jokowi yang mempertimbangkan," ucapnya.