Astindo Usulkan Maskapai Batasi Penumpang

Pelaku usaha khawatir bila terjadi peningkatan kasus Covid-19 kembali.

Republika
Tes PCR untuk penerbangan (ilustrasi). DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT mengusulkan agar maskapai penerbangan memberlakukan pembatasan penumpang hingga 75 persen.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT mengusulkan agar maskapai penerbangan memberlakukan pembatasan penumpang hingga 75 persen. Hal itu guna mencegah penyebaran Covid-19, setelah keputusan soal tak wajib tes PCR.

Ia mengapresiasi pemerintah akhirnya tidak mewajibkan tes PCR untuk naik pesawat ke semua daerah di Indonesia. Namun, kalau bisa angkutan penumpang pesawat jumlahnya dibatasi. "Artinya angkutan penumpang pesawatnya tidak 100 persen seperti saat ini," kata Wakil Ketua DPD Astindo NTT Robert Waka saat dihubungi dari Kupang, NTT, Selasa (2/11).

Robert secara pribadi mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia membantu meringankan beban masyarakat ekonomi rendah dan para pelaku perjalanan. Di sisi lain keputusan tak wajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan di seluruh Indonesia, akan meningkatkan kunjungan wisatawan khususnya di daerah wisata Labuan Bajo.

"Dampak secara langsung tentunya akan meningkatkan kunjungan wisatawan di daerah wisata, misalnya di Labuan Bajo. Namun yang kami khawatirkan angka kasus Covid-19 akan meningkatkan," ujar dia.

Ia menilai, keakuratan tes PCR lebih bagus dibandingkan tes antigen sehingga itu akan lebih mencegah penyebaran Covid-19. Selama ini, berdasarkan Intruksi Mendagri menyebutkan transportasi umum seperti kendaraan umum, angkutan massal, taksi, dan untuk pesawat terbang kapasitas penumpangnya 100 persen asalkan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Pemberlakukan kebijakan soal tidak wajib tes PCR itu juga diapresiasi oleh seorang pelaku perjalanan di Kota Kupang yakni Bobby Pitoby. Menurut Bobby, keputusan soal tak wajibkan pelaku perjalanan untuk tes PCR itu membantu meringankan beban ekonomi masyarakat.

"Bayangkan saja, sekali jalan Rp 300 ribu kemudian belum pulang lagi, hitung-hitung harganya Rp 600 ribu. Ini tentu memberatkan masyarakat," ujar dia.

Tentunya dengan putusan ini juga akan kembali membangkitkan kembali perekonomian Indonesia, khususnya di sektor pariwisata.

Baca Juga


 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler