Minimnya Penelitian Terkait Wanita dan Ibu Hamil
Wanita dan ibu hamil disebut kurang terwakili dalam penelitian ilmiah.
REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Umi Nur Fadhilah, Adysha Citra Ramadani
Secara historis, wanita dan orang hamil diabaikan dari banyak penelitian ilmiah terkait panduan rekomendasi kesehatan, perkembangan obat, kemajuan teknologi, hingga pandemi Covid-19. Namun, dalam tinjauan studi baru menunjukkan, orang hamil secara khusus sangat kurang terwakili dalam penelitian ilmiah yang menginformasikan pedoman nutrisi.
Emily R Smith, Penulis Utama Studi dan Asisten Profesor di Departemen Kesehatan Global dan Ilmu Olahraga di George Washington University, mengatakan, sebuah penelitian dilakukan terkait pemenuhan gizi untuk ibu hamil. Para peneliti melakukan penelitian karena dilatar belakangi kurangnya informasi mengenai rekomendasi gizi bagi ibu hamil.
Penelitian dilakukan untuk meneliti sulementasi mikronutrien pada ibu hamil. Penelitian menekankan, sebelum membahas vitamin, ibu hamil juga memerlukan nutrisi untuk meningkatkan kesehatannya beserta bayi yang dikandung.
Dalam penelitiannya, Smith menemukan bahwa setelah wanita mengonsumsi vitamin prenatal, mereka terkadang tetap kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan. Smith dan timnya menganalisis 704 studi, melihat informasi tentang 23 mikronutrien.
Smith dan tim menemukan bahwa 23 persen dari penelitian hanya melibatkan peserta laki-laki. Dalam penelitian yang juga melibatkan peserta perempuan, mereka masih kurang terwakili dan hanya menyumbang 29 persen dari peserta.
Studi nutrisi yang paling berteknologi maju juga paling kecil kemungkinannya untuk memasukkan peserta wanita. Dari semua studi nutrisi, hanya 17 persen memasukkan orang hamil atau orang yang sedang menyusui.
Menurut Smith, ketika orang mengecualikan wanita dari uji coba vaksin atau uji nutrisi karena tidak ingin membahayakan mereka, faktanya populasi itu kemudian tidak akan memiliki nutrisi, vaksin, atau perawatan apapun yang telah diuji sebelumnya. Orang hamil juga harus dilindungi melalui penelitian yang ada.
Smith dan tim juga menemukan bahwa kurang dari 10 persen studi yang dianalisis mengidentifikasi ras atau etnis peserta. Hal ini berarti hanya ada sedikit cara untuk mengetahui apakah populasi minoritas terwakili secara adil, kurang terwakili, atau terlalu terwakili.
Menurut Direktur Program Nutrisi Manusia di John Hopkins University, Parul Christian, ada hal yang umumya tidak terlibat dalam penelitian. Secara umum, pengetahuan ilmiah yang ada tentang kebutuhan zat gizi esensial pada manusia cenderung tidak lengkap dan tidak dapat digeneralisasi.
Hal ini terutama berlaku untuk tahap kehidupan yang sangat kritis dari kehamilan dan menyusui, yang menentukan kesehatan untuk generasi berikutnya. Kondisi itu diperburuk ketika peneliti tidak memperhitungkan ras, geografi, atau latar belakang.
Dalam penelitian selama bertahun-tahun di lingkungan berpenghasilan rendah, Christian menemukan bahwa defisiensi mikronutrien tinggi terkait dengan hasil kelahiran dan kesehatan ibu buruk. Kemudian, terdapat kekurangan pengetahuan tentang tingkat optimal, padahal nutrisi dapat membantu.
Namun, Smith mengatakan, ada cukup informasi dari pengalaman dunia nyata dan uji klinis untuk menentukan bahwa mengonsumsi vitamin prenatal masih bermanfaat bagi ibu hamil dan bayi. Smith dan Christian mendesak para ilmuwan untuk memasukkan wanita dan orang hamil sebanyak mungkin dalam penelitian masa depan untuk mengoreksi dan menyeimbangkan kembali representasi mereka dalam diskusi ilmiah.
Penelitian Covid-19 ibu hamil
Di tengah pandemi, penelitian terkait Covid-19 bagi ibu hamil kian diperhatikan. Pasalnya, virus Covid-19 yang terus bermutasi, khususnya varian Delta, diketahui sangat mudah menular. Hal ini tentunya mengancam ibu hamil.
Infeksi Covid-19 pada ibu hamil diungkapkan lewat studi terbaru yang dimuat dalam jurnal American Journal of Obstetrics and Gynecology. Pada periode Mei 2020 sampai September 2021, peneliti melibatkan 1.515 ibu hami yang terdiagnosis Covid-19 dalam studi ini.
Sebanyak 82 kasus Covid-19 di antara ibu hamil tersebut merupakan kasus berat. Sebanyak 81 ibu hamil dari 82 kasus ini, memiliki status belum divaksinasi. Dari 82 kasus Covid-19 berat ini, 11 ibu hamil membutuhkan alat bantu ventilator. Peneliti mengungkapkan, ada dua kasus kematian ibu hamil di antara 82 kasus Covid-19 berat ini.
Hasil studi menunjukkan, ada sekitar lima persen pasien hamil yang bergelut dengan Covid-19 berat pada Maret 2021. Setelah itu, angka tersebut meningkat jadi 10-15 persen di penghujung musim panas ketika varian delta merebak.
Berdasarkan temuan dalam studi ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa ibu hamil yang belum vaksinasi dan terinfeksi varian delta memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami gejala berat. Selai itu, ibu hamil yang belum divaksinasi lebih berisiko membutuhkan perawatan di rumah sakit bila terkena Covid-19.
"Bila Anda hamil dan Anda terkena Covid-19, risiko Anda meningkat untuk mengalami sakit berat," jelas Juru Bicara Infectious Diseases Society of America Dr Aaron Glatt yang tak terlibat dalam studi ini, seperti dilansir Fox News.
Ketua tim peneliti Dr Emily Adhikar dari University of Texas Southwestern Medical Center mengatakan temuan ini memunculkan kekhawatiran mengenai dampak varian delta terhadap ibu hamil yang belum divaksinasi. Dr Adhikar berharap vaksinasi bisa semakin diperluas untuk menghindari situasi yang tak diinginkan.
"Saya khawatir mengenai seperti apa masa depat bagi ibu hamil yang belum divaksinasi (di masa pandemi ini)," ujar Dr Adhikar.
Dengan mempertimbangkan data yang ada, tim peneliti mengimbau ibu hamil menjalani vaksinasi Covid-19. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga telah memberikan imbauan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil dan perempuan yang berencana hamil.