Ancaman China, Parlemen Eropa ke Taiwan: Anda tak Sendiri!

Anggota parlemen Raphael Glucksmann tegaskan dukungan Eropa untuk Taiwan.

EBC via AP
Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng berbicara di Taipei, Taiwan, Kamis (28/10). Ia mengatakan Taiwan harus siap membela diri dan tidak bergantung pada negara lain jika China melancarkan serangan ke negara tersebut.
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Delegasi resmi pertama Parlemen Eropa mengunjungi Taiwan pada Kamis (4/11). Kunjungan tersebut dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara Taiwan dan China.

Baca Juga


“Kami datang ke sini dengan pesan yang sangat sederhana dan jelas: Anda tidak sendirian. Eropa mendukung Anda,” kata anggota Parlemen Eropa dari Prancis, Raphael Glucksmann, kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam pertemuan yang disiarkan langsung lewat Facebook.

Menurut Glucksmann, kunjungan dia dan anggota Parlemen Eropa lainnya harus dianggap sebagai langkah pertama yang penting. “Namun, selanjutnya kita membutuhkan agenda yang sangat konkret dari pertemuan tingkat tinggi dan langkah-langkah konkret tingkat tinggi bersama untuk membangun kemitraan Uni Eropa-Taiwan yang jauh lebih kuat,” ujarnya.

Kunjungan tiga hari yang diselenggarakan komite Parlemen Eropa tentang campur tangan asing dalam proses demokrasi akan mencakup pertukaran dengan pejabat Taiwan mengenai ancaman seperti disinformasi dan serangan siber. Tsai Ing-wen, dalam pertemuan dengan delegasi Parlemen Eropa, memperingatkan tentang upaya China mendapatkan pengaruh di wilayahnya.

Tsai meminta badan-badan keamanan melawan upaya infiltrasi. “Kami berharap dapat membangun aliansi demokratis melawan disinformasi. Kami percaya Taiwan dan Uni Eropa pasti dapat terus memperkuat kemitraan kita di semua domain,” katanya.

China diketahui mengeklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Baru-baru ini Tsai Ing-wen mengatakan ancaman yang ditimbulkan China terhadap Taiwan terus meningkat setiap hari. Namun, dia menekankan, Taiwan berada di garis depan dalam perjuangan untuk demokrasi.

“Ketika rezim otoriter menunjukkan kecenderungan ekspansionis, negara-negara demokratis harus bersatu untuk melawan mereka. Taiwan ada di garis depan,” kata Tsai dalam sebuah wawancara dengan CNN pada akhir Oktober lalu.

Tsai mengungkapkan, dia tetap terbuka untuk berdialog dengan Presiden Cina Xi Jinping. Dia menilai, komunikasi akan membantu mengurangi kesalahpahaman antara kedua pemerintah. “Mengingat perbedaan kita dalam hal sistem politik, kita dapat duduk dan berbicara tentang perbedaan kita dan mencoba membuat pengaturan sehingga kita dapat hidup berdampingan secara damai,” ujarnya.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu melakukan perjalanan ke Eropa. Hal itu memicu kemarahan Cina. Beijing kemudian memperingatkan negara-negara tuan rumah agar tidak merusak hubungan dengannya. Akibatnya, sebagian besar negara Benua Biru enggan menerima kunjungan Joseph Wu atau mengirim pejabat tinggi ke Taiwan.

Pada Oktober lalu, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi tak mengikat untuk memperdalam hubungan dengan Taiwan. Salah satunya lewat jalur investasi. Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan negara-negara Eropa mana pun, kecuali Vatikan. Taipei berkeinginan mempererat hubungan dengan mereka. (Reuters/Kamran Dikarma)

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler