Pakar UGM: Banjir Bandang Batu Tunjukkan Gangguan Ekosistem

Banyak kawasan di Kota Batu dengan kemiringan di atas 40 derajat, jadi rentan banjir.

Dok. ProFauna Indonesia
Lembaga Protection of Forest & Fauna (ProFauna) Indonesia menemukan alih fungsi lahan di kawasan hutan lindung, Kota Batu, Jawa Timur (Jatim).
Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Kebencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Suratman mengatakan banjir bandang yang melanda Kota Batu, Malang, Jawa Timur, pada Kamis (4/11) menunjukkan ada gangguan ekosistem di wilayah tersebut.

Baca Juga


"Banjir ini sebagai peringatan ekosistem yang terganggu oleh manusia," kata Suratman.

Suratman menuturkan gangguan ekosistem akibat alih fungsi lahan oleh manusia menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir bandang di Batu. Banjir, kata dia, terjadi karena ada desakan penggunaan lahan untuk pertanian maupun permukiman.

Pengaruh tekanan penduduk dalam penggunaan lahan, menurut dia, tidak lagi sesuai dengan daya dukung lingkungan dan kemampuan lahan. "Perlu dilihat kalau sebagai daerah resapan air, kawasan lindung semestinya banyak pohon-pohonnya. Jadi harus mengendalikan keterbukaan lahan dan ada konservasi," kata Guru Besar Fakultas Geografi UGM ini.

Sementara itu dari sisi sistem tanah, dikatakan Suratman, kawasan Kota Batu memiliki lansekap yang juga rentan terjadi banjir. Banyak wilayahnya berupa lereng-lereng dan perbukitan.

Selain itu banyak kawasan dengan kemiringan di atas 40 derajat dengan ketebalan tanah yang cukup tebal. Beberapa kondisi tersebut, ujar dia, menjadi pemicu banjir.

Lebih lanjut, Suratman mengungkapkan kondisi Kota Malang dengan suhu yang dingin dan lembab menjadikan pelapukan massa batuan tanah aktif sehingga saat hujan deras mengakibatkan banjir yang membawa material-material seperti lumpur dan sampah.

"Dari material vulkanik suburnya luar biasa. Secara ekonomi ini menggiurkan, tetapi secara risiko bencana mengkhawatirkan," kata dia.

Suratman menambahkan dengan isu perubahan iklim, Indonesia patut waspada. Menurut dia, persoalan hujan ekstrem dan pengaruh daerah pegunungan dengan elevasi tinggi serta memiliki curah hujan lebih dari 3.000 milimeter per tahun patut menjadi perhatian bersama.

Indonesia dengan banyak gunung vulkanik dan tingginya proses alih fungsi lahan, katanya, perlu menjadi hal yang harus diwaspadai. "Ini jadi peringatan terutama di Pulau Jawa, harus waspada karena banyak wilayahnya yang memiliki kondisi serupa dengan Batu sehingga rentan banjir," kata Suratman.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler