Perubahan Iklim Ubah Cita Rasa Kopi di Dunia
Perubahan iklim membuat pohon kopi kini semakin jarang ditemukan.
REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Adysha Citra Ramadani
Perubahan iklim memiliki dampak yang serius terhadap beragam isu lingkungan di dunia. Kondisi ini ternyata turut mempengaruhi perubahan cita rasa kopi di berbagai belahan dunia.
Saat ini, pohon kopi tumbuh pada lebih dari 27 juta hektar lahan di dunia. Sebagian besar dari pohon kopi ditanam di perkebunan kecil yang tersebar di lebih dari 50 negara.
Pohon kopi tumbuh dengan baik di bawah iklim tropis dengan suhu sedang dan tanah yang kaya. Kondisi ideal untuk menumbuhkan pohon kopi arabika adalah pada suhu 13,9 derajat Celsius, dengan curah hujan tahunan 990,6-2.692,4 mm per tahun, dan musim kemarau tahunan yang berlangsung sekitar 1-3 bulan.
Perubahan iklim membuat cuaca menjadi semakin ekstrim dan kondisi ideal untuk menumbuhkan pohon kopi semakin jarang ditemukan. Kondisi ini turut berimbas pada perubahan aroma dan rasa kopi yang dihasilkan.
Seperti dilansir WebMD, Rabu (10/11), peneliti mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas kopi. Sebagian di antaranya adalah terlalu banyak paparan panas dan cahaya serta terlalu sedikit air. Perubahan iklim membuat faktor-faktor ini mengalami peningkatan.
Kopi juga diketahui rentan terhadap peningkatan kadar karbon dioksida. Karbon dioksida merupakan produk sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil. Seperti diketahui, emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Hal ini diungkapkan dalam sebuah ulasan dalam Frontiers in Plant Science. Tim peneliti mengatakan perubahan yang terjadi tak hanya berkaitan dengan aroma dan rasa kopi, tetapi juga senyawa-senyawa dalam kopi yang berkaitan dengan kesehatan dan nutrisi manusia.
Ulasan ini melibatkan 73 studi yang berfokus pada faktor-faktor lingkungan dan praktek pertanian yang berkaitan dengan perubahan iklim. Hal ini termasuk adaptasi yang dilakukan petani dalam menghadapi perubahan pola cuaca.
Baca juga : Perubahan Iklim Bisa Bikin Kopi Favorit tak Senikmat Dulu
Tim peneliti mengungkapkan bahwa ada beberapa teknik berkebun yang dapat mencegah dampak buruk perubahan iklim terhadap kualitas kopi. Salah satu di antaranya adalah membangun struktur yang dapat meminimalkan paparan cahaya dan mengurangi panas pada lahan kebun kopi.
Ulasan ini masih memiliki keterbatasan karena bukan sebuah eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan dengan tepat mengenai hal apa yang bisa melindungi kopi dari perubahan iklim. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi strategi bermanfaat dalam mengoptimalkan kopi.
Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap manfaat kopi bagi kesehatan. Seperti diketahui, konsumsi kopi berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung, beberapa jenis kanker, diabetes tipe 2, dan penurunan kognitif. Selain itu, kopi juga diketahui turut berperan dalam memperpanjang harapan hidup.
Manusia penyebab perubahan iklim
Sejumlah konsensus ilmiah menyatakan bahwa manusia adalah penyebab terbesar perubahan iklim di bumi, yakni dengan persentasenya mencapai 99,9 persen. Kesimpulan itu ditemukan oleh peneliti yang memeriksa total 3.000 studi peer-review, dipilih secara acak dari daftar 88.125 makalah terkait iklim. Penelitian ini telah dipublikasikan di Environmental Research Letters.
Periode studi dan makalah adalah yang diterbitkan sejak 2012. Hasilnya menemukan bahwa hanya empat studi yang masih punya keraguan bahwa aktivitas manusia mengarah pada pergeseran iklim bumi.
Terakhir kali penelitian serupa dilakukan, yakni melalui makalah yang diterbitkan antara tahun 1991 dan 2012. Ada 97 persen kepastian sehingga tampaknya tingkat skeptisisme yang kecil terus menyusut dari waktu ke waktu.
"Kami hampir yakin bahwa konsensus lebih dari 99 persen sekarang dan itu cukup banyak kasus ditutup untuk setiap percakapan publik tentang realitas perubahan iklim yang disebabkan manusia," kata Mark Lynas, pemimpin iklim dari Alliance for Science di Cornell University, New York, dilansir sari Science Alert.
Baca juga : OVO Beri Klarifikasi Soal Pencabutan Izin Usaha Oleh OJK
Banyaknya penelitian yang telah dianalisis hanya menyisakan sedikit ruang untuk argumen ketika harus memperdebatkan ilmu tentang perubahan iklim. Lynas menambahkan bahwa untuk memahami konsensus, maka perlu pengukuran.
Studi khusus ini tidak mencoba menjawab pertanyaan mengapa ada perbedaan antara apa yang dipikirkan ilmuwan dan pemiliran publik. Tetapi peneliti lain mencoba menawarkan beberapa ide, seperti penyebaran disinformasi.
Tidak ada keraguan tentang bagaimana aktivitas manusia menyebabkan pemanasan global, seperti melalui emisi gas rumah kaca. Dengan dimulainya KTT iklim global COP26 di Inggris pada akhir bulan ini, para pemimpin dunia memiliki kesempatan lain untuk menerapkan langkah-langkah berani untuk memperlambat pemanasan planet Bumi.