Negara-Negara Arab Mulai Dekati Suriah, AS Tebar Ancaman
AS mengkritik UEA dan negara Arab lain yang akan menormalisasi hubungan dengan Suriah
REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed bertemu dengan Presiden Bashar al-Assad di Damaskus pada Selasa (9/10). Pertempuran ini adalah tanda membaiknya hubungan antara Assad dan negara Arab sekutu Amerika Serikat (AS) yang pernah mendukung pemberontak untuk menggulingkannya.
Sheikh Abdullah adalah pejabat UEA paling senior yang mengunjungi Suriah dalam satu dekade sejak meletusnya perang saudara. Dalam peristiwa itu, beberapa negara Arab mendukung pemberontak Muslim Sunni melawan Assad.
Sebuah pernyataan oleh kepresidenan Suriah mengatakan menteri luar negeri memimpin delegasi pejabat senior Emirat yang membahas hubungan bilateral dan kerja sama dalam pertemuan dengan rekan-rekan Suriah. Mereka berdiskusi untuk menjajaki ranah baru untuk kerja sama, terutama di sektor-sektor vital dalam rangka memperkuat kemitraan investasi di sektor-sektor ini.
Menurut laporan kantor berita UEA, WAM, Sheikh Abdullah menggarisbawahi dalam pertemuannya dengan Assad untuk menyampaikan keinginan UEA pada keamanan, stabilitas, dan persatuan Suriah. Dia juga menekankan dukungan UEA untuk semua upaya yang dilakukan untuk mengakhiri krisis Suriah, mengonsolidasikan stabilitas di negara itu, dan memenuhi aspirasi rakyat Suriah yang bersaudara.
"UEA terus membangun jembatan, meningkatkan hubungan, dan menghubungkan apa yang terputus," ujar pejabat senior UEA dan penasihat diplomatik untuk presiden Emirates, Anwar Gargash, di Twitter.
Di lain pihak, Amerika Serikat (AS) mengkritik upaya yang bertujuan menormalisasi hubungan dengan Suriah. Hal itu disampaikan setelah Sheikh Abdullah bin Zayed mengunjungi Damaskus.
Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price mengatakan, negaranya tak mendukung pertemuan semacam itu. “Kami prihatin dengan laporan pertemuan ini dan sinyal yang dikirimkannya,” ujarnya dalam pengarahan pers reguler Deplu AS.
“Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, pemerintahan ini tidak akan menyatakan dukungan apa pun untuk upaya menormalkan atau memulihkan (hubungan dengan) Bashar al-Assad yang merupakan diktator brutal,” kata Price menambahkan.
Baca juga : Krisis Afghanistan: Munculnya Pengemis Roti
Senator AS dari Partai Republik Jim Risch turut mengkritik pertemuan Sheikh Abdullah dengan pejabat tinggi Suriah, termasuk Bashar al-Assad. Risch merupakan anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
“Sangat memalukan semakin banyak negara yang terbuka untuk menormalisasi hubungan dengan (pemerintahan) Assad. UEA dan lainnya yang mengabaikan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap warga sipil Suriah harus bekerja untuk menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 sebelum mengambil langkah lebih lanjut menuju normalisasi,” tulis Risch di akun Twitter pribadinya.
Selain peringatan publik, AS telah menyatakan bakal menjatuhkan sanksi bagi siapa pun yang menjalin kerja sama bisnis dengan pemerintahan Bashar al-Assad. Sikap demikian akan dipertahankan hingga resolusi damai tercapai di Suriah. Washington juga mengatakan tidak akan mencabut sanksi, termasuk tindakan yang dapat membekukan aset siapa pun yang berurusan dengan Damaskus, terlepas dari kebangsaannya.
Alih-alih mengindahkan, UEA justru mengabaikan ancaman tersebut. Mereka memutuskan membuka lagi kedutaan besarnya di Damaskus dan membangun kontak dengan pemerintahan Assad.
UEA sebelumnya telah mengkritik sanksi AS terhadap Suriah. Namun, Washington tetap teguh dengan pendiriannya terhadap pemerintahan Assad.
UEA telah berada di garis depan upaya beberapa negara Arab untuk menormalkan hubungan dengan Suriah. Awal tahun ini, UEA menyerukan agar Suriah diterima kembali ke Liga Arab dan membuka kembali kedutaannya di Damaskus tiga tahun lalu.
Yordania dan Mesir, keduanya sekutu AS, juga telah mengambil langkah-langkah menuju normalisasi hubungan dengan bantuan Rusia dan Iran. Bulan lalu, Raja Abdullah dari Yordania berbicara dengan Assad untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Perbatasan antara negara dibuka kembali untuk perdagangan. Menteri luar negeri Mesir juga bertemu dengan mitranya dari Suriah pada September dan menjadi kontak tingkat tertinggi antara negara-negara sejak perang saudara dimulai.
Pada 27 Desember 2018, UEA membuka kembali kedutaan besarnya di Damaskus setelah tujuh tahun ditutup di tingkat kuasa usaha. Pada Juni 2020, mantan presiden AS Donald Trump memperingatkan Abu Dhabi tentang dampak normalisasi lanjutan dengan rezim Suriah.
Kala itu pemerintahan Trump menyebut negara manapun, termasuk UEA, dapat dijatuhi sanksi lewat Caesar Act. Itu merupakan undang-undang yang mengatur sanksi bagi siapa pun, termasuk perusahaan, yang menjalin kerja sama dengan pemerintahan Assad.
Caesar Act bertujuan memaksa pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan mendorong solusi politik di Suriah. UEA sebelumnya mengatakan bahwa Caesar Act mempersulit Suriah untuk kembali ke Liga Arab.