Bahaya Campak di Tengah Pandemi

Lebih dari 22 juta bayi di dunia yang melewatkan vaksin campak pada 2020.

Antara/Wahdi Septiawan
Seorang murid kelas 1 SD mendapatkan suntikan vaksin campak dari tenaga kesehatan di ruang kelas yang dihiasi ornamen pesta ulang tahun di SDN 28 Kota Jambi, Jambi, Kamis (9/9/2021). Banyak anak melewatkan dosis pertama vaksin campak di tengah pandemi Covid-19.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi membuat perhatian banyak orang lebih terfokus pada penanganan Covid-19. Hal ini membuat keberadaan penyakit dan virus lain yang juga dapat mengancam kesehatan sedikit terabaikan, salah satu di antaranya adalah penyakit campak.

Meski kasus campak tampak mengalami penurunan, laporan terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa kemajuan upaya eliminasi campak juga tampak menurun. Kondisi ini berisiko memicu terjadinya wabah measles di kemudian hari.

WHO mengungkapkan bahwa ada lebih dari 22 juta bayi di dunia yang melewatkan pemberian dosis pertama vaksin campak tahun lalu. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar dalam dua dekade ke belakang.

Hanya ada 70 persen anak yang menerima dosis kedua vaksin campak. Selain itu, kampanye vaksinasi campak di 23 negara juga tertunda akibat pandemi.

Baca Juga


Pada 2019, laporan kasus campak mencapai angka tertinggi dalam hampir seperempat abad. Laporan terkini menyebutkan bahwa kampanye vaksinasi campak yang mulanya direncanakan pada 2020 di 23 negara ditunda, sehingga menyebabkan lebih dari 93 juta orang berisiko terkena penyakit tersebut.

CDC juga menyoroti adanya wabah campak besar yang sudah terjadi di 26 negara. Kasus yang terjadi pada wabah penyakit akibat infeksi virus rubeola ini mencakup 84 persen kasus campak yang terjadi selama 2020.

Berdasarkan data ini, CDC mendorong seluruh negara dan rekan organisasi kesehatan dunia untuk kembali memprioritaskan vaksinasi campak pada anak-anak. Langkah ini penting dilakukan demi mencegah kematian dan wabah campak di kemudian hari.

"Meski laporan kasus campak menurun di 2020, bukti mengindikasikan bahwa kita biasanya melihat ketenangan sebelum badai, mengingat risiko wabah terus bertumbuh di berbagai belahan dunia," jelas Direktur Department of Immunization, Vaccines and Biologicals WHO dr Kate O'Brien, seperti dilansir Fox News, Senin (15/11).

Dr O'Brien mengatakan, vaksinasi Covid-19 secepat mungkin memang hal yang mendesak untuk dilakukan saat ini. Akan tetapi, upaya vaksinasi Covid-19 seharusnya tak mengganggu atau menghambat program imunisasi penting lain yang sudah ada sebelumnya.

"Imunisasi rutin harus dilindungi dan diperkuat, bila tidak, kita berisiko menukar satu penyakit mematikan dengan penyakit mematikan lain, ungkap dr O'Brien.

Campak memang merupakan salah satu penyakit yang paling menular di dunia. Akan tetapi, campak sangat bisa dicegah melalui vaksinasi.

Dalam kurun waktu 20 tahun ke belakang, vaksin campak diperkirakan telah mencegah terjadinya lebih dari 30 juta kematian di dunia. Virus measles bersarang di hidung dan lendir tenggorokan orang yang terinfeksi.

Virus penyebab campak bisa menyebar melalui batuk, bersin, menghirup udara yang terkontaminasi. Orang juga bisa tertular akibat menyentuh permukaan yang terpapar virus lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut.

Bila satu orang mengalami campak, hampir 90 persen orang-orang lain di sekitarnya yang tak memiliki imunitas juga akan tertular. Gejala campak umumnya terlihat tujuh hingga 14 hari setelah berkontak dengan virus.

Gejala yang biasa muncul adalah demam tinggi, batuk, serta mata dan hidung berair. Ruam campak biasanya muncul tiga sampai lima hari setelah gejala pertama tampak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler