Wamenkes: Diabetes di Indonesia Bagaikan Fenomena Gunung Es

Wamenkes sebut dua pertiga penderita di Indonesia tidak tahu miliki penyakit diabetes

Dok Setkab
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono.Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan penyakit diabetes di Indonesia bagaikan fenomena Gunung Es. Hal ini lantaran banyaknya orang yang tidak mengetahui bila menderita diabetes. Oleh karenanya, menurut Dante, diperlukan upaya deteksi dini untuk mencegah risiko komplikasi berujung kematian.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan penyakit diabetes di Indonesia bagaikan fenomena Gunung Es. Hal ini lantaran banyaknya orang yang tidak mengetahui bila menderita diabetes. Oleh karenanya, menurut Dante, diperlukan upaya deteksi dini untuk mencegah risiko komplikasi berujung kematian.

Baca Juga


"Pada survei yang kami lakukan di Jakarta, ternyata yang terdeteksi hanya sepertiga dari angka keseluruhan dan saat dilakukan survei pada orang sehat, ternyata dua per tiga lebih mereka tidak tahu menderita diabetes. Ini fenomena gunung es," kata Dante dalam diskusi daring yang disiarkan oleh Akun YouTube Kemenkes RI,Senin (15/11).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes, sambung Dante, satu dari delapan orang di Jakarta didapati menderita diabetes. Situasi yang sama juga melanda daerah lain seperti Nangapanda (Nusa Tenggara Timur) dan yang tertinggi secara nasional berada di Maluku Utara.

Adapun, salah satu penyebab diabetes adalah berlebihnya berat badan atau kegemukan serta adanya faktor genetik. "Adanya angka kerapatan yang semakin melekat akibat perkawinan orang tua membuat generasi ke depan punya akses diabetes," tutur Dante .

Saat ini, lanjut Dante, Kemenkes RI telah melakukan akselerasi peta jalan pengendalian diabetes secara menyeluruh melalui kerja sama dengan berbagai organisasi profesi terkait, Kementerian/Lembaga sampai Pemerintah Daerah. Peta jalan tersebut dibagi atas penanganan di sektor hulu hingga hilir melalui strategi promotif, preventif dan surveilans.

Untuk upaya promotif dan preventif , sambung Dante, dengan mengajak masyarakat menjalankan pola hidup yang baik seperti diet rendah gula dan rendah garam, edukasi skrining kesehatan. Selain itu, Kemenkes RI bersama BPJS Kesehatan memiliki program Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) yang memungkinkan masyarakat memeriksa gula darah secara rutin yang ditanggung biayanya oleh negara.

"Dari studi epidemiologi genetik, tidak ada seorang pun terbebas dari gen diabetes sehingga setiap orang berpotensi mengalami diabetes. Faktor promotif dan preventif harus dikerjakan," terangnya.

Sementara pada tahap hilir atau pengobatan, dibutuhkan upaya skrining untuk mencegah lebih dini timbulnya penyakit komplikasi yang dipicu gula darah seperti stroke, serangan jantung, harus cuci darah, amputasi maupun faktor lainnya. Lebih lanjut Dante menjelaskan, diabetes dapat diwaspadai saat diagnosa gula darah seseorang lebih dari 126, gula darah sesudah makan lebih 200 atau angka rata-rata gula darah dalam tiga bulan terakhir lebih dari 6,5.

Sayangnya, bila sudah mengalami kondisi tersebut upaya antisipasi penyakit telah terlambat. Bahkan, sering kali gula darah yang tidak terkendali memicu berbagai penyakit lain sehingga mengakumulasi biaya yang harus ditanggung negara.

"Dengan upaya maksimal di hulu, kita akan hemat biaya pengobatan komplikasi. Supaya biaya akumulasi di luar penyakit diabetes bisa ditekan. Mengobati diabetes dari awal jadi sangat penting," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler