Pfizer Izinkan Pil Covid-19 Paxlovid Dibuat Generik

Pfizer kecualikan China, Argentina dan Thailand dalam izin produksi pil Covid-19-nya.

EPA
CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan perusahaannya telah meneken kerja sama dengan Medicines Patent Pool, organisasi yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar obat Covid-19 yang dikembangkannya dapat diproduksi produsen obat generik di negara-negara lain.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) Pfizer Inc telah menandatangani kesepakatan dengan organisasi yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Medicines Patent Pool. Berdasarkan kesepakatan itu, produsen obat lainnya dimungkinkan untuk membuat pil Covid-19 yang dikembangkan Pfizer, paxlovid.

Pfizer Inc mengatakan akan memberi lisensi untuk pil antivirus tersebut kepada Medicines Patent Pool yang berbasis di Jenewa, Swiss. Dengan demikian, perusahaan obat generik dapat memproduksi pil untuk digunakan di 95 negara, yang mencakup sekitar 53 persen dari populasi dunia.

Meski demikian, kesepakatan tersebut mengecualikan beberapa negara besar yang terdampak berat pandemi Covid-19. Sebagai contoh, walaupun perusahaan obat Brasil dapat memperoleh lisensi untuk membuat paxlovid untuk diekspor ke negara lain, obat tersebut tidak dapat dibuat secara umum untuk digunakan di negara Amerika Latin itu.

"Cukup signifikan bahwa kami akan dapat menyediakan akses ke obat yang tampaknya efektif dan baru saja dikembangkan, kepada lebih dari empat miliar orang di dunia," ujar Esteban Burrone selaku kepala kebijakan di Medicines Patent Pool, dilansir Fox News, Rabu (17/11).

Fakta bahwa kesepakatan tersebut dicapai sebelum pil Covid-19 dari Pfizer disahkan dimanapun diyakini dapat membantu mengakhiri pandemi lebih cepat. Burrone juga memperkirakan bahwa pembuat obat lain akan dapat mulai memproduksi pil dalam beberapa bulan, tetapi mengakui bahwa perjanjian itu tidak akan menyenangkan bagi semua pihak.

"Kami mencoba mencapai keseimbangan yang sangat halus antara kepentingan (perusahaan), keberlanjutan yang dibutuhkan oleh produsen generik, dan yang paling penting, kebutuhan kesehatan masyarakat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," jelas Burrone.

Berdasarkan ketentuan dalam perjanjian, Pfizer tidak akan menerima royalti atas penjualan di negara-negara berpenghasilan rendah. Perusahaan ini juga akan membebaskan royalti atas penjualan di semua negara yang tercakup dalam perjanjian sementara.

Baca Juga


Awal bulan ini, Pfizer mengatakan, pil yang diproduksi perusahaannya mengurangi risiko gejala berat dan kematian hampir 90 persen pada orang dengan Covid-19. Pakar independen merekomendasikan untuk menghentikan studi perusahaan setelah mempertimbangkan hasil yang menjanjikan tersebut.

Pfizer mengatakan akan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan regulator lainnya untuk mengesahkan pil tersebut sesegera mungkin. Sejak pandemi Covid-19 terjadi tahun lalu, para peneliti di seluruh dunia berlomba mengembangkan obat oral untuk mengobati penyakit wabah ini, yang dapat dibawa pulang dengan mudah untuk meredakan gejala, mempercepat pemulihan, dan membuat orang dapat segera keluar dari rumah sakit.

Saat ini, sebagian besar perawatan pada pasien Covid-19 harus diberikan secara intravena atau melalui suntikan. Inggris mengesahkan pil Merck awal bulan ini. Molnupiravir sedang menunggu persetujuan di tempat lain.

Aturan pakai molnupiravir. - (Republika)

Dalam kesepakatan serupa dengan Medicines Patent Pool yang diumumkan pada Oktober, Merck setuju untuk membiarkan pembuat obat lain membuat pil Covid-19, molnupiravir, agar tersedia di 105 negara miskin.

Meski demikian, Doctors Without Borders mengaku kecewa atas kesepakatan Pfizer karena tidak membuat obat itu tersedia untuk seluruh dunia. Organisasi ini mencatat bahwa perjanjian yang diumumkan pada Selasa (16/11) itu juga mengecualikan negara-negara, termasuk China, Argentina dan Thailand.

"Dunia sekarang tahu bahwa akses ke alat medis Covid-19 perlu dijamin untuk semua orang, di mana pun, jika kita benar-benar ingin mengendalikan pandemi ini," kata Yuanqiong Hu, penasihat kebijakan hukum senior di Doctors Without Borders.

Keputusan Pfizer dan Merck untuk membagikan paten obat Covid-19 juga disebut sangat kontras dengan penolakan Pfizer dan pembuat vaksin lainnya untuk merilis resep vaksin perusahaan untuk produksi yang lebih luas. Kurang dari satu persen dari vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru dari Pfizer didistribusikan ke negara-negara miskin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler