Tujuh Fraksi DPR Sepakat Nama RUU TPKS
Tujuh Fraksi selain PPP dan PKS sepakati nama RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tujuh fraksi yang tergabung dalam panitia kerja (Panja) resmi menetapkan nama rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tak setuju dengan nama tersebut.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) setuju dengan nama tersebut, tetapi tetap memasukkan poin ihwal pencegahan di dalamnya.
"Dalam rangka mempercepat proses ini, PDIP, saya, dan tadi sudah berembuk bersama Pak Kapoksi setuju untuk kata pencegahannya tidak perlu, jadi judulnya tetap," ujar anggota Panja RUU TPKS My Esti Wijayanti dalam rapat, Rabu (17/11).
Fraksi Partai Gerindra dan Partai Nasdem juga sepakat dengan nama RUU TPKS. Pasalnya, judul tersebut dapat mencakup pembahasan yang lebih luas sesuai dengan materi muatan yang ada di dalam draf yang tengah disusun.
Hal senada juga disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar. "Saya menganggap bahwa TPKS ini sudah membawahi kalau ada harapan tadi tentang pencegahan. Adanya undang-undang ini, maka itu adalah bentuk pencegahan terjadinya tindak pidana," ujar anggota Panja Fraksi Partai Golkar Supriansa.
Fraksi Partai Demokrat juga setuju dengan nama RUU TPKS, tanpa menyertakan alasan dukungannya. Sedangkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga sepakat, selama tujuannya adalah memberikan payung hukum dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Adapun anggota Panja Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Desy Ratnasari sepakat dengan nama RUU TPKS. Ia berharap, RUU tersebut juga mencakup secara komprehensif terkait pencegahan kekerasan seksual, tak hanya sanksi dan hukumannya.
"Kami menginginkan tindak pencegahan ini masuk dalam substansi dan sebuah keharusan yang harus diatur dalam RUU ini. Sehingga apapun yang kita berikan kepada masyarakat menjadi lebih komprehensif," ujar Desy.
Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya mengatakan, saat ini masih terdapat delapan poin yang menjadi perdebatan dalam RUU tersebut. Namun, ia tak mengungkapkan seluruh poin yang masih memerlukan penyamaan pandangan tersebut.
"Judul, apakah pencegahan ditarik ke depan atau tidak, lalu proses sidang apakah terbatas atau tertutup. Lalu penggunaan kata rehabilitasi atau pemulihan bagi korban dan beberapa poin lainnya," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11).
Untuk menyamakan pandangan tersebut, anggota Panja menggelar rapat pada hari ini. Harapannya, ada sejumlah keputusan terkait poin-poin yang masih menjadi perdebatan tersebut.
"Ini akan kita lihat nanti dinamikanya bersama bagaimana nanti proses politik yang berkembang, terutama di Baleg," ujar Willy.