REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kecerdasan buatan kini menjadi alat baru yang bisa membantu tugas-tugas manusia. Banyak pekerjaan yang akan lama sekali jika digarap oleh manusia namun bisa dilakukan dalam waktu singkat oleh kecerdasan buatan.
Para peneliti UT Southwestern dan Universitas Washington, Amerika Serikat (AS) menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan analisis evolusi untuk menghasilkan model 3D interaksi protein eukariotik. Wawasan tentang cara pasangan atau kelompok protein yang cocok bersama-sama untuk melakukan proses seluler yang dapat menghasilkan banyak target obat baru.
Studi yang dipublikasikan dijurnal Science, mengidentifikasi lebih dari 100 kemungkinan protein kompleks untuk pertama kalinya. Hasil analisis menyediakan model struktural untuk lebih dari 700 protein kompleks yang sebelumnya tidak dikarakterisasi.
"Hasil kami mewakili kemajuan signifikan di era baru dalam biologi struktural di mana komputasi memainkan peran mendasar," kata Qian Cong, Asisten Profesor di Pusat Eugene McDermott untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia dengan penunjukan sekunder di Biofisika seperti dikutip dari laman Phys, Rabu (17/11).
Cong memimpin penelitian dengan Profesor Biokimia di Universitas Washington, David Baker. Studi ini memiliki empat penulis pendamping, termasuk ahli biologi komputasi UT Southwestern Jimin Pei.
Protein kompleks
Cong menjelaskan, protein sering bekerja berpasangan atau kelompok yang dikenal sebagai kompleks untuk menyelesaikan setiap tugas yang diperlukan untuk menjaga organisme tetap hidup. Sementara beberapa interaksi ini dipelajari dengan baik, banyak yang tetap menjadi misteri.
Membangun interaksi yang komprehensif terhadap interaksi molekuler dalam sel akan menjelaskan banyak aspek dasar biologi. Ini bisa menjadi titik awal baru dalam mengembangkan obat.
Penghalang utama untuk membangun interaksi adalah ketidakpastian atas struktur banyak protein. Ini merupakan masalah yang telah coba dipecahkan oleh para ilmuwan selama setengah abad.
Pada 2020 dan 2021, perusahaan bernama DeepMind dan lab Baker secara independen merilis dua teknologi AI yang disebut AlphaFold (AF) dan Rose TTAFold (RF). Kecerdasan buatan ini menggunakan strategi berbeda untuk memprediksi struktur protein berdasarkan urutan gen yang memproduksinya.
Di studi ini, para peneliti memperluas alat prediksi struktur AI tersebut dengan memodelkan banyak kompleks protein ragi. Ragi adalah organisme model yang umum untuk studi biologi dasar.
Untuk menemukan protein yang cenderung berinteraksi, para ilmuwan pertama-tama mencari genom jamur terkait untuk gen yang memperoleh mutasi dengan cara yang terkait. Mereka kemudian menggunakan dua teknologi AI untuk menentukan apakah protein ini dapat cocok bersama dalam struktur 3D.
Pekerjaan mereka mengidentifikasi 1.505 kemungkinan kompleks protein. Dari jumlah tersebut, 699 telah dikarakterisasi secara struktural, memverifikasi kegunaan metode mereka. Namun, hanya ada data eksperimental terbatas yang mendukung 700 interaksi yang diprediksi.
Tim Universitas Washington dan UT Southwestern bekerja dengan rekan-rekan di seluruh dunia yang telah mempelajari protein ini atau protein serupa. Dengan menggabungkan model 3D yang dihasilkan, tim dapat memperoleh pengetahuan baru tentang kompleks protein yang terlibat dalam pemeliharaan dan pemrosesan informasi genetik, konstruksi seluler, dan sistem transportasi, metabolisme, perbaikan DNA, dan daerah lain.
Mereka juga mengidentifikasi peran protein yang fungsinya sebelumnya tidak diketahui berdasarkan interaksi mereka yang baru diidentifikasi dengan protein lain yang dicirikan dengan baik.
"Pekerjaan yang dijelaskan dalam makalah baru kami menetapkan panggung untuk studi serupa tentang interaksi manusia dan pada akhirnya fapat membabtu dalam mengembangkan pengobatan baru untuk penyakit manusia," kata Cong.
Kecerdasan buatan untuk aplikasi antariksa
Kecerdasan buatan tidak hanya bisa memprediksi sesuatu alam skala sel. Kecerdasan buatan juga telah digunakan di bidang antariksa.
Para ilmuwan di Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California juga telah menggunakan kecerdasan buatan (AI) baru untuk mengidentifikasi fitur dan tanda geologi di permukaan planet Mars. Jika peneliti membutuhkan 40 menit untuk meneliti data-data, AI hanya membutuhkan waktu 5 detik saja.
Pada tahun 2020, alat AI baru ini telah berhasil mengidentifikasi sekelompok kawah kecil yang belum ditemukan sebelumnya di permukaan Mars. Jika peneliti membutuhkan 40 menit untuk meneliti data-data, AI hanya membutuhkan waktu 5 detik saja.