KPU-Bawaslu Dilarang Terima Honor, Kecuali...
Pemilu 2024 sarat dengan tantangan dan godaan gratifikasi yang berimplikasi hukum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan keras dikeluarkan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad. Dia menegaskan soal pedoman perilaku yang harus ditaati anggota KPU dan Bawaslu beserta badan ad hoc.
Menurut dia, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 akan sarat tantangan, kompleksitas masalah, cobaan, godaan, suap, gratifikasi, dan sebagainya. "Besok 2024, pemilu dan pemilihan kita sarat tantangan, sarat kompleksitas masalah, sarat godaan, sarat cobaan, sarat suap, sarat gratifikasi," ujar Muhammad dalam diskusi daring, Kamis (18/11).
Dia menuturkan, penyelenggara pemilu wajib menolak untuk menerima uang, barang dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye. Kecuali dari sumber APBN atau APBD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kata dia, penyelenggara pemilu juga wajib menolak untuk menerima uang barang dan atau jasa atau pemberian lainnya secara langsung maupun tidak langsung. Dari perseorangan atau lembaga yang bukan peserta pemilu dan tim kampanye, yang bertentangan dengan asas kepatutan dan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Muhammad menjelaskan, apabila penyelenggara pemilu diundang sebagai narasumber oleh partai politik (parpol), calon kepala daerah, calon presiden, atau calon anggota legislatif tidak diperbolehkan menerima uang sepeser pun sebagai honor. Akan tetapi, jika penyelenggara pemilu diundang oleh kepala daerah atau ketua DPRD, maka honor sebagai narasumber dapat diterima sepanjang bersumber dari APBD atau APBN dan sesuai peraturan yang berlaku.
Namun, dia mengingatkan, agar penerimaan honor disertai dengan bukti atau kwitansi. Penyelenggara pemilu yang menerima honor itu juga harus memastikan jumlahnya tidak melebihi batasan maksimal honor yang dapat diterima oleh pejabat.
"Tapi jangan berlebih, ada ketentuannya, rata-rata Rp 3 juta potong pajak. Itu hak saudara, silakan tanda tangan," kata dia.
Muhammad juga mengingatkan, penyelenggara pemilu atas kasus dugaan pelanggaran kode etik terkait penerimaan honor ini. Pada 2017 lalu, dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik yang digelar DKPP, Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno dan Ketua Bawaslu Mimah Susanti mengaku menerima honor saat hadir sebagai pembicara di rapat internal tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat di sebuah hotel di Jakarta pada 9 Maret 2017. Keduanya mengaku menerima honor Rp 3 juta untuk dua jam menjadi pembicara di acara itu.
Waktu pemilu 2024 disepakati
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno pada 11 November lalu. Dia mengungkapkan, pertemuan tersebut telah menyepakati jadwal pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Yang katanya Insya Allah, kabarnya sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan penyelenggara Pemilu," ujar Rifqi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/11).
Namun, dia tak mengungkapkan tanggal Pemilu 2024 yang menjadi kesepakatan antara KPU dan pemerintah. Rifqy hanya mengungkapkan, tanggalnya tak jauh berbeda dengan yang menjadi usulan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Tampak-tampaknya (tanggal Pemilu 2024) tidak jauh berbeda dari usul Fraksi PDI Perjuangan," ujar Rifqi.
Dia menjelaskan, KPU memang memiliki kewenangan untuk menetapkan jadwal pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Setelah menetapkannya, hal tersebut akan dibawa ke dalam rapat bersama Komisi II DPR dan pemerintah untuk dikonsultasikan, lalu kemudian disahkan.
"Nah karena itu sekarang, kami beri waktu agar antara KPU dengan pemerintah itu tidak berbeda pandangannya," ujar Rifqi.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Arif Wibowo menyatakan, fraksinya mendukung usulan KPU terkait jadwal pelaksanaan Pemilu 2024. Diketahui, KPU mengusulkan Pemilu 2024 digelar tanggal 21 Februari 2024.
Dia menegaskan, Fraksi PDIP keberatan dengan sikap pemerintah yang mengusulkan pencoblosan pileg dan pilpres dilakukan pada 15 Mei 2024. Menurutnya, jadwal tersebut dinilai terlalu dekat dengan bulan Ramadhan.
"Ada satu soal di mana kalau dilakukan pada 15 Mei kita melewati bulan Ramadhan dan lebaran, terutama bulan Ramadhan itu bulan yang kita hormati. Sedianya tidak ada kegiatan politik apapun dalam bulan Ramadhan," ujar Arif.