Massa Pro dan Antivaksin Unjuk Rasa di Australia

Demonstrasi antivaksinasi terus bergulir selama berminggu-minggu di Australia.

EPA-EFE/JAMES ROSS AUSTRALIA AND NEW ZEALAND
Petugas polisi Victoria berbicara dengan seseorang yang memberi isyarat sambil difoto menjelang rapat umum yang direncanakan menentang vaksinasi wajib COVID-19 di Melbourne, Victoria, Australia, 24 September 2021.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE  -- Seribuan orang turun ke jalan di kota-kota Australia pada Sabtu untuk menentang kewajiban vaksinasi Covid-19. Sementara itu, massa dengan jumlah lebih kecil berunjuk rasa untuk mendukung keharusan vaksinasi di Australia, salah satu negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia.

Baca Juga


Para pengunjuk rasa juga menggelar aksi mereka di Sydney, Brisbane, dan kota-kota lainnya. Tidak ada laporan bahwa aksi tersebut menimbulkan kekacauan.

Demonstrasi antivaksinasi terus bergulir selama berminggu-minggu di Australia, terkadang diwarnai kekerasan. Unjuk rasa tandingan dilakukan oleh beberapa ratus orang di Melbourne dan diselenggarakan oleh kelompok gerakan antirasialisme, yang mengajak masyarakat untuk divaksin.

Hingga 19 November, hampir 85 persen warga Australia berusia di atas 16 tahun sudah divaksinasi lengkap terhadap Covid-19. Saat vaksinasi di seluruh negeri bersifat suka rela, sejumlah negara bagian dan wilayah telah mewajibkan vaksinasi pada warga yang bekerja di berbagai bidang.

Orang-orang yang belum divaksin juga dilarang melakukan berbagai kegiatan, seperti makan di restoran dan menghadiri konser, di daerah-daerah itu.

Kendati dilanda wabah varian Delta hingga penguncian diterapkan di Sydney dan Melbourne, Australia sejauh ini mencatatkan angka Covid-19 relatif rendah. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Australia memiliki 760 kasus Covid-19 dan 7,5 kematian per 100 ribu orang, angka yang jauh di bawah banyak negara maju.

Di Inggris Raya, misalnya, angka seperti itu tercatat lebih dari 14 ribu kasus dan 211 kematian per 100 ribu orang.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler