BNPT Gandeng KPK dan BNN Tangani Kejahatan Luar Biasa di RI
Boy Rafli menyebut sinergitas BNPT, KPK dan BNN perlu dilakukan lawan narco-terrorism
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Terorisme, narkoba dan korupsi merupakan kejahatan transnasional dan terorganisir yang dapat menghambat pembangunan Indonesia. Ketiganya bahkan saling terhubung untuk mendukung tindak kejahatan yang lebih masif.
Contohnya narco-terrorism yakni aksi terorisme yang didanai dari perdagangan gelap narkoba. Tidak hanya di Indonesia, praktik narco-terrorism pun juga kerap terjadi di belahan negara lain menyebabkan berkembangnya eksistensi kelompok teror di dalam dan luar negeri.
Terorisme dan korupsi juga terkait satu dengan yang lain. Berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat, praktik korupsi pun dapat menjadi pemicu radikalisme dan terorisme.
Tantangan melawan permasalahan bangsa di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) ini membutuhkan kolaborasi seluruh elemen bangsa, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai leading sector pemberantasan terorisme, narkoba, maupun korupsi.
Dalam Webinar Sinergisitas Pemberantasan Narkoba, Korupsi dan Terorisme untuk Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul di Era VUCA yang diselenggarakan di Polda Bali (24/11), Kepala BNPT, Komjen. Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., mengatakan sinergitas BNPT, BNN dan KPK harus dilakukan demi menguatkan sendi negara ini dari degradasi moral utamanya kepada generasi muda Indonesia.
"Melalui upaya bersama ini potensi ancaman di tiga kejahatan ini akan tereliminasi dengan baik. Kolaborasi ini juga dengan masyarakat luas, menjadi bagian penting agar kita bergandeng tangan dalam menghadapi musuh negara," kata Boy Rafli. Nantinya kolaborasi ketiga lembaga akan fokus pada upaya pencegahan.
Berbicara mengenai kejahatan terorisme, Boy Rafli menjelaskan kemajuan teknologi berkontribusi dalam meningkatnya aktivitas terorisme. Proses radikalisasi, perekrutan, hingga pendanaan terorisme dapat dilakukan melalui internet. Fenomena ini melahirkan aktor tunggal atau lone-wolf dalam aksi terorisme seperti yang terjadi di Mabes Polri pada awal tahun 2021 lalu.
"Kelompok radikal sangat sadar dengan media sosial, mereka pun jadi sistematis karena didukung sumber pendanaan besar, sehingga dengan uang itu mereka melakukan radikalisasi dan aksi terorisme," kata Boy Rafli.
Boy Rafli menambahkan kini tidak ada masyarakat yang imun dari radikalisme dan terorisme. Paham tersebut masuk ke tiap sendi negara ini, termasuk di lembaga negara, lembaga pendidikan, bahkan organisasi keagamaan. Menurutnya, perlu ada penguatan nilai kebangsaan yang didukung oleh pemerintah dan masyarakat agar tercipta daya tangkal terhadap radikalisme dan terorisme.
Dalam webinar ini hadir Kepala BNN, Komjen. Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose, Ketua KPK, Komjen. Pol. Drs. Firli Bahuri, M.Si. Gubernur Bali, Dr. Ir. Wayan Koster, M.M., serta Kapolda Bali, Irjen. Pol. Putu Jayan Danu Putra, M.H., M.Si.