Era Disrupsi, Kampus Diharapkan Cetak SDM Profesional
Kalau kita menjadi disruptif maka kita akan menang.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Revolusi industri 4.0 mendorong terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang. Hal tersebut pastinya menjadi tantangan dan peluang bagi perguruan tinggi dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) profesional dan berdaya saing.
"Dalam dunia pendidikan, kita tidak pernah menyangka, gelar yang selama ini diandalkan jutaan orang, ke depannya itu menjadi hal yang tidak berharga. Mulai banyak perusahaan yang merekrut SDM tanpa gelar sarjana contohnya Google dan lain sebagainya,. Tentunya fenomena ini akan menginspirasi perusahaan lain dalam menilai," ujar Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, Widiya Priyahita P, dalam acara diskusi "Future Disruptive World, Future Higher Education an Boosting Innovation to Accelerate Higher Education Transformation", Kamis (25/11)
Tak hanya itu, lanjutnya, terjadi pergeseran terhadap nilai perusahaan. Jika dulu nilai perusahaan ditentukan oleh fisik seperti tanah, bangunan dan lainnya namun, saat ini data menjadi aset paling bernilai bagi perusahaan.
"Karena data saat ini sedemikian penting, maka terdapat hal yang sangat menarik, di mana dulu hal yang paling bernilai adalah minyak karena minyak mempunyai nilai tinggi. Sekarang situasinya berbeda, siapa jika saat ini yang mempunyai big data maka dia akan menguasai baik di pemerintahan maupun industri," ujarnya.
Dia menyebutkan dunia mengalami perubahan begitu cepat akibat disrupsi. Fenomena tersebut mengubah cara hidup cara kerja, cara bisnis, cara belajar dan sebagainya. Disrupsi merupakan perpaduan antara revolusi teknologi dan revolusi model bisnis, maka terdapat kemajuan teknologi dan kecanggihan binis.
"Tren perkembangan teknologi juga telah bergeser sehingga perusahaan teknologi digital merajai ekosistem dan ekonomi dunia. Misalnya, perusahaan General Electric (GE) dulu mampu menguasai dunia. Namun, saat ini perusahaan berbasis teknologi seperti Google, Facebook, dan lainnya yang menjadi penguasa ekonomi dunia." Katanya.
Saat ini adalah era Volatile, Uncertain, Complexity and Ambiguity (VUCA) dengan lingkungan bisnis yang makin bergejolak, kompleks dan bertambahnya ketidakpastian. Hingga Perguruan Tinggi, saat ini menghadapi disrupsi dengan beberapa lapis, yakni disrupsi teknologi dan bisnis, pandemi, dan milenial.
"Kita semua tahu, bahwa pandemi mengguncang dunia, namun beberapa dunia menghadapi krisis tersebut untuk melakukan kemajuan. Kenapa milenial juga terkait, karena milenial dan Gen-Z itu memiliki pola pikir dan karakter yang berbeda," Katanya.
Oleh sebab itu, hal ini merupakan tantangan bagi perguruan tinggi dan seluruh rakyat Indonesia, katanya, dalam meningkatkan daya saing bangsa. Tentunya, diperlukan peningkatan dan kemajuan bagi perguruan tinggi dalam menghadapi perubahan ini.
"Kalau kita menjadi objek yang pasif maka akan kalah kemudian ditinggal. Kalau kita menjadi seorang pembelajar kita adaptif kita lebih survive, namun ada yang lebih dari itu, yakni kalau kita menjadi disruptif maka kita akan menang," lanjutnya.