Kontroversi Aturan Work From Home di Portugal

Orang tua memiliki hak untuk bekerja di rumah jika mereka memilih opsi tersebut.

Pixabay
Work from home (WFH) (ilustrasi). Portugal membuat undang-undang baru tentang bekerja dari rumah.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Undang-undang baru Portugal tentang bekerja dari rumah membuat negara Uni Eropa (UE) itu terdengar seperti surga pekerja. Hanya saja, ada sederetan pertanyaan dari aturan yang terlihat menyenangkan pegawai itu.

Baca Juga


Perusahaan tidak dapat mencoba menghubungi staf mereka luar jam kerja. Mereka harus membantu staf membayar tagihan gas rumah, listrik, dan internet pekerja. Atasan dilarang menggunakan perangkat lunak digital untuk melacak dilakukan pekerja jarak jauh.

Sebagian besar negara UE memiliki undang-undang khusus tentang kerja jarak jauh, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Banyak negara lain sedang mempertimbangkannya melalui amandemen, ekstensi, atau konvensi.

Ketika pekerjaan rumahan tumbuh dalam beberapa tahun terakhir, hak untuk memutuskan hubungan pekerja seperti memungkinkan staf untuk mengabaikan masalah pekerjaan di luar jam kerja formal diadopsi. Upaya ini sebelum pandemi sudah coba diterapkan di negara-negara seperti Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belgia, kemudian ini sekarang menjadi standar hampir di semua negara.

Tapi Portugal mengambil konsep itu selangkah lebih maju, dengan mengalihkan tanggung jawab ke perusahaan. "Pemberi kerja memiliki kewajiban untuk menahan diri dari menghubungi karyawan di luar jam kerja, kecuali dalam situasi force majeure," uja aturan baru yang berarti peristiwa yang tidak terduga atau tidak dapat dikendalikan.

Orang tua atau pengasuh dengan anak-anak hingga delapan tahun memiliki hak untuk bekerja dari rumah jika mereka memilih. Kondisi ini bisa dilakukan selama jenis pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan teleworking.

Denda untuk perusahaan yang melanggar hukum mencapai hampir 10.000 euro untuk setiap pelanggaran. Aturan Portugis dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari apa yang dikenal sebagai WFH.

Hanya ada satu masalah, yaitu hukum mungkin tidak berfungsi. Kritikus mengatakan aturan baru itu setengah matang, kurang detail dan tidak layak. Mereka bahkan mungkin menjadi bumerang dengan membuat perusahaan enggan mengizinkan bekerja dari rumah sama sekali.

 

"Hukum ditulis dengan buruk dan tidak memenuhi kebutuhan siapa pun. Itu tidak baik untuk siapa pun. Itu tidak masuk akal," kata pengacara ketenagakerjaan di PLMJ, salah satu firma hukum utama Portugal, Jose Pedro Anacoreta.

Pekerja di bidang komunikasi di Lisbon, Andreia Sampaio, setuju dengan tujuan undang-undang tersebut. Hanya saja,  dia menganggapnya terlalu umum dan akan sangat sulit untuk ditegakkan.

"Kita harus memiliki akal sehat. Kita harus menilai setiap kasus berdasarkan kemampuannya," katanya, menambahkan bahwa dia tidak keberatan dihubungi di luar jam jika itu masalah yang mendesak.

Didorong oleh pandemi tetapi dirancang untuk diterapkan di masa depan, undang-undang baru Portugal ini dapat mulai berlaku segera setelah 1 Desember. Sebagian besar merupakan gagasan dari Partai Sosialis kiri-tengah, yang telah memerintah Portugal sejak 2015.

Menjelang pemilihan untuk pemerintahan baru pada 30 Januari, partai berkuasa ini ingin memoles kredensial progresifnya dan mengibarkan spanduk tentang hak-hak pekerja. Namun, banyak pertanyaan praktis, seperti haruskah staf dikeluarkan dari daftar surel perusahaan ketika shift mereka selesai dan kemudian dimasukkan kembali ketika mereka mulai bekerja lagi? Bagaimana dengan orang Eropa yang bekerja di pasar keuangan dan perlu mengetahui apa yang terjadi di negara lain dan memiliki rekan kerja yang bekerja di zona waktu yang berbeda?

Konfederasi Bisnis Portugis, pengelompokan perusahaan terbesar di negara itu, tidak terlibat dalam penyusunan undang-undang baru dan menganggapnya penuh lubang. Luis Henrique dari departemen hukum konfederasi menyatakan aturan kerja jarak jauh harus fleksibel, disesuaikan dengan masing-masing sektor dan dinegosiasikan antara pemberi kerja dan staf.

 

"Kami memperlakukan situasi yang benar-benar berbeda seolah-olah semuanya sama. Itu tidak realistis. (Hukum) tidak bisa satu ukuran untuk semua," kata Henrique.

sumber : AP News
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler