IDI Minta Pemerintah Siapkan Mitigasi Tangkal Omicron

Omicron dikhawatirkan lebih berbahaya ketimbang varian Covid-19 lainnya.

EPA-EFE/KIM LUDBROOK
Papan informasi penerbangan menunjukkan pembatalan penerbangan di OR Thambo International Airport, Afrika Selatan, menyusul pengumuman varian baru Covid-19 Omicron. Varian yang juga dikenal dengan B.1.1.529 itu membuat sejumlah negara menutup penerbangan dari negara-negara Afrika bagian selatan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satuan Tugas Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia Prof Zubairi Djoerban meminta Pemerintah menyiapkan skema mitigasi dalam menangkal varian B.1.1.529 atau Omicron. Varian asal Afrika Selatan tersebut dikhawatirkan menimbulkan gelombang kasus Covid-19 berikutnya di Tanah Air.

Prof Zubairi mendesak Pemerintah tak gagap menangkal Omicron seperti halnya saat menghadapi varian Delta. Sebab ia khawatir Omicron lebih berbahaya ketimbang varian Covid-19 lainnya.

"Langkah mitigasi mutlak dilakukan untuk hindari pengulangan Delta. Apalagi Omicron (B.1.1.529) ini seperti 'fitur terbaik' dari Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Di sisi lain, kita harus terima kasih kepada ilmuwan di Afrika Selatan yang transparan dan cekatan ungkap Omicron ini," kata Prof Zubairi di akun Twitter resminya yang dikutip Republika pada Ahad (28/11).

Prof Zubairi mendapati informasi Omicron pertama kali ditemukan dari spesimen yang diambil pada 9 November. Lalu selama hampir sebulan varian itu keliling dunia. Oleh karena itu, ia menganjurkan pembatasan penerbangan luar negeri sebagai salah satu langkah mitigasi.

"Pelbagai negara langsung membatasi penerbangan. Indonesia pun harusnya punya mitigasi, termasuk mempertimbangkan untuk batasi akses penerbangan ke dan dari negara tertentu," ujar Prof Zubairi.

Prof Zubairi menyatakan kekhawatiran atas Omicron bukan tanpa dasar. Varian itu berpeluang punya tingkat penularan super tinggi bila merujuk peningkatan harian kasus baru di Afrika Selatan sejak Omicron teridentifikasi. Rinciannya 868 kasus (23 November 2021), 1.275 kasus (24 Nov), 2.465 kasus (25 Nov), 2.825 kasus (26 Nov), 3.220 kasus (27 Nov).

"Saya kira tingkat kenaikannya (di Afrika Selatan) signifikan yang dimungkinkan merupakan sinyal superspreading. Hati-hati Indonesia," ucap Prof Zubairi.

Selain itu, Prof Zubairi mengajak Pemerintah dan masyarakat serius menangkal Omicron. Ia berharap lonjakan kasus Covid-19 seperti pada medio tahun ini tak terjadi lagi.

"Kita jangan jemawa (angkuh) hadapi Omicron. Ingat penilaian media barat? Penanganan Indonesia terburuk dan baru normal 10 tahun lagi. Itu kata Bloomberg. Lalu, kita bangkit dan membuktikan. Saat ini? Kita cukup baik dan negara asal media ini pun jauh dari baik. Maka itu, jangan jemawa," imbau Prof Zubairi.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler