Percepat Investasi Ekosistem EV, Menteri Rosan Temui Raksasa Mobil Listrik China
Pabrik BYD di Indonesia akan menjadi pabrik otomotif terbesar di ASEAN.
REPUBLIKA.CO.ID, GUNGZHOU -- Indonesia semakin serius menggarap pasar kendaraan listrik dengan meningkatkan peran dalam ekosistem. Dalam upaya terbaru, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menemui sejumlah perusahaan raksasa Tiongkok yang bergerak di ekosistem electric vehicle (EV) yaitu Build Your Dreams (BYD), CNGR New Material, dan Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL).
Ketiganya ditemui di masing-masing fasilitas produksinya di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 16-17 Desember 2024. Kunjungan ke perusahaan-perusahaan ini dilaksanakan dalam rangka mengawal investasinya yang telah berjalan di Indonesia, mengetahui hal-hal yang dapat didukung Pemerintah Indonesia untuk percepatan realisasi investasi, serta memfasilitasi rencana investasi jangka panjang perusahaan.
“Sebagaimana pesan dari Bapak Presiden Prabowo justru untuk selalu mengutamakan investor yang sudah berinvestasi di Indonesia, itu yang kita jaga,” ujar Menteri Rosan.
Pertemuan dengan BYD Auto
Kunjungan hari pertama di Tiongkok, Menteri Rosan melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan otomotif terkemuka, BYD Auto, membahas upaya percepatan untuk pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Subang, Jawa Barat. Menteri Rosan mengapresiasi investasi BYD yang mulai direalisasikan di Indonesia.
“Kami meyakini tentunya selain berdampak pada pemberian nilai tambah dan penciptaan lapangan kerja, namun investasi ini juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi karbon pada tahun 2060, atau mungkin diharapkan lebih cepat. Terlebih lagi saat ini perusahaan tidak hanya melihat pasar Indonesia yang cukup besar tetapi juga untuk pasar ekspor,” ucapnya.
Rencananya BYD Indonesia akan menambah kapasitas produksi dari yang awalnya 150 ribu unit per tahun, serta terbuka untuk pengembangan fasilitas baterai dan kendaraan jenis Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) premium di awal tahun depan. Penambahan kapasitas produksi ini rencananya akan menambah total tenaga kerja dari sebelumnya 8.700 orang menjadi 18.814 orang. Pembangunan pabrik ini ditargetkan akan memulai produksi komersialnya pada awal 2026.
“Pembangunan pabrik BYD di Indonesia nantinya merupakan salah satu yang tercepat, karena sebelumnya untuk membuat pabrik mobil listrik di China dan di Thailand membutuhkan waktu 10-16 bulan. Namun jika didukung pemerintah, kami yakin bisa menyelesaikan pembangunan pabrik dan memulai produksi komersial pada awal 2026,” ungkap Liu Xueliang, General Manager BYD Asia-Pacific.
Menteri Rosan menekankan komitmen pemerintah dalam mendorong percepatan realisasi investasi BYD, salah satunya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk percepatan infrastruktur di sekitar kawasan industri, termasuk jalan tol dan akses jalan ke Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat. Ia juga menyampaikan dukungan pemerintah kepada perusahaan berupa percepatan penerbitan perizinan dan insentif penanaman modal.
Pabrik BYD di Indonesia ini akan menjadi pabrik otomotif terbesar di ASEAN. Saat ini, luas lahan pabrik BYD adalah 108 Ha dan telah memutuskan pengembangan serta penambahan baru menjadi 126 Ha.
Secara global, BYD menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia dengan penjualan mencapai lebih dari 3 juta unit pada 2023. Sejak diperkenalkan di Indonesia pada awal 2024, BYD Indonesia telah membukukan penjualan lebih dari 13.800 unit dan diklaim telah berkontribusi sebanyak hampir 50 persen pada penjualan EV di Indonesia setiap bulannya.
Pertemuan dengan CNGR New Material
Setelah bertemu BYD, Menteri Rosan melanjutkan kunjungannya ke fasilitas produksi CNGR New Material di Qinzhou, RRT (17/12). Pertemuan dengan CNGR membahas perkembangan investasi CNGR di Indonesia, serta rencana perusahaan untuk membangun Kawasan Industri Tekno Hijau Konasara (KIHTK) di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara yang akan terfokus kepada produksi advance material.
Di dalam Kawasan Industri di Konawe tersebut, CNGR berencana akan menggabungkan industrinya dari hulu ke hilir. CNGR sendiri telah berinvestasi di beberapa proyek industri smelter untuk pengolahan bijih nikel di Indonesia. Total investasi CNGR di Indonesia sendiri saat ini mencapai Rp42,4 trililun dengan jumlah Tenaga Kerja Indonesia 6.613 orang.
"Pada prinsipnya kami terbuka untuk investasi dan akan memfasilitasi sebaik mungkin agar investasi bisa berkembang lebih besar," ungkap Menteri Rosan di sela-sela kunjungannya ke fasilitas produksi CNGR di Qinzhou.
CNGR juga berencana untuk mengundang investor global produsen advance material agar berinvestasi di dalam kawasan. Nantinya, para perusahaan di dalam kawasan tidak hanya akan mengolah nikel, tetapi juga kobalt, mangan dan mineral lainnya.
Nikel sendiri akan diolah menjadi energi advance material dan hidrogen, sedangkan timah akan dikembangkan untuk konduktor solar panel dan artificial intelligence. Di dalam kawasan juga akan dibangun fasilitas penelitian dan pengembangan untuk melakukan perencanaan dan riset mengubah mineral menjadi advance material.
“Rencana kami, dengan pembangunan kawasan ini, maka rantai pasok untuk advance material akan lebih terpusat sehingga tercipta efisiensi dan kestabilan dalam rantai pasok. Bisa jadi ini merupakan satu-satunya di dunia dan Indonesia merupakan tempat yang paling bagus untuk mengembangkan rantai pasok advance material global,” ujar Deng Weiming, Chairman CNGR Advanced Materials.
Menteri Rosan juga mengapresiasi upaya perusahaan untuk meningkatkan sumber daya manusia sejalan dengan pengembangan kawasan, dengan menyediakan pelatihan dan juga akses ke pendidikan tinggi bagi para pekerja terkait. Menteri Rosan berharap, rencana investasi CNGR ini bisa mendorong ekosistem hilirisasi sesuai dengan Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis yang sudah ada.
"Kami terbuka untuk kolaborasi dan mensinergikan rencana pengembangan industri hilirisasi ini. Akan kita kembangkan dengan cepat dan sustainable," pungkas Menteri Rosan.
Pertemuan dengan BRUNP-CATL
Perusahaan raksasa selanjutnya yang dikunjungi Menteri Rosan adalah BRUNP, yang merupakan bagian dari group Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL). Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia ini mengunjungi fasilitas produksi CATL di Foshan, RRT yaitu pabrik baterai (CATL Ruiqing Factory) dan pabrik katoda (CATL-Brunp Foshan Factory-I), serta kunjungan ke kantor pusat BRUNP di Foshan, RRT.
Kunjungan ini sekaligus menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung percepatan pembangunan ekosistem baterai electric vehicle (EV) di Indonesia. Saat ini Group CATL melalui konsorsium CBL (CATL, BRUNP dan Lygend) sedang bekerja sama dengan BUMN (ANTAM dan IBC) untuk membangun proyek rantai industri dan ekosistem baterai kendaraan listrik terintegrasi yang dimulai dari pertambangan, smelter, industri bahan baterai (prekursor dan katoda) serta sel baterai serta daur ulang baterai yang berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara dan di Karawang, Jawa Barat. Total investasi dari proyek ini diperkirakan akan mencapai 6 miliar dolar AS atau setara Rp 96 triliun.
“Pemerintah mendorong kemajuan kerja sama investasi ekosistem baterai kendaraan listrik karena ini sejalan dengan program hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri serta transformasi hijau,” jelas Menteri Rosan.
Dengan dimulainya pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik terintegrasi di Indonesia, pemerintah berharap dapat menjadi bagian penting dalam rantai pasok global serta mendorong tumbuhnya industri otomotif kendaraan listrik di dalam negeri dengan kandungan lokal yang lebih tinggi dan harga yang terjangkau. Rencana investasi ini juga didorong untuk dapat memprioritaskan kemitraan dengan pengusaha nasional, terutama yang ada di daerah serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki kapabilitas dan kapasitas dalam setiap rantai pasok.
“Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM saat ini juga terus melakukan fasilitasi dan asistensi terkait percepatan realisasi investasi proyek ini melalui percepatan perizinan berusaha dan juga insentif. Kami juga akan memfasilitasi komunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan para stakeholder terkait agar proyek dapat terealisasi dengan cepat,” terang Menteri Rosan.
Pada kesempatan yang sama, Founder and CEO BRUNP Li Changdong yang mewakili group CATL menyampaikan bahwa pihaknya akan berupaya mendorong proyek pengembangan ekosistem agar lebih cepat terealisasi. “Yang terdekat adalah sel baterai kendaraan listrik yang harus mulai berproduksi di 2026 untuk memenuhi permintaan pasar yang sudah masuk. Kami juga tertarik untuk mengembangkan industri daur ulang baterai yang dapat mengamankan sumber daya mineral yang penting untuk baterai agar tetap terjaga serta dapat diolah dan diproduksi kembali di Indonesia dengan teknologi hijau,” ucap Li.
CATL merupakan salah satu perusahaan global teknologi energi baru dan inovatif asal Tiongkok yang menduduki peringkat 292 pada Fortune 500 tahun 2023 dengan kepemilikan total aset per Desember 2023 sebesar 101 miliar dolar AS atau setara Rp 1,6 kuadriliun. Sejak didirikan tahun 2011, perusahaan yang berkantor pusat di Ningde, Fujian tersebut telah menduduki peringkat pertama selama 7 tahun berturut-turut (2017-2023) sebagai penyuplai baterai kendaraan listrik di dunia dengan pangsa pasar global sebesar 37 persen.