Ketua OJK: Dunia Hadapi Ketakpastian Ekonomi Akibat Pandemi

Kemunculan varian baru Covid-19 akan berdampak pada ekonomi negara partner dagang RI.

Republika/Iman Firmansyah
Ketua OJK, Wimboh Santoso
Rep: Iit Septyaningsih Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, saat ini dunia menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi. Pandemi Covid-19, kata dia, berdampak terhadap industri dan bisnis secara keseluruhan.

Baca Juga


"Covid-19 membawa kita ke normal baru ekonomi, finansial, dan aktivitas masyarakat," ujarnya saat membuka bedah buku berjudul 'The Great Demographic Reversal: Ageing Societies, Waning Inequality, and an Inflation Revival' karya Charles Goodhart dan Manoj Pradhan, secara virtual pada Kamis (2/12). Guna mengurangi dampak pandemi, kata dia, Indonesia mendesain kebijakan terintegrasi, meliputi fiskal, moneter, serta sektor keuangan.

Kini dengan kemunculan varian baru Covid-19 bernama Omicron dari Afrika, lanjut Wimboh, efeknya terhadap ekonomi global harus dipastikan. Terutama pengaruhnya bagi perekonomian China, Amerika Serikat (AS), serta negara partner dagang Indonesia lainnya. 

Pada acara Bedah Buku: Road To Presidency G20 itu, Wimboh pun mengatakan, topik yang diangkat dalam buku 'The Great Demographic Reversal: Ageing Societies, Waning Inequality, and an Inflation Revival' sangat menarik karena bicara soal demografi. Di Indonesia sendiri, sambungnya, memiliki bonus demografi.

"Populasi masyarakat Indonesia (per Juni 2021) sebanyaj 272 juta jiwa, sekitar 50 persen di antaranya merupakan milenial. Lalu bagaimana mengoptimalisasi bonus demografi? Ini tidak mudah," tuturnya.

Wimboh melanjutkan, Indonesia mempunyai segalanya seperti lahan, pertanian, dan sebagainya. Hanya saja harus dipikirkan cara mengoptimalkannya.

"Kita perlu pikirkan bagaimana mengatur Sumber Daya Alam (SDA), membawa teknologi, meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), dan membawa investasi," ujar dia. Ia melanjutkan, membahas buku tersebut menjadi penting demi mengetahui apa yang diperlukan untuk membangun ekonomi, khususnya sesudah Covid-19 berakhir.

Wimboh meyakini, situasi saat ini membaik. Terlihat dari kondisi pasar saham yang kembali ke normal.

"Indeks (IHSG) bagus seperti sebelum Covid-19. Pertumbuhan ekonomi nasional pun berada di 3,5 persen, sebenarnya tidak terlalu buruk. Saya harap 2022 bisa kembali normal seperti sebelum Covid-19," harapnya.

Dalam The Great Demographic Reversal: Ageing Societies, Waning Inequality, and an Inflation Revival karya Charles Goodhart and Manoj Pradhan, dipaparkan dampak dari pembalikan demografi ini terhadap ekonomi. Disebutkan, dampaknya bukan hanya mendorong konsumsi dan perekonomian secara umum, melainkan pengembalian inflasi, bunga nominal yang lebih tinggi, mengurangi ketimpangan, dan produktivitas yang lebih tinggi. 

Di sisi lain, bonus demografi juga menyimpan sisi gelap pada masalah fiskal, seperti karena pengeluaran medis, perawatan dan pensiun semuanya meningkat. Terutama bagi angkatan usia yang telah menua.

Melalui buku yang terbit pada 2020 tersebut, Pradhan dan Goodhart mengatakan, ketika kejutan pasokan positif terhadap tenaga kerja terjadi. Akibat yang tidak terhindarkan yaitu melemahnya daya tawar tenaga kerja dan ketidakstabilan dalam perekonomian.

Pada kesempatan serupa, Pradhan menjelaskan, inflasi akan terus terjadi dalam waktu lebih lama dari perkiraan. "Saya akan terkejut jika inflasi AS kurang dari 3 sampai 3,5 persen lebih pada 2022," katanya.

Ia melanjutkan, selama 35 tahun terakhir telah tercipta kerusakan signifikan terhadap visibilitas kebijakan melalui dua cara. Pertama, bank-bank sentral percaya mereka perlu lebih mengontrol tingginya inflasi sebisa mungkin. Lalu kedua, hanya sebagian dari pasar yang mengakui perubahan rezim menjadi dominasi fiskal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler