Makanan Olahan Naikkan Risiko Serangan Jantung-Strok

Konsumsi makanna olahan berbahaya bagi pengidap penyakit kardiovaskular.

Flickr
Ilustrasi makanan kemasan. Konsumsi makanan olahan berlebihan berbahaya untuk orang dengan penyakit kardiovaskular karena bisa tingkatkan risiko serangan jantung kedua dan strok.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Individu yang mengidap penyakit kardiovaskular disarankan menghindari konsumsi makanan olahan. Pasalnya, menyantap makanan olahan dalam jumlah berlebihan bisa meningkatkan risiko serangan jantung kedua atau strok fatal pada kelompok tersebut.

Anjuran itu termuat dalam studi yang digagas oleh Departemen Epidemiologi dan Pencegahan di Istituto di Ricovero e Cura a Carattere Scientifico Neuromed, Pozzilli, Italia. Temuan telah diterbitkan di European Heart Journal dari European Society of Cardiology.

Riset mengeksplorasi efek konsumsi makanan olahan pada orang dengan penyakit kardiovaskular. Selain menyebabkan risiko serangan jantung kedua atau strok fatal pada pengidap kardiovaskular, mengonsumsi makanan olahan juga mendatangkan risiko bagi individu yang menjalani diet Mediterania.

Studi meninjau data dari 1.171 orang yang berpartisipasi dalam riset epidemiologi Moli-sani selama periode 10 tahun. Semua peserta sudah memiliki penyakit kardiovaskular pada saat penelitian dimulai.

Para peneliti memusatkan perhatian pada konsumsi makanan olahan berlebihan yang sebagian atau seluruhnya dibuat dengan zat tertentu. Misalnya, protein terhidrolisis yang mengandung berbagai aditif seperti pewarna, pengawet, antioksidan, penambah rasa, dan pemanis.

Makanan olahan yang dimaksud termasuk minuman manis dan berkarbonasi, makanan kemasan, produk olesan, sereal, biskuit, dan yoghurt buah. Pengklasifikasiannya menggunakan sistem NOVA yang menilai makanan menurut tingkat pemrosesan, bukan dari nilai gizinya.

Baca Juga


Salah satu peneliti, Marialaura Bonaccio, menjelaskan bahwa orang yang lebih tinggi konsumsi makanan ultra-prosesnya memiliki dua per tiga peningkatan risiko serangan jantung atau strok kedua. Hal itu fatal dibandingkan dengan peserta yang lebih jarang memakannya.

Bonaccio mengatakan bahwa definisi makanan ultra-olahan tidak terkait dengan kandungan nutrisi, tetapi lebih pada proses yang digunakan untuk persiapan dan penyimpanannya. Meskipun suatu makanan bergizi seimbang, tetap saja bisa dianggap sebagai makanan ultra-proses.

"Pola makan berdasarkan konsumsi produk segar dengan pemrosesan minimal harus selalu diutamakan, seperti yang telah diajarkan oleh tradisi Mediterania selama berabad-abad kepada kita," ungkap Bonaccio.

Direktur Departemen Epidemiologi dan Pencegahan di Neuromed, Licia Iacoviello, menyarankan agar setiap orang mencermati bagaimana makanan disiapkan. Sayuran segar tidak sama dengan sayuran yang dimasak, dibumbui, dan dikemas.

Hal sama berlaku untuk banyak makanan lainnya. Ini adalah faktor yang harus semakin dipertimbangkan ketika memberi saran kepada masyarakat tentang nutrisi yang tepat.

"Usulan kami adalah tingkat industri pengolahan makanan harus ditambahkan ke label depan kemasan, yang selama ini hanya memberikan informasi gizi," kata Iacoviello, dikutip dari laman Health Europa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler