Ilmuwan Ingatkan Pandemi Selanjutnya Bisa Lebih Buruk
Pandemi berikutnya bisa dicegah dengan lebih banyak dana untuk penelitian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu ilmuwan di balik vaksin Oxford-AstraZeneca Covid-19 memperingatkan pandemi berikutnya mungkin lebih buruk. Pandemi selanjutnya bisa lebih menular dan mematikan.
Akan tetapi hal itu bisa dicegah jika lebih banyak dana yang dialokasikan untuk penelitian. Dari hasil studi, maka akan ada sebuah persiapan memerangi ancaman virus di masa depan.
Dalam kutipan yang dirilis sebelum pidato awal pekan ini, Profesor Sarah Gilbert mengatakan kemajuan ilmiah yang dibuat dalam memerangi virus mematikan tidak boleh hilang akibat biaya pandemi saat ini. "Ini bukan kali terakhir virus mengancam hidup dan mata pencaharian kita. Yang benar adalah yang berikutnya bisa lebih buruk. Bisa lebih menular, atau lebih mematikan atau keduanya,” kata Gilbert, seperti dilansir New Zealand Herald, Selasa (7/12).
Gilbert juga menyampaikan pesannya lewat acara tahunan yang disiarkan televisi. Biasanya, acara itu menampilkan pidato tokoh-tokoh berpengaruh dalam bisnis, sains, dan pemerintahan.
Gilbert akan meminta pemerintah lebih berkomitmen terhadap penelitian ilmiah dan kesiapsiagaan pandemi. Hal ini bahkan jika ancaman Covid-19 telah berkurang.
Selama pandemi Covid-19, penelitian tentang virus juga dianggap semakin maju. Oleh karenanya, jangan sampai kekurangan dana menjadi hambatan para peneliti dalam mengembangkan keilmuan tersebut.
"Kita tidak bisa membiarkan situasi di mana kita telah melalui semuanya dan kemudian menemukan kerugian ekonomi sangat besar yang kita alami berarti masih belum ada dana untuk kesiapsiagaan pandemi," katanya.
Di sisi lain, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, pemerintah terus mengantisipasi munculnya varian omicron. Termasuk mengawasi kasus omicron di dalam negeri meski tak ada riwayat perjalanan ke luar negeri.
"Kita tetap melakukan pengetatan di pintu masuk negara. Tapi kita tetap berhati-hati karena kemungkinan adanya varian Omicron yang dideteksi tanpa ada riwayat perjalanan ke luar negeri," ujar Siti Nadia Tarmidzi dalam dialog bertema "Disiplin Masker dan Vaksinasi Cegah Omicron," Selasa (7/12).
Ia mengemukakan, di beberapa negara yang melaporkan adanya omicron, seperti Spanyol dan Amerika Serikat diketahui muncul varian omicron tanpa adanya riwayat perjalanan luar negeri dari yang terpapar. "Artinya itu menjadi perhatian kita untuk berhati-hati. Yang pasti kita harus berhati-hati dengan varian baru seperti omicron," ucapnya.
Saat ini, sekitar 45 negara di dunia melaporkan adanya varian Omicron. Artinya, penyebarannya cukup cepat sejak dilaporkan kemunculannya pada 24 November tahun ini.
Sejak 26 November 2021 varian omicron masuk dalam Variant of Concern (VoC). Ia mengingatkan, kelompok lansia berpotensi paling terkena dampak terhadap varian omicron seperti yang terjadi di Jerman. Maka itu, Nadia mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan kelompok lansia untuk mendapatkan vaksin booster.
Biostatistika Epidemiologi FKM Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan hingga hari ini belum diketahui pasti karakteristik virus Corona B.1.1.529 atau varian Omicron. "Sampai hari ini WHO belum tahu persis. Apakah lebih berbahaya dari Delta, lebih menular, atau mematikan, belum tahu persis. Tapi apapun itu jangan sampai masuk ke Indonesia," katanya.
Namun, cara penularan varian Omicron sama dengan varian virus corona lainnya. Maka itu, cara pencegahannya pun sama.
"Kalau kita tidak ingin terjadi mutasi baru maka lakukan protokol kesehatan. Selama masih ada penularan maka risiko mutasi akan muncul. Maka jangan biarkan virus bertransmisi," tuturnya.