HIV yang tidak Terkontrol Bisa Jadi Pemicu Omicron

Para ahli menganggap Omicron sebagai varian Covid-19 yang aneh.

www.pixabay.com
Para ahli menganggap Omicron sebagai varian Covid-19 yang aneh.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, 

Baca Juga


Oleh: Shelbi Asrianti

Para ahli menganggap Omicron sebagai varian Covid-19 yang aneh. Pasalnya, mutasi tidak diturunkan dari salah satu varian lain yang jadi perhatian, seperti Alpha, Beta, atau Delta. Justru, varian merupakan turunan corona yang beredar 18 bulan silam.

Analisis pun dilakukan untuk mengeksplorasi sejumlah hipotesis, termasuk fakta bahwa Omicron muncul di daerah terpencil di Afrika Selatan. Informasi lain yaitu varian berevolusi pada hewan yang terinfeksi, seperti tikus, kemudian ditularkan kembali ke manusia.  

Pengetahuan lain yang kini terungkap dari semakin banyaknya data, yakni bahwa Omicron muncul pada seseorang dengan sistem kekebalan yang lemah. Varian ini menginfeksi individu yang menjalani pengobatan kanker, pasien transplantasi organ, atau seseorang dengan HIV yang tidak terkontrol.

Kemungkinan terakhir telah memicu kekhawatiran global, mengingat Afrika sub-Sahara merupakan rumah bagi dua pertiga dari populasi global yang hidup dengan HIV. Pemicunya yakni kurangnya akses ke layanan kesehatan, ketakutan akan stigmatisasi, dan terapi HIV yang tak efektif. 

Sementara, orang dengan HIV tingkat lanjut atau tidak terkontrol jauh lebih mungkin meninggal karena virus corona. HIV yang tidak terkontrol pun diyakini mendorong munculnya varian baru Covid-19.

Kecurigaan bahwa varian yang dikhawatirkan dapat berkembang pada pasien dengan sistem kekebalan yang lemah bukanlah hal baru.  Varian Alpha dan Beta yang pertama kali terlihat tahun lalu di Inggris serta Afrika Selatan, secara luas diperkirakan muncul setelah infeksi jangka panjang pada pasien.

Jika seseorang terinfeksi Covid-19 tetapi memiliki respons kekebalan yang lemah, infeksi dapat bertahan selama berbulan-bulan.  Pada saat itu, antibodi menetralkan beberapa virus, tetapi tidak semua. Virus yang masih hidup berkembang biak, bermutasi, dan berpotensi mengarah ke varian yang menghindari pertahanan kekebalan.

Dokter penyakit menular di Universitas KwaZulu-Natal di Durban, Richard Lessells, merupakan bagian dari tim yang pertama kali melaporkan Omicron. Dia dan rekan-rekannya menulis di jurnal //Nature//, memperingatkan kemungkinan hubungan HIV dan Covid-19.

Poin utama mereka, kegagalan mengatasi pandemi Covid-19 di negara-negara dengan tingkat HIV yang tidak terkontrol dapat menyebabkan munculnya varian lain dari Sars-CoV-2. Selanjutnya, varian akan menyebar lebih mudah di antara orang-orang atau membuat vaksin kurang efektif.

"Ini adalah pengingat bahwa sambil mengatasi tantangan langsung Covid-19, kita juga perlu mengintensifkan upaya untuk mengakhiri HIV sebagai masalah kesehatan masyarakat," kata Lessells, dikutip dari laman The Guardian, Senin (13/12).

 

Studi pendahuluan Lessells yang dipublikasikan secara daring pekan ini melacak sampel virus corona tertentu ke seorang wanita berusia 36 tahun yang tidak menerima terapi antivirus yang efektif. Hasil dari tes, virus tersimpan di tubuhnya selama 216 hari.

Selama waktu tersebut, virus mengakumulasi 32 mutasi, membuatnya mirip dengan varian Beta. Jika melemahnya sistem kekebalan oleh HIV mendorong evolusi Covid-19, kata para peneliti, maka terapi antiretroviral harus digenjot untuk mencegahnya.

Dengan Omicron, kemungkinan yang terjadi adalah virus bertahan pada pasien dengan gangguan kekebalan selama berbulan-bulan. Ini menjelaskan mengapa varian diturunkan dari versi lama virus sebelum memperoleh mutasi yang tepat dan menyebar.

Profesor Penny Moore dari University of the Witwatersrand dan Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan ikut menyerukan upaya penanganan HIV yang lebih baik. Menurut dia, meningkatkan akses ke vaksin Covid-19 perlu dibarengi langkah lain.

"Saya pikir kita perlu menerjemahkan urgensi kita dari Sars-CoV-2 ke pencegahan dan pengobatan HIV secara paralel untuk mengatasi cakupan vaksin yang tidak merata secara global," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler