2021 Jadi Tahun Berbahaya Bagi Pembela HAM

Bentuk serangan terhadap para pembela HAM di antaranya represi dan kriminalisasi.

Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Rep: Rizky Suryarandika/Haura Hafizhah/Antara Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak asasi manusia (HAM) melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang dilahirkan dengan sosok biologis manusia. Hak ini memberikan jaminan moral, dan menikmati kebebasan dari segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu tak dapat hak hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah.


HAM ini mencakup hak sipil dan politik, seperti hak untuk hidup, kebebasan dan kebebasan berekspresi. Selain itu, ada juga hak sosial, budaya dan ekonomi, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas pangan, hak untuk bekerja dan hak atas pendidikan. Hanya saja, dalam perjalanannya, HAM banyak menemui rintangan dan hambatan.

Amnesty International Indonesia pun mengamati, pembela HAM menjadi salah satu kelompok yang paling dalam bahaya sepanjang tahun 2021. Amnesty lantas meminta, Pemerintah memperbaiki komitmen penegakan hak asasi manusia (HAM).  

"Serangan terhadap mereka terus berlanjut, baik secara luring maupun daring, dan hanya sedikit yang diusut secara tuntas. Sayangnya, aktor negara diduga banyak terlibat dalam serangan tersebut," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (13/12).

Usman menjelaskan, bentuk serangan terhadap para pembela HAM di antaranya represi dan kriminalisasi hak mereka atas kebebasan berekspresi. Dalam kasus ini, penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih terus terjadi. 

Di sisi lain, kelompok masyarakat di luar pembela HAM juga menjadi korban dari pasal karet di dalam aturan tersebut. Hal ini menunjukkan, urgensi revisi UU ITE yang benar-benar berlandaskan perlindungan hak asasi. 

"Tahun lalu, kami menyoroti tren pelemahan hak asasi dan berharap tahun ini tertoreh catatan yang lebih baik. Apa yang terjadi? Tidak terlihat adanya perbaikan situasi HAM yang signifikan di negara ini," ujar Usman.

Usman mengungkapkan, ada kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah untuk memulihkan hak asasi. Namun ia mengamati kriminalisasi terhadap mereka yang mempraktikkan hak secara damai juga terus berlanjut. 

"Kami berharap di tahun 2022, pemerintah, parlemen dan aparat penegak hukum melaksanakan kewajiban mereka untuk mengedepankan perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi masyarakat, bukan mengabaikannya demi kepentingan lain," ucap Usman.

 

Serangan terhadap pembela HAM meningkat selama tahun 2021. Amnesty International Indonesia mencatat, ada setidaknya 95 kasus serangan terhadap pembela HAM di Indonesia dengan total 297 korban. Kasus tersebut menimpa pembela HAM dari berbagai sektor, mulai dari jurnalis, aktivis, masyarakat adat, hingga mahasiswa. 

"Bahkan pada tahun ini, negara tidak juga membuat kemajuan terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Padahal, tahun ini mencatat adanya dokumen resmi negara lain terkait tragedi 1965 yang dapat dijadikan tambahan referensi bagi dimulainya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," tegas Usman. 

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menegaskan, dalam penyusunan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), pemerintah harus melibatkan banyak pihak, terutama lembaga itu. Namun sampai hari ini, Komnas HAM belum pernah dimintai pandangan dan diajak berbicara secara formal untuk menyusun naskah rancangan RUU KKR.

Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat sekaligus Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan, sejak awal, seharusnya Komnas HAM sudah dilibatkan. Sebab, jangan sampai draf RUU KKR disusun secara sepihak dan mendapatkan penolakan pada kemudian hari.

"Apalagi, pada 2006 Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan UU KKR yang telah disahkan oleh pemerintah," kata dia melalui keterangan, Ahad (12/12).

Mengingat pentingnya RUU KKR itu, Amiruddin menegaskan, sebaiknya pemerintah terbuka sedari awal dalam menyusun naskah rancangan RUU KKR termasuk melibatkan banyak pihak, terutama perwakilan keluarga korban dan korban. Ia mengatakan, hingga hari ini, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat melalui proses nonyudisial selalu menjadi wacana dari tahun ke tahun. 

Saat ini, pemerintah diketahui sedang menyempurnakan naskah akademik RUU KKR. UU KKR adalah dasar hukum yang ditujukan untuk menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan.

Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menegaskan, komitmen pemerintah terhadap segala hal yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (HAM) tidak luntur. Dia mengataka,n bahwa pada peringatan Hari HAM Internasional ke-73 tanggal 10 Desember 2021 lalu, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pidato bersamaan dengan pembukaan Konferensi Internasional tentang Islam dan Hak Asasi Manusia (International Conference on Islam and Human Rights). 

 

Sebagai sebuah pidato pembukaan konferensi, kata dia, di forum tersebut disampaikan garis besar tentang tanggung jawab dalam pemajuan, penghormatan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM (5P HAM). "Kebijakan HAM pemerintah dinyatakan oleh Presiden secara tegas dan jelas, bahwa di tengah krisis kesehatan dan krisis perekonomian akibat pandemi, pemerintah terus berupaya memastikan pemenuhan hak asasi manusia," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler