Jet-Jet Turki Memulai Intervensi di Suriah Guna Hentikan Serangan Udara Israel
Ankara dilaporkan frustrasi atas aksi serangan udara Israel di Suriah.
REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Jet-jet Turki dilaporkan menggelar operasi pengacakan sinyal pada Jumat (2/5/2025) sebagai upaya menghentikan pesawat-pesawat Israel beroperasi di udara Suriah. Diketahui, Israel terus membombardir beberapa wilayah di Suriah dengan dalih melindungi komunitas Druze dari konflik horizontal.
Kantor berita Suriah, SANA dilansir the New Arab melaporkan, satu warga sipil tewas dan beberapa lainnya terluka akibat serangan udara Israel di Harasta dan kota al-Tall dekat ibu kota Damaskus, pada Jumat. Sementara lembaga penyiaran Turki mengonfirmasi intervensi negaranya lewat laporan, "Pesawat Turki mengirim sinyal peringaran dan melakukan pengacakan sinyal jet tempur Israel agar mereka keluar dari ruang udara Suriah."
Para pejabat Turki dilaporkan frustrasi atas perluasan operasi Israel di Suriah, di mana aksi serangan udara Israel dinilai Ankara sebagai ancaman bagi kepentingan mereka di Suriah dan stabilitas kawasan. Kementerian Luar Negeri Turki telah meminta Israel untuk menghentikan serangan udaranya, mengingatkan bahwa, "pada tahapan sensitif di Suriah saat ini, adalah kewajiban bagi komunitas internasional untuk berkontribusi menegakkan stabilitas dan keamanan di Suriah".
Israel selama ini menegaskan mereka sebagai "pelindung" bagi komunitas Druze di Suriah. Namun demikian, mayoritas Druze di Suriah menjaga jarak dengan Israel dan bahkan serangan Israel di Suweida membunuh empat warga Druze.
Adapun Turki, memposisikan sebagai pendukung pemerintah Suriah dan memberikan sinyal kemungkinan mengirim pasukan dan sistem pertahanan udara ke objek vital strategis seperti pangkalan T4 dan Hama, yang keduanya belakangan menjadi target serangan udara Israel. Bagi Israel, terus berkembangnya kehadiran Turki di Suriah menjadi tantangan bagi upaya mereka mencaplok wilayah dan mengontrol sebagian wilayah Suriah usai tergulingnya Presiden Bashar al-Assad pada Desember 2024.
Pekan lalu, militer Israel meningkatkan serangan udara ke wilayah pinggiran Damaskus, Suriah dan mengeluarkan ancaman terhadap kepemimpinan Ahmad Al-Saara. Serangan itu dilancarkan dengan dalih merespons kerusuhan di kawasan yang dihuni komunitas Druze pada awal pekan ini.
Serangan udara yang dilakukan pada Kamis (1/5/2025) itu, menurut pemerintah Suriah, menewaskan sejumlah warga sipil termasuk dari komunitas Druze. Aksi kekerasan sebelumnya pecah pada Selasa dan Rabu di wilayah Ashrafiyat Sahnaya dan Jaramana, dekat Damaskus.
Menurut pejabat Suriah, bentrokan dipicu oleh bocoran pesan suara yang diduga berasal dari seorang ulama Druze yang berisi hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Akibat bentrokan tersebut, sedikitnya 16 orang dilaporkan tewas, termasuk aparat keamanan.
Pemimpin otoritas dan kepala pertahanan Israel menyebut serangan udara tersebut sebagai “operasi peringatan” untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap komunitas Druze. Sementara kepala otoritas luar negeri Israel, Gideon Saar, menyerukan tindakan internasional untuk “melindungi kelompok minoritas di Suriah” dari “rezim dan kelompok terorisnya.”
Kepala pertahanan Israel, Israel Katz, juga mengeluarkan ancaman terbuka: “Jika kekerasan terhadap warga Druze di Suriah tidak dihentikan, kami akan merespons dengan sangat keras.”
Apa itu komunitas Druze?
Sekte religius Druze adalah kelompok minoritas yang muncul pada abah ke-10, bagian dari Ismailisme, sebuah cabang dari Islam Syiah. Lebih dari separuh dari total 1 juta populasi Druze, tinggal di Suriah. Kelompok kecil Druze lain tinggal di Lebanon, dan Israel, termasuk di Dataran Tinggi Golan, wilayah yang dicaplok Israel dari Suriah selama Perang Enam Hari pada 1967.
Di Suriah, komunitas Druze tinggal di selatan provinsi Swida dan pinggiran Damaskus, khususnya di Jaramanan dan Ashrafiyat Sahnaya bagian selatan. Setelah Bashar al-Assad tumbang pada Desember 2024 lalu, pemerintahan transisi berjanji memasukkan wakil Druze di pemerintahan, meski otoritas tertinggi tetap dipegang oleh kelompok militan yang menggulingkan Assad, Hayat Tahrir al-Sham, atau HTS.
Pada akhir Maret 2025, 23 anggota pemerintahan baru Suriah diumumkan, dan hanya ada satu wakil Druze, yakni Amjad Badr, yang menjabat Menteri Pertanian Suriah. Di kalangan Druze sendiri, mereka dilaporkan sedikit terbelah soal bagaimana menghadapi status quo Suriah usai Assad terguling.
Sebagian besar Druze mendukung sebuah upaya dialog dengan pemerintahan transisi. Sementara sebagian lainnya menginginkan pendekatan konfrontasional, lantaran komunitas ini juga memiliki pejuang bersenjata.
Tidak hanya Druze, kelompok religus dan etnis di Suriah saat ini khawatir akan eksistensi mereka dalam sistem baru pemerintahan di bawah kepemimpinan saat ini, yang mana di antara mereka ada yang terkait dengan kelompok ekstremis. Bahkan, Presiden Ahmed al-Sharaa sendiri adalah mantan militan yang pernah menjadi anggota Al-Qaeda. Meski, al-Sharaa pernah menegaskan bahwa hak-hak kelompok etnis dan religius minoritas akan dilindungi, telah terjadi beberapa kali insiden pembunuhan berlatar belakang kekerasan sekterian sejak tergulingnya Bashar al-Assad.
Komunitas Druze telah lama mengkhawatirkan kelompok Muslim mayoritas sejak mereka diserang oleh kelompok ISIS di selatan provinsi Sweida pada 2018. Serangan itu berakibat tewasnya puluhan orang Druze dan puluhan lainnya menjadi sandera selama empat bulan. Kala itu, kelompok ISIS menilai Druze sebagai kaum bidaah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres pada Jumat (2/5/2025), mengecam serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah Suriah. Dia menyebut hal itu sebagai "pelanggaran terhadap kedaulatan" Suriah.
Dalam konferensi pers di Markas PBB, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyampaikan, Guterres prihatin dengan meningkatnya ketegangan di beberapa kawasan di Damaskus, dan mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil. "Sekjen PBB juga mengecam pelanggaran Israel terhadap kedaulatan Suriah, termasuk serangan udara terbaru yang terjadi di dekat istana presiden di Damaskus," kata Dujarric.
Dia mendesak, Israel harus menghentikan serangan-serangan itu dan "menghormati kedaulatan, kesatuan, integritas teritorial, dan kemerdekaan Suriah."