Hujan Deras dan Banjir Diprediksi akan Sering Terjadi di Malaysia

Pakar lingkungan memprediksi hujan lebat dan banjir akan sering melanda Malaysia

EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Seorang pria (kiri) mendorong troli dengan anak dan barang-barangnya, sementara anggota keluarga lainnya membawa kasur, setelah banjir melanda Taman Sri Muda, distrik Shah Alam, sekitar 40 km dari Kuala Lumpur, Malaysia, 21 Desember 2021. Pakar lingkungan memprediksi hujan lebat dan banjir akan sering melanda Malaysia.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pakar lingkungan Renard Siew menyatakan banjir akibat hujan deras di banyak negara bagian Semenanjung Malaysia selama akhir pekan mengungkap realitas pola cuaca ekstrem. Kondisi ini disebabkan oleh perubahan iklim.

Kejadian seperti itu yang diperkirakan akan terjadi lebih sering di masa depan. Para ahli pun mendesak pihak berwenang untuk berbuat lebih banyak dalam hal perencanaan bencana dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.

Siew mengatakan banjir yang melanda beberapa negara bagian termasuk Selangor, Negeri Sembilan, Kelantan, Pahang, Melaka, dan Terengganu pada 17-18 Desember adalah contoh nyata dari peristiwa cuaca yang tidak dapat diprediksi akibat emisi karbon yang tinggi. "Ketika kita memompa karbon dioksida ke atmosfer, apa yang cenderung yang terjadi adalah ini menciptakan efek perembesan global di mana gas rumah kaca memerangkap panas dan di bawah kondisi yang lebih hangat, atmosfer kita mampu menampung lebih banyak uap dan kelembapan," katanya.

Menurut penasihat perubahan iklim untuk Pusat Studi Pemerintahan dan Politik (Cent-GPS), kondisi itu memiliki efek akumulasi. Dampak jangka panjangnya adalah mengalami hujan tiba-tiba di daerah tertentu dan yang terjadi banjir di Malaysia dalam beberapa hari terakhir.

Siew mengatakan monsun timur laut yang terjadi di Malaysia antara November-Maret biasanya berdampak pada pantai timur semenanjung. Namun, dia mencatat banjir tahun ini juga melanda wilayah di tengah semenanjung serta pantai barat.

"Menjadi lebih sulit bagi ahli iklim untuk memprediksi cuaca dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi karena fenomena perubahan iklim," kata Siew dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/12).

"Pemerintah (Malaysia) telah mengatakan bahwa banjir adalah peristiwa sekali dalam seratus tahun. Namun sejujurnya, selama bertahun-tahun kami telah melihat begitu banyak peristiwa cuaca ekstrem ini terjadi di Cina, Jerman, dan New York," ujar Siew.

Pernyataan itu pun didukung dosen lingkungan hidup Universiti Putra Malaysia Haliza Abdul Rahman. Dia mencatat akhir-akhir ini terjadi peningkatan kejadian banjir.

Baca Juga


Haliza mencatat pada Agustus banjir bandang tiba-tiba di kaki Gunung Jerai di Yan, Kedah merenggut enam nyawa. Dia menambahkan pada  Juli-Agustus curah hujan yang berlebihan tercatat di negara lain, di antaranya adalah provinsi Henan di China, Jerman, dan Turki.

Peristiwa itu menyebabkan banjir besar dan tanah longsor, menelan ratusan nyawa dan kerusakan parah pada properti. "Perubahan iklim membawa perubahan ekstrem dalam pola cuaca, suhu, dan curah hujan,” kata Haliza.

Menurutnya perubahan iklim adalah faktor utama yang menyebabkan tingginya curah hujan selama 17-18 Desember yang mengakibatkan situasi banjir. "Banjir telah disebut sebagai peristiwa sekali dalam seratus tahun. Namun mungkin, lebih banyak insiden seperti itu akan berulang di tahun-tahun mendatang," katanya.

Dalam hal mitigasi dampak banjir besar akibat perubahan iklim, Haliza menekankan Malaysia tidak dapat melakukannya sendiri. “Memitigasi dampak perubahan iklim adalah upaya global tetapi Malaysia harus meningkatkan upaya pembangunan berkelanjutannya,” terangnya.

Haliza mencatat negara bagian Selangor yang padat penduduknya dilanda banjir dan insiden itu adalah pelajaran baik bagi otoritas negara bagian. Pemerintah negara bagian dapat fokus pada upaya menjaga hutan, membangun bangunan berkelanjutan, dan memelihara masyarakat untuk mengadopsi etika lingkungan.

"Mungkin mendorong car-pooling, mendorong penduduk setempat untuk menggunakan transportasi umum, semua ini dapat mengurangi jumlah gas rumah kaca di atmosfer," kata Haliza.

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Air Malaysia (KASA) Dr Zaini Ujang mengatakan pada akhir pekan bahwa hujan deras dimulai pada 17 Desember dan berlangsung lebih dari 24 jam. Hujan ini setara dengan curah hujan rata-rata selama sebulan dan merupakan peristiwa cuaca sekali dalam seratus tahun.

"Curah hujan tahunan di Kuala Lumpur adalah 2.400 mm dan ini berarti curah hujan kemarin telah melebihi rata-rata curah hujan selama sebulan. Itu di luar perkiraan kami dan hanya terjadi sekali dalam seratus tahun," kata Ujang.

Ujang juga menekankan penyebab langsung dari peristiwa itu adalah faktor aliran monsun dan sistem cuaca tekanan rendah yang mencapai tingkat depresi tropis yang terbentuk di Laut China Selatan. Dia menambahkan fenomena itu awalnya terdeteksi oleh Departemen Meteorologi Malaysia pada 12 Desember.

Pada 18 Desember, sistem cuaca memasuki Pahang dan menghantam seluruh semenanjung. Hingga Senin (20/12) malam, setidaknya 10 orang dilaporkan tewas dalam peristiwa itu.

Ahli meteorologi Dr Azizan Abu Samah dari Universiti Malaya mengatakan penyebab banjir di Malaysia adalah interaksi antara sistem cuaca bertekanan rendah, monsun timur laut musiman, dan Topan Rai yang melanda Filipina. "Tiga faktor tersebut menyebabkan curah hujan yang sangat besar pada awalnya melanda pantai timur, sebelum pindah ke daratan ke daerah lain di Semenanjung Malaysia pada Sabtu (18 Desember)," ujarnya.

Azizah mendesak pemerintah untuk meningkatkan sistem peringatan dini sehingga kejadian banjir besar di masa depan dapat ditangani dengan lebih baik. Menurut dia pihak berwenang dapat memperkirakan peristiwa banjir terjadi dan seharusnya berbuat lebih banyak.

Contoh saja pada 17 November, Sekretariat Negara Bagian Selangor mengeluarkan pemberitahuan peringatan bahwa negara bagian akan menghadapi curah hujan yang tinggi pada November dan Desember. Mereka mendesak lembaga negara terkait untuk bersiap menghadapi hal ini.

"Kita perlu meningkatkan sistem peringatan kita. Anda tidak dapat menghentikan cuaca tetapi kami memiliki informasi yang cukup untuk membuat prediksi yang baik, dan dengan sistem peringatan yang baik, kami dapat memiliki respons yang baik terhadap insiden semacam itu,” kata Azizan menekankan bencana terjadi ketika tidak merencanakannya.

Pada akhir pekan, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan hujan yang tak terduga di Selangor telah membuat pemerintah pusat dan negara bagian lengah. Dia juga berjanji untuk segera menyelesaikan masalah luar biasa dalam pengiriman makanan dan bantuan kepada mereka yang terdampar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler