Shin Tae-yong dan Ambisi Indonesia Akhiri Paceklik Gelar Piala AFF

Tangan dingin Shin rupanya secara perlahan memberi identitas baru timnas Indonesia.

EPA-EFE/YONHAP SOUTH KOREA
Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong.
Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika ditanya ESPN mengenai kritik penggemar tim lawan bahwa Indonesia terlalu agresif selama Piala AFF 2020, pelatih timnas Indonesia Shin Tae-yong menyatakan tak apa-apa bermain agresif, sepanjang tak menyakiti lawan. Dia malah menilai tim-tim Asia Tenggara kurang agresif.

"Saya tak beranggapan kami telah bermain terlalu agresif. Justru salah satu hal yang saya pelajari dari sepak bola Asia Tenggara saat pertama kali saya menangani Indonesia adalah para pemain kurang begitu agresif," kata Shin awal pekan ini. "Pendekatan fisik adalah hal yang mesti kami ambil, jadi saya sama sekali tak memasalahkannya."

Tetapi sungguh karena bermain agresif itu pula pertandingan yang dimainkan Indonesia menjadi terasa lebih menyengat, lebih menghibur, dan memacu adrenalin. Indonesia terlihat seperti menampilkan wajah khas sepak bola Korea yang ngotot, terus menekan, percaya diri, dan bermain dalam semangat team work yang kuat.

Sepanjang Piala AFF ini Asnawi Mangkualam dkk bermain dalam semangat bertempur yang tinggi sampai tak ragu beradu fisik untuk merebut bola dan menjarah area lawan. Sungguh intervensi karakter yang baik yang berasal dari kultur sepak bola yang puluhan tahun belakangan membuat Korea Selatan berbicara banyak di tingkat regional dan internasional.

Bermain penuh percaya diri pula yang mungkin paling menarik untuk dicermati. Aspek ini sering menjadi faktor pembeda saat dua tim bertanding. Dan Indonesia memiliki aspek itu saat ini yang bahkan nyaris merata.

Gambaran paling kuat untuk menerangkan adanya kepercayaan diri yang tinggi itu adalah kiper Nadeo Argawinata, terutama saat mementahkan tendangan penalti Faris Ramli dalam leg kedua semifinal melawan Singapura yang berkesudahan 4-2, Sabtu (25/12) malam pekan lalu.

Ketika Singapura tinggal sejengkal lagi mencapai final Piala AFF, sejak sebelum Faris mengambil ancang-ancang mengeksekusi penalti itu, Nadeo terlihat sama sekali tak tertekan, padahal saat itu dialah yang paling menentukan nasib Indonesia selanjutnya.

Boleh saja beranggapan Indonesia menang karena menghadapi tim yang tiga pemainnya terkena kartu merah. Tetapi itu tak menghilangkan fakta bahwa Indonesia memang bermain bagus dan menjadi pihak yang lebih bisa mengelola emosi dan tekanan.

Indonesia juga menjadi tim paling on fire yang terlihat dari 18 gol yang diciptakan sejauh ini atau terbanyak dibandingkan dengan tim mana pun dalam Piala AFF 2020 ini. Tangan dingin Shin rupanya telah secara perlahan memberi identitas baru untuk sebuah tim yang kini akrab dalam predikat menekan, ngotot, dan penuh percaya diri.

Baca Juga


Baca juga : Minat Tonton Final Piala AFF 2020 di Singapura? Ini Harga Tiketnya

Predikat ini juga sering dimiliki tim-tim besar, termasuk Korea Selatan yang langganan putaran final Piala Dunia, bahkan pernah merasakan semifinal Piala Dunia 2002 dan babak 16 Besar Piala Dunia 2010.

Shin menjadi salah satu bagian dari wajah sepak bola modern negara itu, baik saat sebagai pemain maupun saat sebagai pelatih. Selama 13 musim bermain, Shin mencetak 99 gol dan 68 assist dari total 401 pertandingan untuk Ilwha Chunma yang enam kali menjuarai Liga Korea. Karier kepelatihannya tak kalah menarik. Akhir 2008, dia mengawalinya bersama Seongnam FC yang juga berujung sukses seperti saat dia berstatus pemain.

Pelatih tim nasional (timnas) Indonesia Shin tae-yong (tengah) mengamati anak didiknya berlatih di Lapangan D, Kompleks GBK, Senayan, Jakarta, Selasa (2/3/2021). - (Antara/M Risyal Hidayat)

 

 
Setelah Piala Dunia Brasil 2014, Shin mengisi sementara kursi pelatih timnas. Februari 2015 dia diserahi tugas mengasuh Korsel U-23 dan berhasil mengantarkan Laskar Taeguk mencapai perempat final sepak bola Olimpiade Rio 2016.

Dua tahun kemudian pada 2017, Shin ditunjuk memimpin Korea Selatan yang di ambang gagal masuk putaran final Piala Dunia 2018 setelah negeri itu memecat pelatih asal Jerman yang juga mantan pemain kesohor, Uli Stielike. Dua pertandingan sulit menanti Shin.

Pertama, menjamu Iran yang tak bisa dikalahkan Korsel selama bertahun-tahun.
Kedua, bertandang ke Uzbekistan yang di ambang mewujudkan mimpi lolos Piala Dunia untuk pertama kalinya.

Baca juga : Presiden Arema Siapkan Bonus Rp 1 Miliar Jika Timnas Juara Piala AFF 2020

Sungguh misi yang mustahil. Bukan saja karena dua lawannya itu, tetapi juga oleh kondisi skuad Korea yang saat itu menjemukan, tidak kreatif, dan kehilangan motivasi.

Ternyata Shin sukses membawa negaranya ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia. Di sana, pasukan Shin membantai juara bertahan Jerman 2-0, tapi sayang kalah tipis dari Meksiko dan Swedia dalam dua laga fase grup.

Shin berhasil membentuk kembali tim yang tadinya berantakan menjadi kekuatan padu yang diperhitungkan lawan. Ini resume menarik, termasuk bagi Indonesia yang merekrut dia akhir Desember 2019.

Sewaktu Shin dikontrak Indonesia, timnas sudah lima kali kalah berturut-turut dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, Grup G Zona Asia, sehingga sudah pasti tak lolos. Shin sempat membuat Indonesia memperoleh poin pertamanya ketika menahan seri Thailand 2-2 dalam kualifikasi yang dilanjutkan lagi setelah pandemi menghentikannya sepanjang 2020.

Memang kemudian kalah besar dari Vietnam dan Uni Emirat Arab pada Juni, ketika persiapan atlet seluruh dunia terganggu oleh pandemi, tetapi dalam Piala AFF, Indonesia menjadi tim yang berubah.

Malaysia yang dua kali mengalahkan Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2022, ditelan 4-1 pekan lalu, sedangkan juara bertahan Vietnam yang juga dua kali mengalahkan Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia Qatar, ditahan seri 0-0 dalam laga fase grup Piala AFF 2020 lainnya.

Pesepak bola timnas Indonesia berpose di hadapan fotografer sebelum bertanding melawan timnas Singapura dalam pertandingan semifinal leg kedua Piala AFF 2020 di National Stadium, Singapura, Sabtu (25/12/2021). - (ANTARA/Humas PSSI)

 


Ini menjelaskan ada perkembangan besar dalam tim Indonesia di mana Shin menjadi bagian instrumental dalam perubahan ini. Sudah lima kali Indonesia menjadi runner up Piala AFF yang tiga di antaranya karena dikalahkan Thailand yang menjadi lawan Indonesia dalam final Piala AFF kali ini. Satu dari tiga kekalahan melawan Thailand pada edisi-edisi terdahulu terjadi karena adu penalti, sedangkan pada final 2016, Indonesia kalah agregat satu gol.

Thailand memang tim yang paling sulit dibobol selama Piala AFF 2020, tetapi Indonesia juga bukan lagi tim yang pernah dikalahkan dalam kualifikasi Piala Dunia 2022. Menumbangkan Malaysia dan menahan seri Vietnam adalah petunjuk grafik permainan skuad Garuda tengah meningkat.

Baca juga : Apa Pun Hasil Final Piala AFF 2020, Menpora Pastikan Kontrak Shin Aman

Dalam soal teknik, sejak lama Indonesia sama sekali bukan tim yang tertinggal. Lima kali masuk final Piala AFF sebelumnya adalah buktinya. Aspek teknik itu sekarang telah dilengkapi kepercayaan diri tinggi yang bisa sangat penting saat menghadapi Thailand dalam final nanti.

Ditambah waktu istirahat lebih panjang yang bisa membuat kondisi fisik lebih baik dan waktu lebih dari cukup untuk Shin dalam meramu taktik paling jitunya, prospek besar mengakhiri dahaga gelar selama 30 tahun sudah menanti Indonesia.

Terakhir kali Indonesia menjuarai turnamen besar adalah saat memenangkan medali emas sepak bola SEA Games 1991 di Filipina. Kini waktunya timnas mengkapitalisasi grafik meningkat belakangan ini dengan trofi turnamen besar pertamanya dalam tiga dekade yang bisa meretas jalan sukses dalam turnamen-turnamen lain, termasuk SEA Games tahun depan di Vietnam.



sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler