Divonis Tujuh Tahun Penjara, Bupati Nganjuk Naik Banding

Novi Rahman masih menduga kasusnya direkayasa oleh pihak tertentu.

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Rep: Dadang Kurnia Red: Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bupati Nganjuk nonaktif, Novi Rahman Hidayat divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara dalam perkara jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Vonis tersebut dibacakan Hakim Ketua I Ketut Suarta dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (6/1).

"Menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 200 juta subsider kurungan 6 bulan,” ujar I Ketut Suarta dalam amar putusannya.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga memerintahkan negara menyita sejumlah barang bukti. Seperti ponsel milik terdakwa Novi, dan uang sebesar Rp 245 juta. Sedangkan uang Rp 402,9 juta dikembalikan ke Novi dan barang bukti berupa uang sejumlah Rp 11 juta dikembalikan kepada Jumali.

Novi melalui tim kuasa hukumnya secara tegas menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan. Meskipun, putusan yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa menuntut Novi dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider delapan bulan penjara.

Saat sidang pledoi sebelumnya, kuasa hukum Novi, Tis'at Afriyandi menilai kasus dugaan suap yang membelit kliennya penuh dengan rekayasa. Ia menuding ada pihak tertentu yang berupaya mengkriminalisasi.

Baca Juga


Hal itu dibuktikan dengan beberapa indikator. Di antaranya, terkait proses penangkapan terdakwa yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak dilengkapi alat bukti yang cukup dan sah. "Bahwa secara nyata terdakwa tidak dalam posisi tertangkap tangan menerima uang dari siapapun juga. Tetapi terdakwa ditangkap saat berbuka puasa," kata Tis'at.



BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler