Gibran Operasikan Kendaraan Listrik Wisata Meski Belum Kantongi Izin Keselamatan

Kendaraan listrik wisata dioperasikan meski muncul polemik terkait izin keselamatan

dok. Humas Pemkot Solo
Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa, menjajal mobil listrik wisata yang akan dioperasionalkan untuk wisatawan berkeliling Kota Solo, Kamis (30/12). Kendaraan listrik wisata dioperasikan meski muncul polemik terkait izin keselamatan. Ilustrasi.
Rep: Antara Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka tetap mengoperasikan kendaraan listrik wisata meski muncul polemik terkait izin keselamatan yang belum dikantongi oleh moda transportasi tersebut.

Baca Juga


"Karo Satlantas wae oke kok (Dengan Satlantas saja oke kok). Namanya juga sepur wisata, jalan saja terus," kata Gibran di Solo, Kamis (6/1/2022).

Meski demikian, ia berpesan agar operasional kendaraan wisata berbahan bakar listrik tersebut dilakukan secara hati-hati. "Yang penting sing numpak ya ati-ati, itu saja. Lagipula kan selama ini pelan-pelan," imbuhnya.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyarankan mobil listrik wisata tersebut tidak dioperasionalkan di jalan raya. Menurutnya jika ingin mengoperasikan mobil tersebut di jalan raya, maka harus melalui uji tipe dulu supaya dikeluarkan surat registrasi uji tipe (SRUT).

"Dengan dasar SRUT dari Ditjenhubdat, maka polisi mengeluarkan STNK dan pelat nomor kendaraan. Selain itu, sebagai angkutan umum setiap enam bulan wajib dilakukan uji berkala atau KIR," katanya.

Dia mengatakan jika mobil listrik yang merupakan hibah dari Tahir Foundation tersebut tetap dioperasikan di jalan umum, maka pengelola bisa dijerat dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yakni dikenakan sanksi sesuai Pasal 277 UU LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) Tahun 2009.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Karena itu, menurut dia, untuk saat ini lebih baik Pemkot Surakarta mengoperasikan mobil listrik tersebut di kawasan tertutup atau tidak di jalan raya. "Bukan masalah wisatanya tapi jalan yang dilaluinya. Jika dioperasikan di lokasi tertutup misalkan di kawasan Jurug atau di Kantor Balai Kota Surakarta tidak ada pelat nomor juga tidak masalah. Jika di jalan umum, pasti berkaitan dengan keselamatan penumpang harus dapat jaminan asuransi," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler