Garut Anggarkan Rp 200 Juta untuk Beli Sepatu ASN dari UMKM
Pemkab Garut menyebut pemesanan sepatu kulit untuk bantu UMKM yang sepi pembeli
REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut menyiapkan anggaran Rp 200 juta untuk membantu industri kerajinan kulit yang ada di wilayah Sukaregang, Kabupaten Garut. Namun, anggaran ratusan juta rupiah itu rencananya akan digunakan untuk membeli sepatu kulit untuk para aparatur sipil negara (ASN).
Bupati Garut, Rudy Gunawan, mengatakan, anggaran itu merupakan bentuk dukungan Pemkab Garut terhadap industri kulit, khususnya yang ada di Sukaregang. Namun, alih-alih digunakan untuk pengembangan industri kulit, anggaran itu akan dialokasikan untuk membeli sepatu kulit, yang nantinya bisa dipakai oleh ASN Golongan 3 dan Golongan 2.
"Sebagai satu pemberitahuan, bahwa 2022 ya Pak Kadis (Perindag) Pak Gania ya, kami menyediakan anggaran dari APBD 200 juta rupiah untuk membeli sepatu buatan Sukaregang, (untuk) dipakai oleh PNS golongan 3 dan golongan 2," kata dia, melalui keterangan resmi, Kamis (6/1).
Rudy mengucapkan rencananya itu di depan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil dan para pelaku usaha kerajinan kulit, saat berkunjung ke kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut, Kamis sore. Ia beralasan, anggaran ratusan juta rupiah itu digunakan untuk membeli sepatu kulit lantaran penjualan para perajin sepi.
"Karena kemarin katanya sepi, Pak Gubernur," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, ia juga berharap Gubernur Jabar dapat memberikan ide cemerlang untuk mengembanhkan industri kulit di Kabupaten Garut. Sebab, menurut dia, Gubernur Jabar merupakan sosok yang luar biasa. Rudy mengaku menyaksikan sendiri ada batik dari Cirebon, yang merupakan hasil desain Gubernur Jabar dapat laku, bahkan viral.
"Tentu saya berharap Pak Gubernur punya ide-ide yang baik terhadap perkulitan Kabupaten Garut, dan tentunya beliau akan memberikan yang terbaik bagi pengusaha-pengusaha kulit di Kabupaten Garut," ujar Rudy.
Sementara itu, Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, menilai, industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut memiliki potensi bisnis yang besar. Namun, setidaknya terdapat lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut stagnan. Pertama, bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor.
"Bahannya ternyata tidak exportable. Karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itunya tidak memadai," kata dia di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut, Kamis.
Permasalahan kedua, ia menyebut, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi. Menurut dia, desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semua mirip.
Ia menilai, harus ada inovasi untuk mengembangkan desain produk kerajinan kulit. Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit.
"Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat trendsetter," kata dia.
Masalah ketiga, menurut Emil, terdapat masalah limbah dalam postproduksi kerajinan kulit di Kabupaten Garut. Itu tentu menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan.
"Kami akan cek. Katanya ada lima titik (pengolahan limbah), tapi tidak berfungsi," kata dia.
Masalah keempat, Emil mengatakan, para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang masih kurang memahami cama memasarkan produk secara digital. Mayoritas pelaku usaha masih menjual produknya secara konvensional.
Terakhir, ia menambahkan, para pelaku usaha harus mau menggunakan bahan dari limbah tumbuhan untuk membuat sebagian produknya. Bahan yang dimaksud adalah dari limbah kopi dan jamur untuk dijadikan kulit, yang menurut dia, saat ini sedang diminati merk fesyen dunia.
"Semua (masalah) itu akan saya jawab setelah pulang dari sini," kata dia.