PTM Dimulai, Usaha Konveksi Ponpes Bangkit Lagi
Selain konveksi, ponpes juga memberi keterampilan lain seperti desain grafis.
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Dimulainya pembelajaran tatap muka (PTM) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menjadi berkah bagi banyak orang, terutama berbagai usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Salah satu yang merasakan berkah dari dimulainya sekolah tersebut adalah usaha konveksi yang memasok seragam-seragam sekolah.
"Sekarang alhamdulillah sudah banyak pesanan untuk seragam sekolah," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda, KH Habib Mahfud.
Membekali para santri dengan berbagai keterampilan wirausaha menjadi salah satu visi utama Ponpes Miftahul Huda di Desa Pesawahan, Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Usaha konveksi yang dinilai potensial menjadi salah satu keterampilan yang diajarkan oleh ponpes tersebut.
Keterampilan konveksi tidak hanya diberikan oleh para siswa SMK Miftahul Huda, tetapi juga siswa-siswa lainnya di bawah yayasan yang sama. Dengan berkembangnya keterampilan para santri ini di bidang konveksi, maka tidak heran jika usaha konveksi ponpes ini berkembang.
"Awalnya konveksi ini hanya dikerjakan oleh santri. Tapi lama kelamaan berkembang, dan jadi banyak pesanan," kata KH Habib.
Pesanan konveksi Ponpes Miftahul Huda umumnya berasal dari sekolah-sekolah dan pesantren di Banyumas dan sekitarnya. Sebagai SMK berbasis pesantren, sejak 2010 para santri dibekali berbagai keterampilan untuk menunjang kehidupan mereka setelah lulus dari pesantren tersebut.
Tidak hanya dibekali keterampilan tersebut, mereka juga diperkerjakan di berbagai usaha milik ponpes, seperti konveksi. Mereka memproduksi semua jenis seragam sekolah seperti kaos training, seragam pesantren, dan jas almamater pesantren dari puluhan sekolah dan pesantren di Banyumas.
Selain itu, saat musim khataman pesantren, konveksi biasanya mendapat pesanan hingga 1.000 baju. Dengan banyaknya pesanan, maka ponpes pun mengajak penjahit dan konveksi dari lima kecamatan untuk menjalankan usaha konveksi tersebut.
Jika ada pesanan, maka pengerjaan akan dibagi ke konveksi di desa-desa yang menjadi rekanan. Hal ini karena para santri di konveksi tidak bisa sepenuhnya kerja karena harus belajar, sehingga mereka umumnya hanya mengerjakan proses finishing. Akan tetapi, pandemi membuat usaha mereka menjadi macet.
"Konveksi mati semua, sebagian ada yang beralih mengerjakan pesanan dari Glodok, Jakarta. Kemarin kami di awal pandemi buat masker sama baju APD," ujarnya.
Masker dan APD tersebut dipasarkan ke beberapa perusahaan rekanan sekolah-sekolah yang sebelumnya menjadi langganan mereka. Karena di awal pandemi kebutuhan masker dan APD sangat besar, jadi produk mereka hingga menyasar ke luar Banyumas, bahkan sampai DKI Jakarta.
Menurut Khadik (21 tahun), salah satu santri yang bekerja di konveksi milik ponpes tersebut, meski di awal pandemi konveksi mereka mengalami kesulitan, namun produksi masker dan APD tersebut sangat membantu agar konveksi ponpes dan warga desa tetap berjalan.
Konveksi pernah mendapat pesanan dari 30 ribu masker hingga dua juta masker dalam waktu dua pekan. Begitupun banyaknya pesanan untuk APD. Tapi semakin banyak saingan dari berbagai daerah yang ikut memproduksi, sehingga permintaan untuk masker dan APD dari konveksi pesantren pun perlahan menurun. "Sekarang alhamdulillah udah mulai sekolah lagi. Ada lagi pesanan," kata Khadik.
Ia menilai usaha konveksi ini sangat membantu para santri untuk berwirausaha dan mendapatkan uang saku. Upah diambil dari sistem produksinya dan jumlah yang dikerjakan. Di luar pesanan ke pesantren, para santri yang bekerja di konveksi juga bisa mengambil pesanan pribadi.
"Misal santri punya garapan sendiri, itu upahnya 100 persen buat pribadi. Kalau garapan dari ponpes digaji oleh ponpes," jelas dia.
Selain konveksi, ponpes juga memberi keterampilan lainnya seperti desain grafis dan batik. Saat ini ponpes tengah membangun gedung untuk pelatihan khusus batik yang masih dalam tahap pembangunan 50 persen.
Mereka bahkan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam proses pendampingan pemasaran. Ini merupakan bagian dari rencana SMK Miftahul Huda untuk menuju SMK Pusat Keunggulan.
"Jadi arahnya bagaimana SMK itu bisa membuat proyek baru atau berevolusi menjadi pusat keunggulan. Nanti jika gedungnya jadi, mulai pelatihan batik, dan UGM bisa membantu memasarkan," ujarnya.