Mengapa Beberapa Orang Kena Covid-19 Lagi Sementara yang Lain tak Pernah Tertular?
Saat sebagian orang kena Covid-19 berulang, sebagian lain tak pernah tertular.
www.freepik.com.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Reiny Dwinanda
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ada orang yang tetapi tak terinfeksi SARS-CoV-2 meskipun berhubungan sangat dekat dengan orang-orang positif Covid-19. Sementara itu, sebagian orang lain dapat dengan mudah kembali tertular, terlebih saat ada varian baru virus penyebab penyakit wabah ini.
Baca Juga
Fenomena itu makin kentara saat varian omicron menyebar. Sejumlah orang yang sudah pernah kena Covid-19 atau sudah divaksinasi mendapati dirinya terinfeksi lagi.
"Suntikan dosis penguat (booster) vaksin Covid-19 melindungi dari omicron dan menawarkan kesempatan terbaik untuk melewati pandemi," kata pejabat kesehatan Inggris berulang kali, seperti dikutip laman The Sun, Jumat (7/1/2022).
Mayoritas orang Inggris yang positif Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir terinfeksi omicron. Sebagian dari mereka pun bertanya-tanya pada yang tidak pernah mengisolasi diri, "bagaimana kalian bisa tidak tertular?".
Mungkinkah itu karena keberuntungan, ibarat memenangkan lotre, ataukah mereka mendapat perlindungan dari vaksin atau pengaruh faktor gen? Ahli imunologi terkemuka berpikir mungkin ada alasan di balik beberapa orang yang beruntung memiliki kekebalan tubuh bawaan alami.
Para ahli di Inggris dan Brasil sedang menyelidiki kemungkinan beberapa orang sudah memiliki tubuh yang disiapkan untuk melawan SARS-CoV-2 sebelum pandemi dimulai. Darah dan sel mereka dapat membantu para ilmuwan memahami lebih banyak tentang kekebalan dan bahkan menunjukkan jalan menuju vaksin Covid-19 yang dapat mengalahkan varian apapun.
Sementara itu, bagi mereka yang terus tertular Covid-19, bukan berarti sistem imunnya tidak bekerja dengan baik. Meskipun telah divaksinasi, mereka mungkin lebih rentan terhadap virus karena berbagai faktor.
Bisa jadi, kekebalan yang mereka dapatkan dari infeksi terdahulu maupun vaksin Covid-19 telah berkurang. Kemungkinan lainnya, mereka kurang berhati-hati dalam menjaga kebersihan tangan, abai memakai masker, dan tidak menjaga jarak, atau hanya "kurang beruntung" dalam membawakan diri dalam kemunculan setiap varian.
Profesor kedokteran dan imunologi di Imperial College London Danny Altmann mengatakan kepada Telegraph bahwa gen kekebalan sangat berbeda dari orang ke orang.
"Saya berbicara tentang ribuan kemungkinan di papan catur, tidak ada dua orang yang akan terlihat sama," ujarnya.
Penelitian saat ini di University of Oxford dan Imperial College London sedang menguji seberapa mudah orang tertular Covid-19 dibandingkan orang lainnya. Tenaga sukarelawan yang terlibat dalam penelitian memiliki dosis vaksin yang sama dan terpapar virus yang sama kemudian diisolasi selama dua pekan. Diperkirakan respons imun akan berbeda pada setiap orang.
Imunitas alami?
Studi serupa terjadi di awal pandemi, di mana staf di layanan kesehatan cenderung terpapar Covid-19 di tempat kerja. Tetapi, di akhir uji coba hanya 20 persen yang memiliki tanda infeksi Covid-19 yang jelas. Sementara itu, 65 persen tidak terinfeksi sama sekali.
Sisanya, 15 persen mengalami 'infeksi abortif' tingkat rendah yang tidak terdeteksi di tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Mereka tidak memiliki antibodi Covid-19, tetapi memiliki jumlah sel T yang lebih tinggi dari rata-rata.
Ini menunjukkan bahwa tubuh mereka telah "melihat" virus sebelum virusnya masuk. Seolah-olah tubuh mereka sudah mampu melawan Covid-19 meski belum pernah menemukan virus itu sebelumnya.
Seorang profesor imunologi vitus di University College London Mala Maini dan rekan penulis penelitian tersebut mengatakan, orang-orang tersebut tidak sepenuhnya melawan infeksi. Akan tetapi, mereka menghilangkan virus begitu cepat segingga tidak dapat ditangkap oleh tes standar.
Pada 2020, seorang ilmuwan terkemuka mengatakan, orang Inggris secara signifikan alami kebal terhadap Covid-19. Profesor kedokteran di University of Oxford Sir John Bell mengatakan, kemungkinan sejumlah besar populasi sudah memiliki latar belakang perlindungan terhadap Covid-19.
"Saya pikir mereka ada dalam jumlah yang cukup signifikan. Jadi, mungkin ada latar belakang kekebalan sel T pada orang sebelum melihat virus corona dan itu mungkin relevan bahwa banyak orang mendapatkan penyakit yang cukup asimtomatik," ujarnya.
Prof Bell menyebut, sel T itu menjadi sedikit lelah setelah seseorang berusia di atas 65 tahun dan mungkin tidak seefektif menghilangkan virus. Ini dapat menjelaskan sejumlah kemampuan yang berbeda dalam merespons Covid-19.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler