Bertahun-tahun Menepis Adanya Kasus, Thailand Bantah Tutupi Wabah Demam Babi Afrika

Kasus demam babi Afrika ditemukan di Thailand pada seekor babi piaraan

Pixabay
Demam babi Afrika menjangkit babi ternak.
Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand pada Senin (10/1/2022) membantah tuduhan telah menutupi wabah demam babi Afrika setelah tes laboratorium universitas yang dilakukan bulan lalu mengindikasikan bahwa seekor babi piaraan mati akibat penyakit tersebut.

Baca Juga


Otoritas Thailand selama bertahun-tahun menepis wabah lokal demam babi Afrika, yang melanda Eropa dan Asia dalam beberapa tahun terakhir dan membuat ratusan juta babi mati. Otoritas sebelumnya menghubungkan sebagian besar kematian babi dengan penyakit virus lainnya, yakni sindrom pernapasan dan reproduktif babi (PRRS).

Beberapa pekan terakhir muncul spekulasi bahwa wabah demam babi Afrika telah membinasakan ternak babi Thailand, yang didorong oleh lonjakan drastis harga daging babi akibat minimnya pasokan domestik.

"Kami sudah mengikuti semua prosedur. Kami tidak bisa menutupinya," kata Dirjen Departemen Pengembangan Ternak Thailand, Sorravis Thaneto saat konferensi pers.

"Jika kami menjumpai penyakit itu, kami akan mengumumkan sesuai prosedur."

Otoritas mulai mengumpulkan sampel darah dari peternakan babi dan rumah pemotong hewan di provinsi terkait untuk melacak penyakit tersebut, kata Sorravis. Penyakit demam babi Afrika tidak membahayakan manusia, namun mematikan bagi babi.

Wabah demam babi dilaporkan di China dan sejumlah negara tetangga Thailand, termasuk Vietnam yang memusnahkan sedikitnya 230.000 babi tahun lalu. Angka itu naik tiga kali lipat dari 2020.

Pernyataan Sorravis muncul setelah pegiat terkemuka Srisuwan Janya pada Senin mengajukan keberatan ke kantor badan antikorupsi Thailand. Ia menuding Sorravis dan dua menteri lainnya menyembunyikan wabah demam babi Afrika. Universitas Kasetsart Thailand beberapa waktu lalu mengatakan bahwa laboratorium mereka bulan lalu menemukan penyakit tersebut pada babi piaraan yang mati, yang pertama di Thailand.

Baca: Swiss Larang Tentara Pakai Aplikasi Pesan Asal AS dari Whatsapp Hingga Telegram

Baca: Awalnya Berdalih Mengawasi, Kini AS Malah Bangun Kilang Minyak di Suriah

Konsorsium dekan dari 14 lembaga kedokteran hewan termasuk Universitas Kasetsart mengatakan telah melayangkan surat kepada Sorravis pada awal Desember untuk memberitahu soal temuan tersebut. Akan tetapi Sorravis mengaku tidak pernah melihat surat tersebut, namun akan mencarinya. Pekan lalu otoritas mengatakan mengantisipasi pasokan babi yang lebih sedikit tahun ini dan mulai Kamis akan menunda ekspor babi hidup sampai 5 April 2022.

Baca: Bayang-Bayang Kuasa Mantan Presiden di Balik Kekacauan Kazakhstan

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler