Semua Gara-Gara Layangan Putus
Antusiasme masyarakat membuat film Layangan Putus menjadi trending di 25 negara.
“It’s My Dream Mas, Not Her Dream!”
Subhanallah, masyarakat mana yang tidak kenal dengan kalimat tersebut? Hampir semua lini meme social media disuguhkan percakapan kedua aktor tersebut. Apa-apa sedikit my dream, apa-apa sedikit my dream. Imbasnya salah satu aktor dalam film tersebut diserang habis-habisan oleh netizen Indonesia lantaran memerankan peran antagonisnya.
Antusiasme seluruh rakyat Indonesia membuat film ini menjadi perbincangan hangat dan menjadikan layangan putus trending di 25 negara. Aduhai, nggak cuma ibu-ibu dan bapak-bapaknya, anak muda yang semestinya menjadi garda terdepan untuk membangun Indonesia agar lebih baik lagi, juga sama menjadi bagian yang turut meramaikan tontonannya. Apakah menonton tak boleh? Bukan begitu juga saudara, tapi negeri kita sedang tidak baik-baik saja, dari hutang negara yang kian menumpuk, krisis moral, kemiskinan, korupsi, hukum yang bisa dijual beli, minat baca rendah, kualitas pendidikan dibawah rata-rata dan sekelumit kasus lain yang tidak ada habisnya. Saat ini pemudanya malah leyeh-leyeh, menye-menye dan disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting.
Anehnya mereka para Intelektual tidak pernah merasa bermasalah dengan konten-konten yang disuguhkan dalam film layangan putus tersebut. Bahkan ikut menikmati dan mengamini isi film tersebut. Padahal konten yang dikemas dengan apik ini sama sekali tidak menyuguhkan edukasi yang baik di kalangan pemuda yang tengah krisis moral dewasa ini. Sebab isi kontennya tentang dunia pelakor yang membuat beberapa orang Indonesia takut menjalani ibadah pernikahan. Kalau kiblatnya pemuda Indonesia seperti ini gambarannya, kedepan mau jadi apa?
Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno berpesan: “Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya.” Lah ini, pemuda hobinya nonton film pelakor. Mbok ya waktunya dibuat ngopi sambil belajar ilmu-ilmu yang menunjang kehidupan selanjutnya, kehidupan yang abadi yakni kehidupan akhirat.
Saking pentingnya kedudukan pemuda, dalam hadispun juga disebutkan bahwa “Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. At-Tirmidzi)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu dalam Kitabnya Majmu’ Fatawa Bin Baz berkata: “Para pemuda pada setiap umat manapun, mereka adalah tulang punggung yang membentuk unsur pergerakan dan dinamisasi. Pemuda mempunyai kekuatan yang produktif, kontribusi yang terus menerus. Tidak akan bangkit suatu umat umumnya kecuali ada di pundak [ada kepedulian dan sumbangsih] para pemuda yang punya kepedulian dan semangat menggelora.”
Hal senada juga disampaikan oleh Imam Syafi’i Rahimahullah kehidupan pemuda demi Allah adalah dengan mencari ilmu dan bertaqwa, bila keduanya tak mewujud, maka tak ada yang menandai keberadaannya.
Seharusnya sosok pemuda itu cerdas, menjadi rujukan bagi adik-adiknya dan juga masyarakat. Peka terhadap kondisi lingkungan, sehingga pikirannya tercurah untuk mencarikan solusi hakiki atas masalah yang muncul. Tak lupa juga alamiahnya seorang pemuda memiliki visi akhirat, sehingga setiap jengkal langkahnya tidak hanya memberikan kebermanfaatan bagi dunia, tapi tercatat juga sebagai pahala.
Pemuda yang bervisi akhirat, tentu ketika mencetuskan gagasan perubahan tak akan menghasilkan perubahan semu semata. Seperti Ilmuwan Islam pada masa Kekhilafahan misalnya, mereka adalah pemuda-pemuda bervisi akhirat yang menyumbang peradaban dunia.
Ibnu Sina dengan jutaan karyanya menjadi rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad lamanya. Begitu juga dengan pemudinya Maryam Al Astrolab, muslimah pertama pembuat cikal alat transportasi dan komunikasi untuk dunia modern. Astrolab merupakan nenek moyang GPS yang memudahkan perjalanan dan aktivitas kita saat ini. Astrolab membantu penentuan waktu salat yang ditentukan secara astronomis dan membantu menemukan arah ke Mekah (kiblat). Para pelaut zaman dahulu menggunakan Astrolab untuk menentukan arah. Astrolab jadi alat navigasi yang digunakan untuk mengukur ketinggian selestial berupa tinggi bintang, planet atau benda langit lainnya di atas cakrawala.
Tak berhenti sampai di situ, ada Al Khawarizmi. Matematikawan muslim yang mengabdikan diri sebagai dosen di sekolah kehormatan yang terletak di Baghdad. Beliau adalah penemu angka mulai dari nol sampai sepuluh. Apa kabar dunia per-coding-an saat ini seandainya tidak ada angka nol yang ditemukan oleh Al Khawarizmi?
Atau sosok Muhammad Al Fatih, ketika menginjak usia dua puluh satu tahun berhasil menguasai lebih dari enam Bahasa dan sukses menaklukkan Konstantinopel. Beliau adalah sosok pemimpin yang cerdas. Kecerdasan Al-Fatih ini terlihat jelas dari pemikirannya yang cemerlang dalam upayanya membebaskan kota Konstantinopel. Al-Fatih memindahkan kapal-kapal dari pangkalannya di Baskatasy ke Tanduk Emas dengan cara menariknya melalui jalan darat yang ada di anatara dua pelabuhan, sebagai usaha menjauhkan kapal-kapal itu dari Galata karena khawatir mendapat serangan dari pasukan Genova.
Jalan darat yang dilaluinya bukanlah tanah yang datar, namun berupa bebukitan. Melihat kondisi demikian, Al-Fātiḥ berusaha meratakan tanah hanya dalam hitungan jam. Ia kemudian juga mendatangkan papan dari kayu yang diberi minyak dan lemak. Setelah itu papan-papan tadi ia letakan di atas tanah yang sudah rata, yang memungkinkan kapal-kapal pasukannya mudah untuk ditarik dan berjalan.
Kini kita sama-sama melihat, langit-langit sejarah seperti periuk yang dibakar berpuluh-puluh tahun. Hitam kelam. Bangkitlah kawan! Sejarah sedang menunggu kita. Sudah banyak manusia menanti bintang baru untuk memberikan arah bagi penjelajah yang tersesat dan pelaut yang terjebak gelombang badai. Bintang-bintang seperti Ibnu Sina, Maryam Al Astrolab, Al Khawarizmi, Muhammad Al Fatih sudah pernah membuat langit sejarah itu bersinar. Kini giliran kita untuk menyinari langit sejarah itu!