Jika Benar-Benar Dilaksanakan, Ajaran Islam Itu Menyelamatkan
Tak ada tujuan lain dari ibadah yang diperintahkan ajaran Islam kecuali untuk kedamaian dan keselamatan para pemeluknya.
SELAIN kepasrahan dan berserah diri seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s (Q. S. Ash-Shafat : 103), Islam juga bermakna kedamaian dan menyelamatkan. Tak ada tujuan lain dari ibadah yang diperintahkan ajaran Islam kecuali untuk kedamaian dan keselamatan para pemeluknya yang berimbas kepada kedamaian dan keselamatan orang lain.
Ibadah dalam ajaran Islam telah Allah tetapkan sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya. Al Qur’an menegaskan, aturan Islam yang Allah tetapkan benar-benar demi memenuhi kebutuhan kehidupan manusia yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Ibadah dalam Islam ditentukan waktu dan tata cara pelaksanaannya agar tidak menyulitkan dalam menunaikkannya.
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (Q. S. al Hajj : 78).
Apapun yang Allah perintahkan pasti terdapat manfaat besar bagi kehidupan. Mustahil sekali jika ibadah yang diperintahkan dalam Islam tidak memiliki manfaat bagi kehidupan manusia di dunia terlebih-lebih kehidupan di akhirat kelak.
“Setiap berita (yang dibawa Rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui” (Q. S. al An’am : 67).
Kini, seiring dengan kesadaran manusia, terutama para pemeluk Islam dalam melaksanakan ketaatan terhadap ajaran Islam, mulai terungkap hikmah-hikmah besar dibalik setiap ibadah yang diperintahkan dan larangan yang ditetapkan dalam ajaran Islam. Kini mulai banyak ilmuwan yang mengungkap hikmah besar dibalik pelaksanaan berbagai ibadah dalam ajaran Islam.
Dalam ibadah shalat misalnya, terkandung begitu banyak hikmah bagi kehidupan. Ibadah yang hanya beberapa menit kita laksanakan ini, ternyata berpengaruh besar terhadap kehidupan fisik dan psikis kita.
Prof. Ir. dr. Fatimah Ibrahim dan DR. Ng Siew Cheok, dua pakar kesehatan dari Malayasia dalam bukunya Solat sebagai Terapi Minda (2014 : 59) menyimpulkan hasil penelitiannya, ibadah shalat sangat membantu terhadap kesehatan minda (otak). Menurut kedua pakar kesehatan tersebut, terdapat pancaran gelombang alfa pada diri setiap orang yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah shalat.
Gelombang tersebut akan menghadirkan ketenangan bagi pelaku shalat tersebut. Ketenangan ini akan melahirkan kekhusyukan shalat yang akan berimbas pula kepada aktivitas setelah melaksanakan ibadah shalat.
Jauh sebelum penemuan kedua pakar tersebut Rasulullah saw pernah bersabda kepada Bilal bin Raba’ah r.a. “Wahai Bilal! Marilah kita tenangkan (jiwa kita) dengan shalat” (H. R. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Jilid IV : 296, hadits nomor 4985, Penerbit : Maktabah Dahlan, Indonesia).
Masih menurut kedua pakar kesehatan tersebut, ibadah shalat mampu memberikan kesan yang baik terhadap kesehatan mental dan otak orang yang melaksanakannya. Keadaan mental atau otak yang baik serta sehat akan memberikan kesan secara langsung kepada kesehatan badan seluruhnya.
Bukan hanya ibadah shalat saja, ibadah-ibadah lainnya pun memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan mental dan fisik. Aktivitas makan yang nampak merupakan upaya memenuhi kebutuhan aktivitas fisik, dalam ajaran Islam kegiatan tersebut memiliki pengaruh kuat terhadap kesehatan spiritual. Karenanya, setiap kita akan makan sangat dianjurkan berdo’a sebagai upaya memenuhi unsur spiritual, memohon berkah dari aktivitas makan yang kita lakukan.
Selain harus mengkonsumsi makanan yang baik dan halal, beberapa tata krama makan pun dicontohkan Nabi saw seperti tak boleh makan terlalu kenyang; berdo’a sebelum dan sesudah makan; serta tidak boleh makan sambil berbaring atau makan sambil berdiri. Tata krama makan lainnya adalah tidak boleh menjelek-jelekan, menyia-nyiakan, dan memubazirkan makanan.
Tentu saja semua tata krama makan tersebut memiliki hikmah dan manfaat bagi orang yang melaksanakannya. Makan yang tidak terlalu kenyang akan membuat pencernaan kita terasa nyaman.
Masih dalam tata krama makan, Islam menganjurkan makan sambil duduk dan memakruhkan makan sambil berdiri. Dahulu, tata krama ini hanya dianggap sebagai kesopanan saja. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, tata krama makan yang dianjurkan Islam sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Beberapa waktu lalu situs www.healthline.com, sebuah situs yang banyak membahas masalah kesehatan menurunkan sebuah artikel berjudul Is Eating While Standing Up Bad for You? Artikel ini melansir temuan pengaruh makan sambil berdiri dan makan sambil duduk.
Makan sambil berdiri dapat membakar sekitar 50 kalori per jam lebih banyak daripada makan sambil duduk, namun ini belum tentu memberi perbedaan signifikan dari waktu ke waktu. Sebab, kebanyakan orang mengkonsumsi makanan dengan relatif cepat. Mengkonsumsi makanan sambil berdiri dapat membantu pembakaran sekitar 12-25 kalori ekstra.
Sebaliknya, makan sambil duduk cenderung mengurangi kecepatan makan, sehingga berpotensi mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi. Beberapa penelitian menunjukkan, makan lebih lambat dapat mengurangi nafsu makan dan meningkatkan perasaan kenyang.
Dua faktor tersebut dapat mengurangi jumlah total kalori yang dikonsumsi saat makan. Sehingga, makan sambil duduk dapat membuat seseorang makan 88 kalori lebih sedikit pada setiap sesi makan.
Makan sambil duduk juga dapat membantu otak mencatat bahwa kita telah mengonsumsi "makanan yang sebenarnya", sehingga mengurangi kemungkinan kita makan berlebih pada waktu makan berikutnya. Sementara makan sambil berdiri, lambat laun akan berdampak buruk terhadap kesehatan.
Dengan mengurangi porsi makanan akan menghindarkan seseorang dari obesitas. Terhindar dari obesitas merupakan salah satu langkah menuju kehidupan yang sehat. Masih banyak sisi lain dari ajaran Islam yang secara ilmiah terbukti manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Penemuan-penemuan ilmiah dan hikmah dari setiap pelaksanaan ajaran Islam harus semakin meyakinkan kita akan kebenaran ajaran Islam. Kita harus semakin sungguh-sunguh dalam melaksanakan setiap ajarannya.
Sungguh sangat disayangkan apabila kita masih asal-asalan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, sebab manfaat dari ibadah yang kita lakukan bukan untuk kepentingan Allah, namun akan kembali kepada diri kita masing-masing. Demikian pula, mudarat dari meninggalkan ibadah hanya akan membahayakan kehidupan kita di dunia dan akhirat.
Kita harus semakin mengokohkan keyakinan, kelahiran Islam ke muka bumi ini sebagai rahmatan lil’alamin yang akan menyelamatkan diri sendiri dan orang lain. Tak ada satu pun dari ajaran Islam yang keluar dari koridor ajaran yang rahmatan lil’alamin.
Rahmatan lil’alamin merupakan nilai universal bagi seluruh manusia di muka bumi. Siapapun orangnya meskipun bukan seorang muslim, yang memilih perilakunya sesuai dengan ajaran Islam, ia akan memperoleh kebaikan hidup di dunia, meskipun nirpahala di akhirat kelak. Sebaliknya, siapapun orangnya yang memilih perilakunya bertentangan dengan ajaran Islam, ia akan memperoleh kerugian di dunia dan akhirat, meskipun ia mengaku sebagai seorang muslim (Ilyas Ba-Yunus & Farid Ahmad, Islamic Sociology An Introduction, 1985 : 65).