Plt Wali Kota Bandung Dukung Hukuman Mati Terhadap Herry Wirawan
Apa yang dilakukan Herry Wirawan itu extraordinary, di luar batas kewajaran.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana mendukung jaksa penuntut umum (JPU), yang menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati dan tambahan hukuman kebiri. Tuntutan tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada orang yang hendak berbuat jahat.
"Semua bisa sepakat apa yang dilakukan itu extraordinary, di luar batas kewajaran, sehingga wajar tuntutan itu ada tuntutan mati," ujarnya, Rabu (12/1).
Ia berharap hal tersebut memberikan efek jera, termasuk kepada mereka yang hendak berbuat jahat. "Mudah-mudahan ada efek jera, apa yang dilakukan HW ini kita menitipkan anak ke bersangkutan dan diperlakukan tidak baik, bayangkan perasaan orang tua," katanya.
Ia pun memahami apabila jaksa menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati. Perbuatan Herry Wirawan dinilai sudah di luar batas nalar. "Saya pikir wajar akhirnya jaksa menuntut mati ke HW. Saya sepakat saja karena kelakuannya, sikapnya, di luar batas nalar," ungkapnya.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati Herry Wirawan untuk dihukum mati saat persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). Selain itu terdakwa diminta untuk dihukum kebiri kimia.
"Dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung.
Selanjutnya, ia menuturkan pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk mengumumkan identitas terdakwa dan disebarkan kepada masyarakat. Selain itu hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas melalui pengumuman hakim dan hukuman tambahan tindakan kebiri kimia," katanya.
Asep menuturkan pihaknya meminta hakim juga agar terdakwa membayar Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan pidana penjara. Selain itu harus membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 331 juta lebih.
"Kami meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana 500 juta subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada korban total Rp 331 juta," katanya.
Pihaknya pun meminta hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan semua yayasan dan pesantren maupun boarding school terdakwa. Kemudian aset tersebut disita dan dilelang selanjutnya hasilnya digunakan untuk kelangsungan hidup para korban dan anaknya.
Tuntutan yang diberikan kepada terdakwa mengacu kepada Pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 juncto Pasal 76 huruf D Undang-Undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.