Di Mana Idealnya Isolasi Pasien Omicron? IDI dan Pemerintah Beda Pendapat
WHO menegaskan Omicron tetap berbahaya bagi orang yang belum divaksinasi.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Zainur Mashir Ramadhan, Fergi Nadira B
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin, pada Senin (10/1) menyampaikan bahwa pasien yang terkonfirmasi Omicron tidak membutuhkan perawatan yang serius di rumah sakit. Hal ini dikarenakan mayoritas pasien terkonfirmasi varian Omicron memiliki gejala ringan dan tidak bergejala.
Nantinya, pasien hanya perlu menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah dengan diberikan suplemen vitamin maupun obat terapi tambahan yang telah mendapatkan izin penggunaan dari pemerintah. Menanggapi pernyataan Menkes, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengaku kurang setuju bila pasien Omicron melakukan isolasi mandiri di rumah.
"Sebaiknya Omicron jangan di rumah kalau positif, kalau tanpa gejala di Wisma atau di tempat terpusat. Saya usulkan saran itu mohon dipertimbangkan," kata Zubairi saat dihubungi, Kamis (13/1/2022).
Karena, sambung Zubairi, penularan Omicron amat sangat cepat dan dikhawatirkan bisa menularkan orang sekitar yang ada di lingkungan rumah. Untuk penanganan pun, pasien Omicron cukup istirahat hingga dinyatakan negatif.
"Pasien Omicron di tempat karantina terpusat ya istirahat saja, sampai negatif. Prinsipnya, Omicron amat mudah menular, jadi mencegah penularan dengan di tempat karantina terpusat isomannya," ujar Zubairi.
Dikonfirmasi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan isolasi mandiri di rumah dapat dilakukan bila isolasi mandiri terpusat sudah tidak bisa menampung pasien.
"Kalau isolasi terpusat sudah tak menampung, harus disiapkan isoman di rumah, tapi harus dimonitor, kemenkes katanya sudah ada telemedicine kan," kata Pandu.
Ia juga menyarankan agar para Kepala Daerah menyiapkan tempat isolasi mandiri komunal. "Kalau ada rumah kosong, atau rusun belum terpakai, bisa dibuat isolasi komunal setempat," kata Pandu.
Adapun, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan, pada prinsipnya konsep isoman untuk tiap kasus positif Covid-19 sama. Yaitu, isolasi orang dengan kasus positif di ruangan yang terpisah dengan penghuni lain, mengurangi peluang terpapar virus, merawat orang dengan kasus positif sesuai prosedur, dan menghubungi tenaga kesehatan jika terjadi perburukan gejala.
"Sedangkan untuk teknis rencana isolasi mandiri telah dijelaskan Kemkes dalam https:isoman.kemkes.go.id," ujar Wiku.
In Picture: Vaksin Booster Covid-19 untuk Lansia di Yogyakarta
Penularan varian Omicron sejauh ini paling banyak terjadi di DKI Jakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Kamis, mengatakan, data terakhir yang dimilikinya, ada 498 pasien Omicron dirawat di Wisma Atlet serta RSPI Sulianti Saroso.
"Transmisi lokal 89 kasus, 17,9 persen, yang dari impor itu 409 kasus atau 80,1 persen. Memang mungkin ada penambahan lagi, nanti kita lihat data-datanya lagi ya," kata Riza saat ditemui di Balai Kota, Kamis (13/1).
Dijelaskan dia kemarin, dalam beberapa waktu ini memang masih ada banyak peningkatan terkait bed occupancy rate (BOR) atau keterisian tempat tidur. Mengutip data terbaru, kata dia, BOR hingga Ahad (9/1) ada di angka sembilan persen, dari jumlah sekitar 3.885 tempat tidur, terisi sekitar 348.
“Ya BOR ada peningkatan memang dari yang tadinya sudah turun sampai di empat persen. Begitu juga ICU, dari 604 sudah terpakai 31 ini sedikit peningkatan,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, mengatakan, peningkatan BOR di RS rujukan Covid-19 memang terjadi. Menurut dia, hal itu karena kapasitas maksimal masih ditahan hingga kini.
Dia menjelaskan, sejauh ini pihaknya hanya menggunakan lima ribu tempat tidur. Jumlah itu, kata dia, bisa dimaksimalkan hingga 15 ribu.
“Dan Jumlah RS di DKI yang siap melakukan pelayanan Covid-19 saat ini 140an,” kata dia petang di Balai Kota.
Jika BOR saat ini mengalami peningkatkan, kata dia, karena pihaknya memang belum meluaskan fasilitas yang ada. Dia menyebut, akan melihat tren lebih jauh.
“Kebijakannya adalah semua siaga, kita lihat trennya, nanti kalau trennya begitu (naik terus) ya kami luaskan sambil melihat regulasi,” jelas dia.
Kendati demikian, Widyastuti menampik jika kenaikan BOR saat ini sama dengan kenaikan BOR saat Delta merebak. Ditanya gelombang susulan, dia menyebut, akan mendengarkan saran para ahli dan mempertimbangkan sehingga tidak terjadi peningkatan terus menerus.
“Kami sih tetap mengimbau tidak usah panik, Omicron adalah varian yang memang relatif baru meski penularan cepat. Tapi, untuk menjadi (gejala) berat itu secara teori dan berbagai pengalaman tidak seperti Delta ya,” ucapnya.
Pada Rabu (12/1/2022), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, bahwa varian Omicron memang tidak terlalu berbahaya dibandingkan Delta. Namun, dia mengingatkan, bahwa Omicron tetap merupakan varian yang berbahaya terutama bagi orang yang tidak divaksinasi.
Menurutnya, jumlah rekor 15 juta kasus Covid-19 yang dilaporkan pekan lalu adalah perkiraan yang terlalu rendah. Tingkat kematian tetap stabil dan dapat diturunkan dengan memberikan lebih banyak vaksin kepada orang-orang.
"Sementara jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat di sebagian besar negara, itu tidak dalam tingkat yang terlihat pada gelombang sebelumnya," kata Tedros seperti dikutip laman Anadolu Agency, Kamis (13/1/2022).
"Sebagian besar orang yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia tidak divaksinasi," ujarnya menambahkan.
Dia mengakui bahwa vaksin tetap sangat efektif untuk mencegah penyakit parah dan kematian, namun vaksin tidak sepenuhnya mencegah penularan. Tedros mengatakan jumlah kematian yang stabil mungkin karena berkurangnya keparahan yang ditimbulkan dari Omicron, serta kekebalan yang meluas dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya.
"Mari kita perjelas, sementara Omikron menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada Delta, itu tetap menjadi virus yang berbahaya, terutama bagi mereka yang tidak divaksinasi," tutur Tedros.