Bupati Penajam Paser Utara Tersangka Gratifikasi

Abdul Gafur ditetapkan tersangka bersama lima orang lainnya.

ANTARA FOTO
Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas'ud (AGM) sebagai tersangka. Politisi Partai Demokrat itu ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara.

"KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/1).

Penetapan Abdul Gafur sebagai tersangka penerima hadiah dilakukan setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (12/1), sore. Dalam kesempatan itu, KPK meringkus 11 orang dan menetapkan enam tersangka termasuk Bupati Penajam Paser Utara.

Adapun, kelima tersangka lainnya yakni Plt Sekretaris Daerah Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Penajam Paser Utara Edi Hasmoro (EH), Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Penajam Paser Utara Jusman (JM), dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB).

Mereka merupakan tersangka penerima hadiah dalam perkara tersebut. Sedangkan, lembaga antirasuah itu juga menetapkan satu pihak swasta sebagai tersangka pemberi hadiah, yakni Achmad Zuhdi (AZ) alias Yudi.

Konstruksi kasus...

Baca Juga


Perkara bermula saat pemerintah Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga pada 2021. Nilai kontrak dari kedua proyek itu mencapai sekitar Rp 112 miliar.

Rinciannya, proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-bukit subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar. Proyek lainnya, pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.

"Selain itu tersangka AGM diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan Bleach Plant (pemecah batu) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara," kata Alexander.

Abdul Gafur diyakini memerintahkan tersangka Mulyadi, Edi Hasmoro dan Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara. Mereka adalah orang pilihan dan kepercayaan Abdul Gafur sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek untuk selanjutnya digunakan bagi keperluan bupati.

Abdul Gafur bersama Nur Afifah Balqis yang merupakan bendahara DPC Demokrat menerima dan menyimpan serta mengelola uang-uang yang diterimanya dari para rekanan. Dana tersebut diamanka dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah yang dipergunakan untuk keperluan Abdul Gafur.

"Tersangka AGM juga diduga telah menerima uang tunai sejumlah Rp 1 miliar dari tersangka AZ yang mengerjakan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp 64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara," katanya.

Penetapan Abdul Gafur dilakukan setelah terjaring OTT KPK. Dalam kesempatan itu, tim satuan tugas KPK mengamankan Rp 1 miliar uang tunai dalam koper dan rekening bank dengan saldo Rp 447 juta serta sejumlah barang belanjaan. "Temuan tersebut dibawa ke gedung Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan dan permintaan keterangan," kata Alex.

Atas perbuatannya, tersangka Achmad Zuhdi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan lima tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler