Inggris: Butuh 6.000 Orang Lagi untuk Uji Coba Pil Covid Merck
Inggris butuh 6.000 orang untuk menguji pil antivirus Covid dari Merck
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Inggris pada Selasa (25/1/2022) mengatakan mereka membutuhkan 6.000 orang lagi untuk uji coba pil antivirus Covid-19 molnupiravir buatan Merck. Enam ribu orang dibutuhkan guna mencari tahu bagaimana obat tersebut dapat diluncurkan ke kalangan lebih luas.
Regulator medis MHRA Inggris menyetujui pil produksi Merck dan Ridgeback Therapeutics pada November dan pemerintah telah meluncurkan studi nasional untuk menentukan cara terbaik penggunaan obat tersebut. Kementerian kesehatan menyebut walaupun sudah ada 4.500 partisipan yang mendaftar, ribuan partisipan lainnya masih dibutuhkan untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Studi yang disebut Panoramicitu diluncurkan untuk mengevaluasi bagaimana antivirus tersebut sebaiknya digunakan pada penduduk yang sebagian besar telah divaksin, mengingat penelitian sebelumnya dilakukan pada orang-orang yang tidak divaksin. "Antivirus menjadi elemen tambahan yang sangat penting bagi kami untuk menanggulangi Covid-19," kata kepala Satgas Antivirus Britania Raya.
"Mendatangkan partisipan untuk studi ini sangat penting. Tidak hanya melindungi kelompok yang paling rentan saat ini, tapi untuk memastikan bahwa kami dapat mendistribusikan lebih luas lagi obat-obat ini secepat mungkin," imbuhnya.
Perdana Menteri Boris Johnson pekan lalu mengatakan akan menghapus kewajiban pemakaian masker, kebijakan bekerja dari rumah, dan sertifikat vaksinasi Covid-19 di Inggris. Ia menyebut pembelian antivirus, program pemberian dosis penguat vaksin (booster), dan tingkat keparahan varian Omicron yang lebih rendah sebagai alasannya.
Kemenkes mengatakan telah membeli 2,23 juta pil antivirus Merck dan 2,75 juta pil Pfizer yang belum digunakan. Pil antivirus Merck terbukti mengurangi jumlah pasien rawat inap dan kematian sekitar 30 persen dalam uji coba individu berisiko tinggi di awal terinfeksi. Pemerintah mengatakan orang berusia 50 tahun ke atas, orang-orang yang memiliki penyakit penyerta yang dinyatakan positif Covid-19 ketika tes PCR, atau mereka yang tidak sehat dengan gejala Covid-19 dalam lima hari terakhir bisa mendaftar untuk berpartisipasi dalam studi tersebut.