Penanda Kerusakan Otak Pasien Covid-19 Parah Lebih Tinggi daripada Pengidap Alzheimer

Pasien Covid-19 tersebut dirawat dengan komplikasi neurologis.

www.freepik.com
Kesehatan otak (ilustrasi). Meskipun penanda kerusakan otaknya lebih tinggi daripada pengidap Alzheimer, pasien Covid-19 tidak serta merta akan mengembangkan penyakit tersebut.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan terus berupaya mengungkap berbagai dampak yang bisa diakibatkan oleh infeksi Covid-19. Sebuah studi baru memperingatkan penyakit wabah tersebut berisiko memicu penumpukan jenis protein tertentu dalam tubuh yang membuat penderitanya punya biomarkers terkait kerusakan otak yang lebih tinggi daripada penderita Alzheimer.

Studi tersebut digagas oleh tim peneliti dari NYU Grossman School of Medicine, Amerika Serikat. Mereka melakukan penelitian saat gelombang awal pandemi, yakni antara Maret hingga Mei 2020.

Baca Juga


Para peneliti memeriksa darah pasien yang mengidap kasus Covid-19 parah dan mengalami gejala neurologis. Penelitian menganalisis kondisi 251 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.

Pasien-pasien tersebut sebelumnya tidak memiliki riwayat gangguan kognitif atau demensia. Ada juga tiga kelompok kontrol yang tidak dirawat di rumah sakit karena Covid-19 dan tak mengalami penurunan kognitif.

Peserta yang masuk dalam kelompok kontrol tersebut juga tidak mengidap gangguan kognitif ringan maupun penyakit Alzheimer. Tes darah yang dilakukan pada peserta menerapkan teknologi yang mampu mengukur protein seberat satu trillionth gram dalam satu mililiter darah.

Hasilnya, ditemukan adanya kenaikan tingkat protein darah dan biomarker tertentu untuk kerusakan neurologis pada peserta jika dibandingkan dengan pasien Alzheimer. Penulis utama studi, Prof Jennifer Frontera, menyoroti perbandingan kondisi tersebut.

"Mereka yang mengalami gejala neurologis selama infeksi akut, kemungkinan memiliki tingkat penanda cedera otak yang setinggi atau lebih tinggi daripada mereka yang terlihat pada pasien Alzheimer," kata Frontera, dikutip dari laman Express, Senin (24/1/2022).

Penumpukan beberapa protein, salah satunya bernama tau, dikaitkan dengan kerusakan neuron di otak. Sementara, jenis lainnya, seperti amiloid beta, terpantau menumpuk pada pasien Alzheimer tetapi belum terhubung langsung ke penurunan kognitif.

Sampel juga dibandingkan antara pasien yang pulang dari perawatan dan yang meninggal di rumah sakit. Ada perbedaan 124 persen di tingkat biomarker antara kedua kelompok serta 60 persen antara orang yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tanpa kerusakan neurologis.

Penulis lain dalam studi, Thomas Wisniewski, menjelaskan bahwa akumulasi protein tersebut telah dikaitkan dengan risiko mengidap demensia yang lebih tinggi. Cedera otak traumatis juga dikaitkan dengan peningkatan biomarker tersebut.

Meski demikian, tidak berarti pasien akan mengembangkan Alzheimer atau demensia akibat Covid-19. Studi jangka panjang akan memeriksa kemungkinan risiko yang ada serta sejauh mana seseorang dapat pulih dari risiko kerusakan.

"Apakah hubungan semacam itu ada pada mereka yang bertahan dari penyakit parah, adalah pertanyaan yang perlu segera kami temukan jawabannya lewat pengawasan terhadap pasien yang masih berlangsung," ungkap Wisniewski.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler