Viral, Protes Wanita Afghanistan dengan Berpakaian Seperti Pria
Aturan Taliban menyulitkan ibu tunggal yang harus bekerja menghidupi keluarga.
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Wanita-wanita Afghanistan tidak menyerah. Mereka melakukan segala cara untuk mendapatkan hak mereka kembali sejak Taliban mengambil alih pemerintahan.
Kali ini, aksi viral di media sosial dilakukan oleh Rabia Balkhi (bukan nama sebenarnya). Rabia sengaja memposting dirinya dalam pakaian tradisional pria Afghanistan.
Rabia mengenakan kemeja longgar dan celana panjang. Rabia menyusuri jalan-jalan Kabul dengan hati-hati, wajahnya ditutupi masker dan kepalanya menunduk untuk menghindari kontak mata.
“Menjadi seorang wanita di Afghanistan itu sulit, tetapi lebih buruk bagi seorang ibu tunggal. Dan sejak pengambilalihan Taliban, itu menjadi lebih sulit,” kata Rabia, dilansir dari The National News, Selasa (25/1/2022)
Rabia (29 tahun) bercerai dan membesarkan anak seorang diri. Ia terpaksa berpakaian sebagai seorang pria untuk menghindari perhatian Taliban yang memberlakukan pembatasan keras pada wanita setelah mereka merebut kekuasaan pada Agustus 2021.
Dulu, ia bekerja di kantor LSM sampai Taliban mengambil alih. Ia kini tinggal di Kabul dan bertahan hidup dengan tabungan, sumbangan uang, dan makanan yang dikumpulkan dari organisasi bantuan.
Hidup menjadi lebih sulit pada akhir Desember ketika Taliban melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa mahram (wali laki-laki). “Saya tinggal sendiri, mengurus diri sendiri dan anak saya. Saya takut ketika saya melihat Taliban memberi tahu pengemudi taksi untuk tidak menerima wanita yang bepergian sendiri,” katanya.
Awalnya, hal ini ia lakukan untuk menghidupi diri sendiri dan anaknya di tengah aturan ketat Taliban. Tetapi ia tahu, ada banyak wanita dengan anak yang juga tidak memiliki wali seperti dirinya. Didorong hal ini, Rabiah memutuskan untuk protes dan menunjukkan pada dunia.
“Saya tidak bisa lagi tinggal diam. Jadi saya memutuskan bergabung dengan revolusi,” katanya merujuk pada banyak wanita lain yang telah melakukan protes terhadap rezim Taliban sejak tahun lalu.
Pada Tahun Baru dia meminta seorang teman untuk mengambil foto dirinya mengenakan pakaian pria dan memegang sebuah tanda yang bertuliskan, “Saya seorang wanita. Saya tidak punya mahram”, dan mempostingnya secara daring. Foto-foto Rabiah menjadi viral dalam beberapa jam. Wanita lain kemudian bergabung dalam protes tersebut dengan mengunggah foto diri mereka dalam pakaian pria.
“Kami ingin menunjukkan kepada Taliban bahwa mereka tidak dapat mencegah kami melakukan apa yang menjadi hak kami dengan memberlakukan pembatasan,” kata salah satu pengunjuk rasa, dengan nama samaran Lily Hamidi.
“Aturan ini sangat sulit bagi semua wanita, terutama wanita yang tidak memiliki mahram. Apa yang seharusnya mereka lakukan? Bahkan wanita yang memiliki mahram tidak dapat menerima ini dan bergantung pada seorang pria yang mungkin tidak ada 24 jam sehari untuk melakukan pekerjaannya,” katanya.
Atas aksinya itu, Rabia kemudian diidentifikasi oleh Taliban dan ditangkap di rumahnya beberapa hari setelah fotonya menjadi viral. Beberapa wanita lain yang bergabung dengan protesnya, termasuk Lily, tidak lagi dapat dihubungi.
“Mereka menahan saya selama dua jam, menanyai saya tentang pengunjuk rasa lain, dan bahkan menampar saya beberapa kali. Mereka akhirnya membiarkan saya pergi, dan saya mengambil putri saya dan bersembunyi,” kata Rabiah.
“Saya telah kehilangan segalanya – pekerjaan saya, rumah saya dan negara saya. Tetapi ketika dihadapkan dengan aturan yang menggelikan seperti itu, saya tidak punya pilihan,” ungkapnya.
“Saya memegang poster itu agar dunia tahu situasi yang dialami perempuan Afghanistan. Kami dipaksa untuk melepaskan identitas mereka. Saya melakukannya dengan mengetahui sepenuhnya risiko yang akan saya hadapi, karena saya harus angkat bicara,” ujarnya.
Di sisi lain, Taliban menghentikan puluhan warga Afghanistan yang hendak meninggalkan negara mereka secara ilegal melalui jalur udara. Seorang pejabat tinggi Taliban mengatakan, beberapa perempuan ikut ditahan sampai mereka dijemput oleh kerabat laki-laki mereka.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan sebuah kelompok warga telah berusaha pergi meninggalkan Afghanistan dengan penerbangan dari kota Mazar-i-Sharif. "Empat puluh orang ditangkap. Mereka ingin pergi ke luar negeri secara ilegal dengan pesawat," kata Mujahid, dilansir Al Arabiya, Selasa (25/1/2022).
Mujahid mengatakan, sebagian besar orang telah dibebaskan. Tetapi beberapa perempuan tetap ditahan karena kerabat laki-laki mereka belum datang untuk menjemput. Sejauh ini belum diketahui siapa yang mengatur penerbangan ilegal itu.
Puluhan ribu warga Afghanistan masih putus asa untuk meninggalkan negaranya. Mereka takut Taliban akan melakukan tindakan pembalasan, karena hubungan mereka dengan pasukan asing atau rezim pemerintahan sebelumnya yang didukung Amerika Serikat (AS).
Taliban mengatakan, setiap warga Afghanistan diizinkan untuk meninggalkan negara tersebut, selama mereka memiliki dokumen resmi termasuk visa. Tetapi untuk mendapatkan dokumen resmi di Afghanistan sangat sulit, karena hanya segelintir kedutaan yang beroperasi sejak Taliban mengambil alih Kabul pada Agustus 2021.
Taliban meminta warga Afghanistan yang memiliki keterampilan dan pelatihan membantu membangun kembali negara itu. Taliban berjanji akan melakukan pendekatan yang lebih lembut sejak kembali berkuasa. Mereka berkomitmen tidak menerapkan aturan keras ketika berkuasa pada 1996-2001. Namun, Taliban tetap memberlakukan beberapa pembatasan pada perempuan.