Korea Utara Kembali Buka Perdagangan dengan China

Kereta barang Korea Utara pertama melintasi Sungai Yalu pekan lalu.

Chinatopix via AP
Truk melintasi jembatan yang menghubungan antara Korea Utara dan China di perbatasan Dandong, China. China dikabarkan telah memulihkan lalu lintas barang kereta api dengan Korea Utara pada Senin 17 Januari 2022.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara mulai membuka perbatasan setelah dua tahun menerapkan kebijakan penguncian ketat untuk mencegah Covid-19. Pembukaan kembali wilayah perbatasan Korea Utara terlihat ketika lalu lintas kereta barang ke China mulai aktif.

Menurut perkiraan Korea Selatan, perdagangan penting Korea Utara dengan China menyusut sekitar 80 persen pada 2020. Perdagangan China dan Korea Utara kembali menyusut dalam sembilan bulan pertama pada 2021 karena penguncian atau lockdown. Pembukaan kembali sebagian perbatasan Korea Utara menimbulkan pertanyaan tentang rencana negara tersebut menerima dan mengelola vaksin, setelah menunda kampanye vaksinasi selama satu tahun.

“Korea Utara bisa menjadi medan perang terakhir planet ini dalam perang melawan Covid-19. Bahkan negara-negara termiskin di Afrika telah menerima bantuan dan vaksin dari luar atau memperoleh kekebalan melalui infeksi, tetapi Korea Utara adalah satu-satunya negara di dunia yang tidak memiliki rencana nyata,” kata analis di Institut Strategi Keamanan Nasional Seoul, Lim Soo-ho.

Gambar satelit komersial menunjukkan bahwa, kereta barang Korea Utara pertama melintasi Sungai Yalu pekan lalu. Kemudian kereta barang itu berjalan kembali dari China dan menurunkan muatan di lapangan terbang di kota perbatasan Uiju. Lapangan terbang itu diyakini telah diubah untuk mendisinfeksi pasokan impor, seperti makanan dan obat-obatan.

Kementerian Luar Negeri China mengatakan, perdagangan antara kota-kota perbatasan akan dipertahankan dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat.  

Beberapa media Korea Selatan berspekulasi bahwa Korea Utara mungkin untuk sementara membuka kembali jalur kereta api antara Sinuiju dan Dandong, China untuk mendatangkan makanan dan barang-barang penting. Pengiriman ini sebagai hadiah bagi rakyat Korea Utara selama liburan penting, termasuk peringatan 80 tahun kelahiran ayah Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un pada Maret, dan ulang tahun ke-110 kakek Kim pada April.

Namun, banyak ahli mengatakan, pembukaan perbatasan kemungkinan besar disebabkan oleh keterpurukan  ekonomi Korea Utara akibat sanksi dan pandemi Covid-19. Sejauh ini, Korea Utara mengklaim nol infeksi virus korona. Korea Utara sangat membatasi lalu lintas dan perdagangan lintas batas, termasuk melarang turis dan mengusir diplomat. Korea Utara bahkan diyakini telah memerintahkan pasukan untuk menembak di tempat kepada setiap penyusup.



Kepemimpinan Pyongyang tahu bahwa wabah besar Covid-19 akan menghancurkan, karena sistem perawatan kesehatan Korea Utara yang buruk. Pandemi juga dapat memicu kerusuhan sosial karena Korea Utara mengalami kekurangan makanan.

Pejabat Korea Selatan mengatakan bahwa, Korea Utara membentuk zona desinfeksi dalam beberapa bulan terakhir di kota-kota perbatasan dan pelabuhan. Pada Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Korea Utara mulai menerima pengiriman pasokan medis yang diangkut lewat jalur laut dari Cina melalui pelabuhan Nampo.

Pembukaan kembali perdagangan Korea Utara dengan China akan didorong oleh impor. Sebagian besar kegiatan ekspor utama Korea Utara diblokir di bawah sanksi internasional yang diperketat sejak 2016, setelah Kim mempercepat pengembangan nuklir dan rudal.

Korea Utara kemungkinan fokus pada impor pupuk untuk meningkatkan produksi pangan. Negara tersebut juga membutuhkan bahan-bahan konstruksi untuk proyek-proyek pembangunan yang penting. Barang-barang pabrik dan mesin-mesin sangat penting untuk menghidupkan kembali produksi industri, yang telah hancur oleh penghentian perdagangan selama dua tahun.

Namun, para ahli memperkirakan tingkat perdagangan Korea Utara dengan China secara signifikan lebih kecil daripada sebelum pandemi. Korea Utara tidak dapat membeli barang dalam jumlah besar karena sanksi, dan  pandemi telah menipiskan cadangan mata uang asing.

"Namun, jelas bahwa Korea Utara bukanlah negara yang dapat bertahan tanpa impor selama dua atau tiga tahun, jadi pasti mereka akan berusaha untuk meningkatkan impor secara perlahan dalam lingkup terbatas," kata seorang analis di Seoul's Institut Studi Kebijakan Asan, Go Myong-hyun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler