Reformasi KPU Prasyarat Perubahan Menuju Demokrasi Substantif
Partai-partai berjuanglah yang serius agar sistem pemilu dibuat sederhana.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Drs M Hatta Taliwang, MI.Kom, Institut Soekarno Hatta
Rakyat umumnya sudah tahu ada belasan titik strategis dan ribuan tempat titik TPS kecurangan bisa dilakukan dalam sistem pilpres langsung/ pemilu. Karena itu para peminat capres jangan cuma asyik baca hasil survei atau sibuk urus president threshols (PT) saja.
Banyak hal yang harus dikerjakan bila ingin membangun demokrasi yang sehat, khususnya dalam kaitan dengan pilpres langsung dan pemilu. Karena umum sudah tahu bahwa pilpres/pemilu diduga diatur oleh oligarki/pemodal kerja sama dengan pejawat.
Kalau partai atau para peminat jadi capres tak peduli dengan kebobrokan sistem pilpres langsung dan pemilu bisa diduga partai dan capres tahu sama tahu (TST) dengan sistem tersebut. Atau cuma mau ribut saat pilpres/pemilu seperti yang lalu lalu. Tiba masalah tiba akal?
Banyak yang hanya fokus pd isu PT. Seolah-olah dengan beresnya PT maka kita akan mendapat capres yang bagus. Padahal PT itu cuma satu instrumen, cuma salah satu titik saringan dari perjalanan pilpres langsung yang panjang.
Ada banyak instrumen atau titik strategis ikut menentukan berjalan baik/ benarnya pilpres. Peran pemodal/ Taipan atau istilah Ki Burhan "Konglo Busuk" adalah sentral diduga kerja sama dengan pejawat.
I. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Para Capres.
1. Karena diduga intelijen (negara) bermain untuk capres tertentu maka secara aturan dan etika demokrasi apakah diperbolehkan? Bukankah intelijen negara dan oknum intelijen negara mesti netral?
2. Lembaga Survey yg sekian lama membentuk opini yang kurang fair hendaknya ditertibkan. Jika ingin membangun demokrasi yang benar hendaknya lembaga survei jangan ikut merusak situasi kejujuran dan kebenaran dalam iklim demokrasi.
3. Akademisi atau intelektual punya tanggung jawab moral untuk menjaga situasi fair dan benar dalam pilpres/pemilu. Jangan berpihak membabi buta dengan membela sesuatu yg secara akal sehat tidak masuk akal hanya karena bayaran yang tinggi.
4. Tokoh Partai kalau mau mengajukan capres hendaknya mengajukan calon yg jelas riwayat hidupnya (dibedah dengan mendalam) jangan jual kucing dalam karung, jelas track record perjuangannya untuk rakyat, jelas pendidikan dan prestasinya, jelas riwayat karir, dan lain-lain. Pokoknya harus transparan dan rakyat oleh mempertanyakan capres yang diajukan partai.
5. Tidak mudah mendapatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh LSM yang bisa lebih objektif memberikan opini publik terhadap capres apalagi partai. Khususnya terhadap capres seharusnya bisa bedakan mana emas asli dan mana emas palsu.
Terhadap mereka yang sudah kena jaring operasi senyap intelijen tentu lebih sulit untuk berubah pendiriannya. Terhadap buzzer hendaknya capres atau partai bersikap keras karena mereka sungguh sungguh merusak demokrasi.
6. Peran media massa dan media sosial tentu di luar kontrol para capres/partai. Tapi bagi capres yang punya media massa terutama TV harus diatur dengan ketat supaya ruang publik tidak didominasi oleh opini capres/ partai tertentu.
7. Peran Aparat TNI/ Polri/ Kejaksaan seharus jadi alat negara yg baik dan benar dan tegas netral tidak berpolitik praktis. Mereka ini kalau tidak netral maka peranannya sangat signifikan dalam membantu capres/partai tertentu dlm pertarungan di lapangan. Jika kita sungguh sungguh ingin berdemokrasi yang baik dan benar maka peran TNI/Polri/ Kejaksaan haruslah benar-benar netral.
8. Begitu juga peran birokrat ASN yang mestinya sudah tahu aturan dan etika birokrasi. Jangan ikut-ikutan merusak demokrasi dengan ikut main politik praktis dalam proses demokrasi.
9. Peran KPPS hendaknya dijaga bersama. Karena itu kami usulkan semua partai yang ikut pemilu selayaknya duduk sebagai anggota KPPS dan sekaligus menjadi Saksi. Tak boleh ada lagi kematian misterius atas petugas KPPS sampai ratusan orang.
Laporan hasil pencoblosan dari KPPS/TPS merupakan pegangan bersama hasil pilpres/pemilu. Disiarkan langsung agar pemilu/pilpres berlangsung cepat dan efesien. Hasil hitung cepat Lembaga survei jangan disiarkan via TV secara langsung.
10. KPU/KPUD harus diisi juga oleh semua partai yang ikut pemilu. Beberapa skandal di KPU mengindikasikan ada ketidakberesan di KPU sebagai lembaga penyelenggara dan penanggung jawab pemilu/ pilpres.
Saya setuju pendapat Chris Komari yang menyatakan komisioner KPU harus dibuat benar-benar independen dan transparan dengan menciptakan dua competing interest untuk saling mengontrol dan mengawasi kerja komisioner KPU.
Keangotaan komisioner KPU harus dibagi dalam 2 kelompok:
1) Kelompok (A) adalah anggota komisioner KPU yang digaji (paid-employees) dari para akademisi professional yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi penyelenggara pemilu yang dipilih lewat proses seleksi di DPR dengan jumlah 11 orang.
2) Kelompok (B) adalah wakil dari masing-masing partai politik yang tidak digaji (unpaid employees) sebanyak dua orang dari partai politik lolos ikut pemilu.
Bila tahun 2024 ada 20 partai politik, maka akan ada unpaid anggota komisioner dari wakil partai politik sebanyak 40 orang. Total anggota komisioner KPU; paid and unpaid employee sebanyak 51 orang.
3) Cara kerjanya?
Semua paid and unpaid komisioner KPU itu memiliki kekuasaan, tugas, tanggung-jawab dan access yang sama. Mereka adalah dua kelompok yang memiliki dua competing interest, satu kelompok berada sebagai penyelengara pemilu yang dekat dengan penguasa dan satu kelompok lagi juga berfungsi sebagai penyelenggara pemilu yang mewakili parpol.
Dua competing interest ini akan saling mengontrol dan mengawasi kerja komisioner KPU, sehingga tercipta system checks and balances dalam tubuh internal KPU. Mustahil 51 orang itu mau disogok semua dan menguntungkan satu atau dua partai politik.
Sedangkan cara pengambilan keputusan KPU, harus mengikuti tiga proses di bawah ini:
a) Semua keputusan KPU harus dilakukan pertama-tama adalah musyawarah untuk mufakat guna mencapai unanimous decision (consensus) 100 persen setuju.
b) Bila harus voting, maka jumlah anggota yang hadir harus memenuhi quarum minimal 3/4 anggota harus hadir. Tiga per empat dari 11 anggota komisioner KPU kelompok (A) ada 9 orang. Tiga per empat dari 40 anggota komisioner kelompok (B) ada 30 orang. Tiga per empat dari 51 anggota komisioner KPU adalah 39 orang harus hadir untuk memenuhi quorum, dengan pembagian sembilan orang dari kelompok (A) dan 30 orang dari kelompok (B).
Tapi disarankan untuk hadir 100 persen sebanyak 50 orang, kecuali mengejar dead-line atau emergency.
c) Dalam setiap voting KPU, maka yang setuju minimal harus 3/4 suara menyetujuinya. Ini sengaja dibuat sulit, agar kepentingan dan wakil dari semua partai politik terlibat dalam pemilu ikut dalam setiap voting KPU.
Dengan set up dan komposisi keanggotaan komisioner seperti di atas, kerja komisioner KPU akan terbuka, akan lebih transparan, akan independen dan sulit untuk kongkalikong merekayasa dan memanipulasi sistem IT, formulir C1 atau data error di situng KPU.
Karena banyak mata yang melihat dan data pemilu akan dimiliki oleh 51 orang dari dua competing interest. Kerja KPU dan proses atau mekanisme pemilu juga harus direformasi.
Pemilu adalah contest of bright ideas and way of thinking to solve problems faced by the people or constituents bagi para kandidat, bukan kontes baliho dummy yang misleading.
Jadi pemilu harus menjadi satu sistem, proses dan mekanisme penyaringan kandidat, bukan proses pamer kandidat lewat baliho. Mungkin sudah waktunya para komisioner KPU untuk belajar dan mengambil sisi baiknya dari sistem primari yang dilakukan di Amerika Serikat.
Ini tugas KPU pusat, provinsi dan kota yang perlu major trainings, supaya KPU daerah itu independen, lepas dari pengaruh dan kekuasaan KPU Pusat.
11. Begitu juga peran Bawaslu/DKPP jangan terkesan sebagai lembaga basa basi untuk pengawasan pilpres/pemilu.
12. KPK kalau tak netral bisa disalahgunakan untuk "mengkoruptorkan" atau "menggertak" seorang tokoh partai atau capres yang tidak disukai, maka KPK juga harus netral.
13. Mahkamah Konstitusi (MK) sering dianggap publik sebagai lembaga kontroversi dalam menghadapi kasus pilpres/pemilu. Terlalu panjang untuk diurai, tetapi hemat kami MK ini salah satu mata rantai pemilu/pilpres yang perlu dikritisi terus agar perannya menjadi lebih adil.
14. Lembaga/ tokoh asing yang diduga memberi pengaruh apalagi bantuan atas seorang capres/ partai tak boleh ditolerir. Diharamkan, pemilu/pilpres harus bebas dari "intervensi" asing.
Sudah saatnya pilpres/ pemilu bebas dari kendali apa yang disebut Ki Burhan sebagai "Konglo Busuk" yang membuat pilpres langsung/pemilu tidak berjalan fair dan demokratis. Sehingga sulit melahirkan presiden/ hasil pemilu yang diharapkan rakyat. Mereka hanya mengabdi pada majikan yang membiayainya.
Sistem pilpres perwakilan musyawarah di MPR relatif lebih menjamin lahirnya presiden yang diharapkan rakyat.
II. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Partai
1. Jangan sibuk bikin partai tapi abai atas permainan pemilu.
2. Perjuangkan mati-matian agar di KPPS duduk semua orang partai yang ikut pemilu.
3. Kader partai dibina yang benar agar militan, jujur, berintegritas sehingga tak mudah disogok oleh siapa pun untuk kompromi hasil pencoblosan.
4. Kalau semua kader partai sudah duduk di KPPS maka tak perlu lagi saksi-saksi saat pencoblosan. Kader partai di KPPS itulah saksi.
5. Hasil pencoblosan lewat WA/SMS/ dan lain-lain alat komunikasi langsung dilaporkan ke KPU Pusat dengan tembusan ke DPP/DPW/DPD partai. Juga ke KPUD provinsi/ kabupaten dan lain-lain yang dianggap perlu. Hasil dari TPS/ KPPS itu harus dianggap hasil pemilu/pilpres yang final.
6. KPU Pusat menyiarkan hasil pencoblosan langsung lewat TV. Bukan hasil lembaga survei yang disiarkan.
7. Pemilu dibuat sederhana. Tak perlu angka-angka diolah di kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi. Karena kecurangan bisa berlangsung di banyak titik itu. Langsung dari TPS, TPS-nya didata dengan benar sehingga dalam pelaporan tak ada masalah. Apa yang dilakukan di kelurahan/ kecamatan/ kabupaten/ provinsi hanya bersifat administratif saja bukan sesuatu yang substantif yang mengubah angka hasil pemilu/pilpres. Hasil final pemilu/pilpres yang ditandatangan oleh KPPS dan partai di TPS.
Partai-partai berjuanglah yang serius agar sistem pemilu dibuat sederhana. Jangan biasakan budaya birokrasi: kalau bisa dipersulit mengapa mesti digampangkan.
Berjuanglah agar yang rumit jadi sederhana. Masa pola-pola pemilu di negara lain yang sederhana tak bisa diterapkan di negara yang sudah 76 tahun merdeka.