Restu Panglima Jadi Pintu Kejakgung Periksa Purnawirawan TNI di Kasus Satelit

Untuk sementara, ada tiga purnawirawan masuk dalam daftar nama calon terperiksa.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Jaksa Agung ST Burhanuddin (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam rapat kerja tersebut Burhanuddin menjawab sejumlah pertanyaan anggota Komisi III DPR, salah satunya terkait dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Flori Sidebang

Baca Juga


 

Kejaksaan Agung (Kejakgung) sudah mendapatkan izin dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memeriksa anggota militer, maupun purnawirawan yang diduga terlibat dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengatakan, timnya, akan memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap tiga purnawirawan, dan beberapa personel militer dalam kelanjutan penyidikan dugaan korupsi, yang merugikan negara Rp 515 miliar, dan 20 juta dolar AS tersebut.

“Panglima TNI sudah mengizinkan. Dan nanti dipanggil untuk diperiksa. Sementara ini, kita panggil tiga orang. Itu purnawirawan,” ujar Supardi di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Namun, Supardi tak membeberkan tiga nama purnawirawan yang diminta untuk menghadap tim penyidikannya itu. Tetapi, Supardi, juga tak membantah, dua dari tiga purnawirawan yang bakal diperiksa tersebut, mengacu pada nama Laksamana Pertama (Purn) Ir Listyanto, dan Laksda (Purn) Ir Leonard.

“Ada tiga. Itu mereka diperiksa saat mereka masih aktif (di militer),” ujar Supardi.

Kedua purnawirawan bintang dua dan bintang satu dari Korps Angkatan Laut (AL) itu, rencananya akan diperiksa terkait peran keduanya, selaku mantan Kepala Pusat Pengadaan di Kemanhan, dan selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan (Baranjan) di Kemenhan. Semula, dua purnawirawan tersebut, diperiksa pada Kamis (27/1/2022). Tapi pemeriksaan tersebut batal, karena tak ada izin dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil), pun dari Puspom TNI.

Supardi menerangkan, di internal TNI, ada surat edaran Panglima TNI yang mengharuskan adanya izin terkait pemanggilan, ataupun pemeriksaan terhadap para anggota militer, maupun purnawirawan yang terlibat perkara sipil. Khusus purnawirawan, izin tersebut, pun tetap harus ada, jika pemanggilan untuk pemeriksaan tersebut, terkait dengan perannya ketika masih aktif menjadi anggota TNI.

Sebab itu, kata Supardi menjelaskan, meskipun tiga purnawirawan yang bakal diperiksa tersebut sudah tak lagi berseragam militer, pemeriksaan nantinya, terkait dengan perkara yang terjadi saat keduanya masih menjabat.

“Dan kita sudah kordinasi dengan Panglima (TNI), dan juga sudah berkordinasi dengan Jampidmil untuk pemanggilan tiga purnawirawan. Saya sebutkan tadi, tiga (purnawirawan) yang akan dipanggil. Karena itu (pemeriksaan) terkait pekerjaannya saat masih aktif (sebagai anggota militer),” terang Supardi.

Menurut dia, kelanjutan dari pemeriksaan para purnawirawan tersebut, membuka peluang perkara dugaan korupsi pengadaan satit di Kemanhan tersebut, menjadi pidana koneksitas. Yakni, tindak pidana yang melibatkan peran anggota militer, dan warga sipil biasa.

“Nanti, kalau ini jadi koneksitas, sprinnya (surat perintah penyidikannya) tetap satu,” ujar Supardi.

Kasus dugaan korupsi pengadaan dan sewa satelit di Kemenhan terjadi pada periode 2015-2016. Kasus tersebut, terkait dengan pengadaan dan sewa satelit pada slot orbit 123 derajat bujur timur (BT). Dalam kasus tersebut, sementara ini, penyidikan di Jampidsus mengacu pada nilai kerugian negara Rp 500-an miliar, dan 20 juta dolar Amerika Serikat (AS). Proses penyidikan kasus tersebut, sudah dimulai sejak, Jumat (14/1/2022) lalu.

Sampai dengan Kamis, proses penyidikan kasus tersebut, belum ada menetapkan tersangka. Tetapi, dari proses penyidikan, tercatat sudah lebih dari dari 13 nama diperiksa sebagai saksi.

Saksi-saksi yang diperiksa tersebut, kebanyakan dari bos pada perusahaan swasta, PT Dini Nusa Kusuma (DNK), selaku pengelola satelit di Kemenhan. Dua mantan pejabat tinggi pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), LEN Industri, pun turut diperiksa dalam penyidikan kasus tersebut.

 


 

 

Pada Kamis, Tim Jampidsus kembali memeriksa saksi berinisial SW. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, SW diperiksa tim penyidik bersama dengan DS, salah satu pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

“Saksi-saksi yang diperiksa antara lain, SW, dan DS,” kata Ebenezer dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis.

Ebenezer menolak menyebutkan identitas lengkap SW, dan DS sebagai terperiksa itu. Tetapi, mengacu pada layar monitor daftar para terperiksa di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), inisial SW mengacu pada nama Surya Witoelar. Ia diperiksa sebagai tim ahli Kemenhan, yang sekaligus merangkap Direktur Utama (Dirut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK) perusahaan pengelola satelit di Kemenhan.

Pemeriksaan terhadap SW kali ini, bukan yang pertama. Dalam catatan Republika, inisial SW sudah diperiksa tiga kali.

Dua pemeriksaan sebelumnya, pada Jumat (14/1/2022), dan Selasa (18/1/2022). Tim penyidikan di Jampidsus, juga sudah menggeledah apartemen tinggal SW di Jakarta, dan dua kantornya di PT DNK di Jakarta, Selasa (18/1/2022). Selain SW, para pengelola di PT DNK, juga turut diperiksa. 

Selain SW, pada Kamis, tim penyidikan di Jampidsus, juga memeriksa DS. Mengacu daftar resmi para terperiksa di Gedung Pidsus, inisial DS, adalah Denny Setiawan. Ia diperiksa selaku Direktur Penataan Sumber Daya pada Ditjen Sumber Daya, dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) di Kemenkominfo. Kedua saksi tersebut, SW, dan DS diperiksa oleh penyidik, terkait dengan proses pengadaan satelit slot orbit 123 BT di Kemenhan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pernah menyampaikan ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan proyek satelit di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Mahfud mengatakan, saat itu Kemhan membuat kontrak Avanti Communication Limited, Navayi, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun tidak memiliki anggaran untuk memenuhi keperluan tersebut.

"Dalam kasus Satelit Slot Orbit 123 BT di Kemhan, 'benar' Presiden memberi arahan agar Slot Orbit tersebut diselamatkan, tentu tanpa melanggar aturan. Arahan itu disampaikan tanggal 4/12/15, tapi kontrak dengan perusahaan sudah dilakukan lebih dulu, tanggal 1/12/15," kata Mahfud seperti dikutip dari akun Instagram resminya @mohmahfudmd, Rabu (19/1).

Kemudian, sambung dia, pada tanggal 13 Oktober 2017, ada lagi surat tentang arahan Jokowi agar Menko Polhukam menyelesaikan masalah yang saat itu muncul. "Intinya, tetap diupayakan penyelamatan agar Indonesia tak kehilangan Slot Orbit," ujarnya.

Dia pun membantah jika dirinya lepas tangan dalam penyelesaian masalah itu. Sebab, Mahfud menjelaskan, saat ini yang dilakukannya sebagai Menko Polhukam justru adalah bagian dari upaya agar menyelamatkan slot orbit yang tersandera oleh kontrak bermasalah tersebut. 

"Sungguh aneh jika dikatakan saya sebagai Menko lepas tangan, apalagi cuci tangan. Ketika ditanya wartawan, saya hanya bilang tak tahu apa yang terjadi sebelum jadi Menko. Justru saya tidak lepas tangan, melainkan turun tangan dan terus berkoordinasi dengan Kemhan, Kemkominfo, Kemkeu, dan Panglima TNI," ungkap dia.

 

"Mengapa? Ya karena ada arahan dari Presiden agar Slot Orbit tersebut diselamatkan. Kalau saya mau lepas tangan, kan tinggal diam dan membiarkan masalah itu sambil duduk dengan nyaman," tambahnya menjelaskan.

 

TNI melakukan realokasi anggaran sebesar Rp 196,8 miliar untuk membantu penanganan virus Covid-19 atau corona. - (Pusat Data Republika)


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler